Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai, ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu. Kasus ini terjadi sekitar 1% - 2% dari keseluruhan kehamilan dan 30% - 40% berhubungan dengan persalinan kurang bulan.1 Bila kondisi tersebut ditangani secara konservatif dengan mempertahankan kehamilan dalam waktu lama ternyata menimbulkan berbagai risiko. Risiko yang berhubungan dengan ketuban pecah dini dalam waktu lama adalah infeksi ibu dan janin, kompresi tali pusat, tali pusat menumbung, defomitas janin, hipoplasi pulmo, hal tersebut berkaitan dengan umur kehamilan saat ketuban pecah. Beberapa peneliti menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya solusio plasenta.2,3,4
Solusi plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasinya yang normal sebelum janin lahir dan setelah umur kehamilan 28 minggu. Frekuensinya berkisar 0,5 – 1%.5,6 Solusi plasenta merupakan salah satu penyebab kematian oterbanyak leh karena perdarahan (19%) dibandingkan penyebab perdarahan lainnya seperti ruptur uteri (16%), atonia uteri (15%), koagulopati (14%), dan penyebab perdarahan antepartum yang lain seperti plasenta previa.7 Faktor risiko solusi plasenta adalah preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan, merokok dan riwayat solusi plasenta sebelumnya. Ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan ternyata menunjukkan risiko relatif tinggi yaitu 2,4 – 3%.5
Tabel 1. Faktor risiko solusi plasenta
Faktor Risiko | Risiko Relatif (%) |
Preeklampsia | 2,1 – 4,0 |
Hipertensi Kronik | 1,6 – 3,0 |
Ketuban pecah dini pad akehamilan kurang bulan | 2,4 – 3,0 |
Merokok | 1,4 – 1,9 |
Riwayat solusi plasenta sebelumnnya. | 10 – 25 |
Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Kurang Bulan
Pecahnya ketuban pad aakhir kehamilan (cukup bulan) disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban secara alami atau akibat kekuatan kontraksi uterus dan perenggangan berulang. Sebelum kehamilan cukup bulan, sering disebabkan oleh infeksi. Faktor-faktor lain yang berkaitan antara lain riwayat persalinan kurang bulan sebelumnya, keadaan sosial ekonomi rendah, penyakit menular seksual, merokok. Infeksi merupakan komplikasi ketuban pecah dini yang paling banyak diteliti. Periode laten, yaitu jarak antara ketuban pecah dengan terjadinya persalinan, pad akehamilan 20-26 minggu adalah 12 hari, sedangkan pada umur kehamilan 32-34 minggu adalah 4 hari.1
Gejala ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan encer dari vagina, pasien merasa basah terus menerus pada pakaian dalamnya. Pemeriksaan dengan spekulum terlihat dari serviks menunjukkan cairan keluar dari orificium uteri eksternum. Bila diperiksa cairan tersebut menunjukkan pH alkalis. Pemeriksaan secara mikroskopis cairan yang dikeringkan di atas gelas objek menunjukkan pola karakteristik daun pakis.1
Manajemen ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan. Pada kehamilan kurang bulan manajemen dengan mempertahankan kehamilan banyak dikerjakan. Pada beberapa kasus dengan cara tersebut diharapkan selaput ketuban akan pulih dan kebocoran cairan berhenti. Terapi medikamentosa yang diberikan adalah antibiotik untuk pencegahan infeksi, pemberian kortikosteroid untuk mempercepat maturitas paru janin, dan pemberian tokolitik untuk menghentikan persalinan.1
Patogenesis Solusi Plasenta
Solusio plasenta diawali terjadinya perdarahan dalam desidua basalis. Desidua kemudian retak atau robek terlepas dari lapisan tipis yang melekat endometium, selanjutnya hematom desidua yang makin membesar menyebabkan pemisahan, penekanan dan destruksi plasenta di dekatnya.5 Bila darah mencapai tepi plasenta dan merembes di antara selaput ketuban dan dinding uterus maka darah akan keluar melalui serviks. Jika tidak terjadi pemisahan selaput ketuban, akan terjadi kerusakan jaringan plasenta dan intravasasi darah ke dalam miometrium bahkan terjadi bekuan di peritoneum sehingga timbul gejala yang dikenal dengan uterus Couvelaria.6 Pada beberapa kasus terjadi ruptur arteri spiralis desidua yang menyebabkan hematom retroplasenta, dan menyebabkan pelepasan plasenta. Daerah yang terlepas makin meluas sehingga mencapai tepi plasenta. Uterus yang distensi karena masih ada produk kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh darah yang robek.5
Solusi plasenta menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi, yaitu koagulasi intravaskular menyeluruh (Disseminated Intravascular Coagulation/DIC), gagal ginjal akut dan perdarahan post partum. Terlepasnya thromoplastin-like substances dari tempat plasenta yang rusak dan masuk ke sirkulasi darah akan mengawali proses DIC. Gagal ginjal akut terjadi akibat iskemia renal karena terjadi hipovolemi akibat perdarahan, refleks spasme pembuluh darah ginjal akibat distensi mendadak uterus, sumbatan kapiler glomerulus oleh mikrotrobus akibat terjadinya DIC, atau akibat kelainan ginjal karena hipertensi. Pada stadium awal terjadi iskemia renal bersifat sementara selanjutnya bila terjadi nekrosis korteks sudah bersifat menetap. Perdarahan post partum terjadi karena atonia uteri atau destruksi miometrium, DIC, dan anemia.6
Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Kurang Bulan dan Solusio Plasenta
Beberapa penelitian melaporkan terjadinya lima kali lipat insiden solusio plasenta pada kasus ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan.2,3,4 Penelitian Major et al mendapatkan perbedaan bermakna terjadinya solusio plasenta sebesar 5,7 % pada pasien dengan ketuban pecah dini pada umur kehamilan 20 – 36 minggu dibandingkan pada kehamilan normal (0,9%).8 Peneliti lain mendapatkan insiden solusio plasenta sebesar 5,6 % pada pasien dengan ketuban pecah dini pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu dan lama ketuban pecah lebih 24 jam, dan hal ini secara bermakna lebih tinggi dibandingkan penderita tanpa ketuban pecah dini (1,4%).3 Ketuban pecah dini dalam jangka waktu lama merupakan etiologi pasti solusio plasenta pada penelitian di Kanada yang melibatkan 36.875 persalinan untuk meneliti faktor sosiodemografik, antropometrik, kebiasaan, dan patologik sebagai etiologi pasti solusio plasenta.9 suatu meta analisis yang dilakukan oleh Ananth el al dengan meneliti 54 peneliti mengenai solusio plasenta mendapatkan hubungan kuat antara solusio plasenta dengan ketuban pecah dini. Penderita dengan ketuban pecah dini mempunyai risiko komplikasi solusio plasenta tiga kali lipat dibadingkan kehamilan normat.10
Mekanisme etiopatologik yang terlibat dengan kejadian solusio plasenta pada ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan masih sedikit dipahami. Nelson et al menduga bahwa kebocoran cairan setelah ketuban pecah akan menimbulkan disproporsi antara permukaan plasenta dan uterus, menyebabkan lepasnya plasenta dari lapisan spongiosa desidua. Hipotesis ini juga menerangkan mengapa lepasnya plasenta terjadi secara alami pada kala III persalinan setelah terjadi dekompresi uterus pada kasus polihidramnion dan setelah kelahiran janin pertama pada kehamilan kembar. Lebih lanjut hal ini menerangkan mengapa penderita tanpa riwayat perdarahan vaginal sampai jangka panjang pada manajemen ekspektansi, menimbulkan dugaan bahwa solusio plasenta bisa terjadi setelah ketuban pecah dengan dekompresi uterus kronik akibat kebocoran cairan.2 Suatu penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara beratnya oligohidramnion dengan insiden solusio plasenta dan insiden solusio plasenta dengan ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan. Pada penelitian tersebut 25% kasus solusio plasenta terjadi karena dekompresi akut yang terjadi 24 jam pertama setelah ketuban pecah.5 Peran dekompresi uterus dan disproporsi antara permukaan plasenta dan uterus pada kasus ketuban pecah dini pada kehamilan preterm memang masih perlu diteliti lebih lanjut. Episode perdarahan sebelum maupun setelah ketuban pecah merupakan predisposisi untuk berlanjut menjadi solusio plasenta pad akasus ketuban pecah dini.3,8
Dugaan lain mekanisme yang berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya infeksi sekunder pada desidua akibat ketuban pecah dini yang mempermudah lepasnya plasenta. Terdapat bukti secara histologik hubungan antara khorioamnionitis dengan solusio plaenta.11
Sekitar 70% pasien setelah ketuban pecah akan masuk dalam persalinan dalam waktu 24 jam dan sekitar 95% masuk dalam persalinan dalam waktu 72 jam. Periode laten yaitu sejak ketuban pecah sampai kelahiran meningkat berbanding terbalik dengan umur kehamilan, misalnya pad aumur kehamilan 20 – 26 minggu rata-rata periode laten hanya 4 hari.1 beberapa faktor klinis diteliti untuk mengetahui faktor mana yang bermakna atau berhubungan untuk memprediksi terjadinya solusio plasenta pada kasus ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan. Umur kehamilan dan periode laten ternyata tidak bermakna.4,8 Lamanya periode laten merupakan faktor klinis yang penting dalam manajemen mempertahankan kehamilan. Penelitian Major et al mendapatkan bahwa rerata periode laten pada kasus ketuban pecah dini kehamilan kurang bulan yang disertai solusio plasenta adalah 13 hari, dan walaupun ini lebih lama daripada kasus yang sama tapi tidak disertai solusio plasenta (10 hari) tetapi ternyata perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.8 Pad apenelitian tersebut juga indeks air ketuban bukan merupakan faktor klinis yang bermakna, tetapi penelitian lain mendapatkan hasil bahwa terjadinya oligohidramnion dengan indeks air ketuban kurang dari 1 cm berhubungan dengan meningkatnya risiko solusio plasenta.4 Faktor klinis yang paling berhubungan pada kasus tersebut adalah adanya perdarahan vaginal baik sebelum maupun ketuban pecah.8
Mempertahankan kehamilan adalah merupakan manajemen pilihan untuk kasus ketuban pecah dini pad akehamilan kurang bulan. Sampai seberapa lama periode laten yang perlu diwaspadai untuk timbulnya solusio plasenta belum ada penelitian yang melaporkan hal tersebut. Tetapi apabila tindakan mempertahankan kehamilan tersebut dilakukan dalam jangka waktu lama, maka klinis harus mewaspadai akan timbulnya solusio plasenta, terutama bila kasus tersebut disertai dengan perdarahan vaginal baik sebelum maupun setelah ketuban pecah.
Ringkasan
Ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan merupakan faktor predisposisi timbulnya solusio plasenta. Manajemen kasus tersebut dengan mempertahankan kehamilan terutama dalam jangka lama kasus diwaspadai, terutama bila disertai dengan episode perdarahan vaginal. Mekanisme etiopatologik yang terlibat pad akasus tersebut diduga karena adanya kebocoran cairan setelah ketuban pecah akan menimbulkan disproposisi antara permukaan plasenta dan uterus, menyebabkan lepasnya plasenta dari lapisan spongiosa desidua, juga kebocoran cairan akan menyebabkan dekompresi uterus kronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar