Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayana kesehatan berjalan dengan baik. Kanker servik adalah masalah kesehatan yang serius yang menyerang 500.000 wanita setiap tahun di seluruh dunia. Kejadian penyakit ini pada umumnya banyak terjadi di negara berkembang seperti India, Amerika latin, Afrika Selatan dan Timur, dimana mayoritas pasien datang dengan stadium lanjut. Di negara maju, skrining yang efektif dengan sitologi servik dan pemeriksaan pelvis setiap tahun telah menurunkan lebih dari 70% angka kematian sejak tahun 1940. Faktor risiko untuk karsinoma servik adalah koitus pertama di usia muda, banyak partner seksual, perilaku yang permisif dari pasangan pria, paparan HPV, kondisi higiene yang jelek, status nutrisi yang jelek, penyakit menular seksual, dan defisiensi imun. Penyakit ini umumnya radiosensitif dan lebih mudah diobati pada stadium awal, baik melalui pembedahan atau radioterapi saja, karsinoma servik stadium I B dan II A memiliki angka harapan hidup 5 tahun 75% sampai 90%. Untuk pasien-pasien yang dalam kondisi stadium IV atau yang mengalami kekambuhan (relaps) setelah radioterapi, tidak ada perbaikan yang konsisten pada harapan hidup yang diobservasi lebih dari 30 tahun terakhir. Pengobatan karsinoma servik yang residif masih sangat tidak efektif. Kualitas hidup dan perawatan suportif adalah yang paling penting untuk membantu pasien-pasien dalam kondisi ini.
Kasus kekambuhan merupakan keadaan tanpa harapan karena 80-100% penderita akan meninggal kurang dari setahun semenjak kekambuhan dan sampai saat ini belum ada terapi pilihan yang efektif untuk mengatasinya. Secara keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun kasus berulang kurang dari 5% dan hampir 90% terjadi dalam 2 tahun pertama. Kasus berulang setelah mendapat terapi radiasi dapat dilakukan operasi atau kemoterapi terutama untuk lesi kambuh berada di luar lapangan radiasi sebelumnya. Pembedahan dilakukan bila lesi soliter seperti pada paru-paru atau daerah sentral (central recurrence) dan masih memberikan hasil yang cukup baik. Bila kekambuhan pasca operatif di daerah pelvis dapat diobati dengan radiasi. Pemberian kemoterapi pada kasus berulang yang sebelumnya telah radiasi atau operasi tidak memberikan hasil yang baik2.
Karsinoma serviks rekuren tetap sebuah problem klinik yang sulit. Dan masih sedikit randomized clinical trials yang memberikan petunjuk dalam hal ini. Prognosis karsinoma serviks residif bagaimanapun juga buruk. Dilaporkan angka harapan hidup 5 tahun yang kambuh setelah operasi radikal atau radioterapi adalah berkisar 3,2% sampai 13%3.
Diagnosis kekambuhan
Penderita karsinoma serviks dapat mengalami kekambuhan, metastasis jauh atau kombinasi keduanya. Kurang lebih 10% -20% penderita karsinoma serviks stadium IB – IIA mengalami kekambuhan setelah terapi bedah primer atau radioterapi tanpa adanya metastasis pada limfonodi sebelumnya. Sebanyak 70% pasien dengan metastasis dan atau pertumbuhan tumor yang lebih luas akan mengalami relaps4.
Bagaimanapun pengobatannya, waktu untuk rekuren biasanya pendek, lebih dari 75% kekambuhan terjadi dalam 3 tahun sejak terdiagnosis. Tujuan dari survei post terapi adalah untuk mendiagnosis dini kekambuhan, mengetahui outcome, dan juga untuk perawatan komplikasi. Protokol survei post terapi meliputi kunjungan setiap 3 bulan selama 2 tahun, kunjungan 4 bulan selama tahun ketiga, dan setiap 6 bulan setelah 3 sampai 5 tahun dan tiap tahun setelahnya. Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam, pap smear, dan serum tumor marker (skuamous sel karsinoma antigen (SCC-Ag) dan karsinoembrionik antigen (CEA) untuk skuamous sel karsinoma ; CA 125 dan CEA untuk adenokarsinoma ; dan SCC-Ag, CEA, CA 125 untuk adenoskuamous karsinoma) diperiksa setiap kunjungan3. Foto roentgen dada setiap tahun disarankan pada pasien-pasien asimptomatik sementara CT-MRI Scan dilakukan setiap tahun pada tiga tahun pertama berturut-turut untuk kelompok risiko tinggi atau yang terindikasi secara klinis (gejala/tanda mencurigakan atau peningkatan tumor marker)3. Tidak ada konsensus terhadap follow up dan interval yang tepat. Soisson et al mempelajari parameter-parameter klinik untuk mendeteksi karsinoma servik rekuren setelah histerektomi radikal (n = 31), dan mereka menemukan sitologi vagina mempunyai sensitifitas dan spesifisitas 13 sampai 100%, pemeriksaan pelvis dan fisik 58 sampai 96%, dan tanda-tanda yang mencurigakan 71 sampai 95%. Hanya 3 pasien (10%) yang sukses diselamatkan, dan 2 darinya dideteksi lewat sitologi vagina. Sitologi vagina mungkin tidak sensitif atau cost effective walaupun ini merupakan tehnik yang paling mungkin untuk mendeteksi kekambuhan. Kegunaan serum tumor marker juga kontroversial. Alasan yang menentang penggunaan rutin adalah bahwa sedikit kekambuhan dapat dideteksi dengan tumor marker saja tetapi jumlah yang dapat disembuhkan tetap rendah pada banyak pasien. Akan tetapi, pendapat lain mengatakan bahwa penggunaan tumor marker membantu untuk mengidentifikasi kegagalan penyembuhan lokal atau jauh3.
Pola kekambuhan
Kurang lebih satu dari 3 pasien dengan karsinoma servik akan berkembang menjadi residif. Pasien dengan rekurensi lokal atau dengan penyebaran ke dinding lateral pelvis mungkin mengalami perdarahan, discharge vagina, nyeri punggung bawah yang menjalar ke paha dan panggul. Kejadian rekurensi lokal setelah radioterapi radikal meningkat dengan peningkatan stadium penyakit primer: stadium I A 4,6% , stadium I B 11,2%, stadium II A 10-20%, stadium II B 17-30%, stadium III A 28-30%, stadium III B 45-50%. Penyebaran primer karsinoma servik adalah ke nodus limfatikus obturator (kelompok medial dari nodus iliaka eksterna), ke nodus iliaka eksterna lainnya dan ke nodus hipogastrika. Dari sini metastasis meyebar ke pelvis atau nodus limfatikus paraaortica. Rekurensi karsinoma servik dan pembesaran nodus pelvis dapat menginfiltrasi atau menekan nervus sciatica, pleksus sakralis, dan jaras nervus lumbosakral. Pasien dapat juga menunjukkan simptom sekunder metastasis keluar dari pelvis seperti nodus paraaortica, paru-paru, liver dan otak1.
Perez et all (1995) melaporkan angka kegagalan terapi dengan radioterapi saja pada stadium IB sebesar 10%, stadium IIA 17%, stadium IIB 23%, 42% pada stadium III, dan 74% pada stadium IVA. Angka kejadian metastasis jauh setelah 10 tahun adalah 3% pada stadium IA, 16% pada stadium IB, 31% pada stadium IIA, 26% pada stadium IIB, 39% pada stadium III dan 75% pada stadium IVA. Tempat metastasis jauh yang paling sering terjadi berturut-turut adalah paru-paru (21%), limfonodi paraaorta (11%), kavum abdomen (8%), limfonodi supraclavicular (7%). Metastase ke tulang biasanya mengenai vertebra lumbal dan thorakal4.
Pendekatan Terapi
Sebagian besar kekambuhan muncul dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis dan prognosisnya adalah jelek dengan sebagian besar pasien meninggal karena penyakitnya tidak terkontrol. Penelitian secara retrospektif terhadap 500 pasien karsinoma serviks yang dirawat di Universitas Kentucky, 31% mengalami relap, 58% nya mengalami relap dalam waktu 1 tahun dan 76% nya dalam 2 tahun. Pada penelitian ini hanya 6% penderita selamat sampai tahun ke-3. Lima puluh sampai enam puluh persen pasien sudah menderita perluasan penyakit sampai di luar pelvis atau sudah mencapai dinding panggul sehingga hanya dapat diberikan terapi paliatif 4.
Pilihan terapi untuk kekambuhan pada karsinoma serviks tergantung pada kondisi pasien, lokasi kekambuhan atau metastasis, luasnya metastasis, dan terapi yang diberikan sebelumnya. Pasien yang kambuh dapat mengalami gejala seperti nyeri, anoreksia, perdarahan pervaginam, kaheksia, dan masalah psikologis4.
Penanganan kekambuhan pada karsinoma serviks harus melibatkan tim profesional. Tim yang dibentuk tergantung pada pasien, tujuan penanganan, dan masalah khusus yang dialami oleh pasien. Tim ini sebaiknya terdiri atas ahli ginekologi onkologi, ahli onkologi medik dan radioterapi, dokter ahli perawatan paliatif, perawat khusus dan psikolog.
Pasien dengan pelvis rekuren setelah histerektomi radikal atau rekurensi terbatas pada limfonodi paraaortica memiliki angka harapan hidup yang lebih baik dengan kemoradiasi yang berkesinambungan. Ada pilihan terapi yang sangat terbatas untuk pasien-pasien dengan rekuren atau metastasis karsinoma servik.
1. Kemoterapi
Kemoterapi memiliki peran terbatas pada pengobatan karsinoma servik rekuren. Agen tunggal yang paling aktif adalah cisplatin yang dikaitkan dengan respon klinis yang lengkap berkisar antara 18-50% pada pasien yang tidak diterapi sebelumnya. Rendahnya keberhasilan dengan terapi agen tunggal, membuat peneliti mencoba kemoterapi kombinasi. Studi kemoterapi kombinasi yang paling banyak digunakan adalah cisplatin dan ifosfamide. Beberapa percobaan fase dua telah menunjukkan angka respon 30-60% menggunakan ifosfamide saja atau kombinasi dengan carboplatin dan atau cisplatin. Ketika pasien menginginkan kemoterapi paliatif cisplatin dan ifosfamide relatif lebih cost effective di negara berkembang1. Kemoterapi saja pada dasarnya adalah bersifat paliatif. Obat tunggal yang paling aktif digunakan masih tetap cisplatin. Obat-obat yang lain yang juga relatif sering digunakan seperti 5-fluorouracil, doxorubicin/epirubicin, ifosfamide, CPT-12, paclitaxel, gemcitabine, dan lain-lain3.
Cisplatin adalah regimen yang paling aktif untuk terapi karsinoma serviks (tabel 2). Penelitian oleh Gynecologic Oncology Group (GOG) yang mencakup 800 pasien karsinoma serviks membuktikan bahwa cisplatin memiliki angka respon sebesar 29%. Angka responnya lebih besar (31%) dengan dosis 100 mg/m2 dibandingkan dengan dosis 50 mg/m2 (21%)., tetapi tidak berbeda secara bermakna terhadap harapan hidup secara keseluruhan4.
Pengaruh kemoterapi pada terapi paliatif dan harapan hidup tidak jelas. Belum pernah dilakukan penelitian uji klinis secara random yang membandingkan kemoterapi untuk terapi paliatif atau efek kemoterapi dalam menekan gejala dan kualitas hidup. Penelitian dengan jumlah subyek yang sedikit menunjukkan bahwa cisplatin hanya memiliki angka respon obyektif sebesar 30%,tetapi sebanyak 67% mendapatkan efek paliatif untuk nyeri. GOG melakan penelitian secara random yang membandingkan cisplatin saja, kombinasi cisplatin/ifosfamide, dan kombinasi cisplatin/mitolactol. Kombinasi cisplatin/ifosfamide memiliki respon yang lebih tinggi (31% vs 17%) dan efek bebas dari progresivitas penyakit yang lebih panjang dibandingkan cisplatin saja. Bagaimanapun dari segi waktu paruh untuk menjadi progresif atau kematian hanya 4,6 bulan dibandingkan 3,2 bulan. Angka harapan hidup lebih besar pada pasien dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dan umur yang lebih tua, walaupun kombimasi kemoterapi cisplatin dan ifosfamide berhubungan perbaikan tingkat respon dan progresifitas penyakit. Hal ini menyebabkan toksisitas yang lebih besar dan tidak memperbaiki survival keseluruhan4.
Sejumlah obat baru (paclitaxel, vinorelbine, irinotecan, gemcitabine) telah dikombinasikan dengan cisplatin pada penelitian fase 2 pasien dengan karsinoma servik rekuren dan atau stadium lanjut. Respon rate telah diteliti sekitar 40-66% terutama pada pasien dengan penyakit yang sudah lanjut. Penemuan yang hampir sama telah melaporkan kombinasi cisplatin dan penelitian random yang mengadopsi beberapa kombinasi yang digunakan pada penelitian klinis. Hasilnya yaitu membandingkan cisplatin saja (50 mg/m²) dengan cisplatin (50 mg/m²) plus paclitaxel (135 mg/m² selama 24 jam) pada 280 pasien dengan karsinoma servik sel skuamosa stadium IV B residif yang dipresentasikan pada pertemuan onkologi klinis di Amerika Mei 2001. Kombinasi ini memberikan tiongkat respon yang lebih tinggi daripada cisplatin saja (26,2% vs 19,4%, p = 0,002). Kombinasi obat ini juga berhubungan dengan tingkat respon yang lebih tinggi (20% vs 8%) dan respon parsial (27% vs 18%). Respon yang lebih tinggi menunjukkan progresifitas yang lebih rendah (p = 0,001) tapi tidak ada perbedaan bermakna dari survival keseluruhan4.
2. Eksenterasi Pelvis
Ketika radioterapi atau pembedahan plus ajuvan radioterapi gagal, eksenterasi pelvik biasanya perlu untuk mereka yang memiliki relaps sentral pelvik dengan dinding pelvik yang masih bersih dan bebas dari metastasis. Metastasis nodus paraaortici dan atau pelvis multipel, penyebaran tumor ke peritoneum, upper abdomen dan metastasis jauh adalah kontraindikasi dilakukan eksenterasi. Kadang-kadang reiradiasi adalah memungkinkan untuk kekambuhan superfisial pada servik atau vagina. Histerektomi radikal dengan atau tanpa diseksi nodus pelvik memungkinkan untuk kekambuhan pada uterus yang kecil dan atau vagina. Untuk pasien-pasien dengan stadium lebih dari atau sama dengan II B sesuai dengan FIGO, terdapat angka kegagalan yang tinggi dan banyak pasien tidak dapat diselamatkan dengan operasi eksenterasi yang lebih jauh3.
Rekurensi pada beberapa kondisi
1. Setelah pembedahan radikal
Bisa muncul dengan nyeri pelvis atau perdarahan. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan dalam, biopsi jaringan, dan penyebaran penyakit harus dievaluasi dengan parameter biokimia, radiografik, sistoskopi, proktoskopi. Pasien-pasien yang berkembang menjadi rekuren setelah pembedahan definitf dan yang tidak menerima terapi radiasi sebelumnya, kemoradioterapi radikal adalah pilihan pengobatan. Angka harapan hidup pasien-pasien yang diterapi dengan radikal radioterapi berkisar antara 20-40%. Pasien dengan rekurensi sentral biasanya memiliki prognosis yang lebih baik daripada rekurensi pada dinding pelvis1.
Pilihan terapi untuk pasien yang mengalami relap pada pelvis setelah terapi bedah primer adalah radiasi radikal atau eksenterasi pelvis (tabel 3). Angka harapan hidup berkisar antara 6 – 77%. Pasien dengan kekambuhan di daerah sentral memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan penyebaran sampai dinding panggul. Pasien dengan kekambuhan di daerah sentral (central recurrence) memiliki harapan hidup 10 tahun sebesar 77% untuk tumor yang non palpable, 48% untuk tumor dengan ukuran < 3 cm, sedangkan untuk ukuran tumor > 3 cm, tidak ada pasien yang dapat bertahan lama. Faktor prognosis yang paling menentukan harapan hidup setelah terapi radiasi adalah interval bebas penyakit, lokasi kekambuhan (central versus pelvic side wall recurrence) dan ukuran tumor. Dosis radiasi yang lebih besar dapat diberikan dengan brachytherapy dan akan meningkatkan penekanan pertumbuhan tumor bagi pasien dengan tumor bervolume kecil di daerah sentral. Pasien dengan tumor bervolume besar di daerah sentral atau penyebaran sampai dinding pelvis memiliki prognosis yang buruk4.
Saat ini telah tersedia penelitian fase II menggunakan terapi gabungan radiasi dan kemoterapi. Tampaknya kemoradiasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan radiasi saja. Berdasarkan beberapa penelitian uji klinis secara random terbukti keunggulan kemoradiasi dengan cis platin pada karsinoma serviks st adium IB2 sampai IVA.
2. Setelah radioterapi definitif
Gambaran klinis memperlihatkan rekurensi post radioterapi adalah nyeri, perdarahan, bulky atau noduler servik, tumor abnormal sitologi servik pada 6 bulan, atau adanya lesi baru pada pemeriksaan dalam. Sebagian besar pasien yang mengalami relap di daerah lokal setelah terapi dengan radioterapi bukan kandidat bagi radioterapi lanjut, dan terapi dengan bedah eksenterasi adalah terapi kuratif yang dapat diambil (tabel 4).
Angka harapan hidup 5 tahun setelah terapi eksentererasi pelvis sebesar 30 – 60%. Identifikasi terhadap faktor klinis dan histopatologis yang dapat memperkirakan adanya kekambuhan dan harapan hidup setelah terapi eksenterasi pelvis dapat membantu dalam pemilihan pasien yang cocok untuk terapi eksenterasi pelvis. Faktor prognosis yang berhasil diidentifikasi termasuk interval bebas penyakit, ukuran tumor saat kambuh, dan kekakuan dinding pelvis sebelum operasi. Prognosisnya akan lebih bagus bila pasien memiliki interval bebas penyakit > 6 bulan, ukuran tumor < 3 cm, dan tidak ada kekakuan dinding pelvis. Usia tua bukan merupakan kontraindikasi terapi eksenterasi. Infiltrasi tumor hingga dinding pelvis akan sulit dicapai bila terjadi fibrosis hebat setelah radiasi. Trias adanya edema kaki unilateral, nyeri skiatik dan obstruksi ureter hampir selalu menunjukkan adanya tumor yang tidak mungkin lagi dilakukan eksenterasi sehingga hanya dapat diberikan terapi paliatif 4.
Semua wanita yang dicalonkan untuk dilakukan pembedahan eksenterasi membutuhkan konseling preoperatif mengenai pembedahan dan perawatan pasca operasi. Tindakan preoperatif salah satunya dengan cara mengeksklusikan pasien dengan metastasis jauh, sepertiga pasien yang menjalani terapi eksenterasi ternyata pada saat laparatomi terbukti tidak tepat untuk dilakukan eksenterasi karena penyebaran ke peritoneum, ke nodus limfatikus paraaorta dan dinding panggul. Angka mortalitas terapi eksenterasi harus kurang dari 10%4.
a. Sebagian kecil pasien dengan rekurensi terbatas pada pelvis yang tidak terfiksir pada dinding pelvis dan tanpa bukti metastasis ekstra pelvis, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan penyelamatan dengan histerektomi radikal. Ji et al (2004) telah melakukan pembedahan penyelamatan pada 47 dari 162 pasien yang mengalami rekurensi. Pasien diklasifikasikan menjadi 3 grup: tumor terbatas pada servik, tumor meluas ke jaringan sekitar (parametrium, uterus, vagina), dan tumor meluas melebihi jaringan sekitar tetapi terbatas pada pelvis. Dilaporkan angka harapan hidup 5 tahun adalah 22% vs. 9% vs. 4% untuk ketiga grup (p = 0,005). Angka harapan hidup 5 tahun seluruhnya adalah 29% vs. 3% (p = 0,0001) pada pembedahan vs tanpa pembedahan. Hasil ini mengimplikasikan bahwa deteksi dini pada rekuren karsinoma servik dan tindakan pembedahan penyelamatan pada rekurensi terbatas pada servik menghasilkan angka harapan hidup yang lebih baik.
b. Reiradiasi
Reiradiasi umumnya tidak mungkin dilakukan oleh karena potensial radiasi merusak kandung kemih dan rektum. Kemoterapi paliatif mungkin dapat dicoba.
c. Iradiasi Paliatif
Terapi radiasi dapat memberikan keuntungan paliatif pada pasien-pasien yang memperlihatkan gejala-gejala penyakit yang lanjut.
SIMPULAN
- kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang
- Karsinoma serviks rekuren tetap sebuah problem klinik yang sulit. Dan masih sedikit randomized clinical trials yang memberikan petunjuk dalam hal ini
- Prognosis karsinoma serviks residif bagaimanapun juga buruk
- Pilhan terapi tergantung kondisi pasien, lokasi kekambuhan/metastasis, luasnya metastasis, terapi sebelumnya.
- Kemoterapi dan bedah radikal sampai dengan eksenterasi pelvis masih di perlukan pada berbagai kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lee Hsueh Ni, et all. The oncologic management of carcinoma cervix after primary treatment failure, Indian J Palliative Care I Vol 11 no 2 December 2005
2. Anonim, Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi, Yayasan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006.
3. Chyong-Huey Lai, MD, Management of Recurrent Cervical Cancer, Chang Gung Med J Vol. 27 No. 10 October 2004
4. Michael Friedlander, Guidelines for the Treatment of Recurrent and Metastatic Cervical Cancer The Oncologist 2002;7:342-347 www.TheOncologist.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar