Penerapan sistem rujukan merupakan bagian penting dalam pelaksanaan program safemotherhood ataupun MPS (Making Pregnancy Safer) demikian pula dalam mecapai MDGs 2015. Program-program ini semuanya bertujuan memperbaiki kesehatan maternal yang sampai saat ini masih terpuruk. Dalam perbaikan kesehatan maternal penghitungan angka kematian lebih mudah daripada kita menghitung angka kesakitan.
Departemen Kesehatan,(1996,2008) membuat strategi untuk mempercepat penurunan RKM dan mengatasi hambatan-hambatan dalam deteksi dan penanganan risiko tinggi. Estimasi kehamilan dengan risiko tinggi (bumil risti) adalah 15-20% dari jumlahseluruh ibu hamil dan diharapakan akan terjaring dalam sistem rujukan. Strategi operasional tentang rujukan adalah kerjasama antara Pemeritah (Pusat, Propinsi, serta Kabupaten/Kota), Organisasi profesi (IDI, IBI, POGI, Organisasi wanita, LSM) dan Peran serta masyarakat.
Strategi ini mencakup semua kegiatan mulai :
1. Pergerakan Tim Kabupaten
2. Pengembangan daerah binaan
3. Penerapan penjagaan mutu pelayanan KIA
4. Peningkatan KIE
5. Pemantapan peran serta masyarakat.
Rochyati (2004), mengatakan bahwa sistim rujukan paripurna terpadu Kabupaten/Kota adalah suatu sistim pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul secara horizontal maupun vertikal, pengiriman kasus, pelayanan, pendidikan, dan penelitian.
Dalam pengertian operasional sistim rujukan paripurna terpadu adalah suatu tatanan dimana berbagai komponen dalam jaringan pelayanan kebidanan berinteraksi timbal balik dari pelayanan dasar, PKM PONED, RS PONEK, Bidan di desa, Dokter/Bidan PKM, Dr. SpOG, Dr. SpA sehingga penggunaan sumber daya kesehatan akan efektif dan efisien, serta biaya yang sesuai.
Sistim rujukan paripurna terpadu ini mempunyai tujuan umum:
a. Menjembatani pelayanan dasar di pedesaan dengan pusat rujukan sehingga kesenjangan antar fasilitas kesehatan akan hilang
b. Meningkatkan pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan efisien dan efektif.
Tujuan spesifik adalah:
a. Program:
1. Mendapat dukungan PEMDA untuk manajerial kesehatan dan non-kesehatan dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan Desa Siaga (DESI)
2. Meningkatkan Rujukan terencana dan Rujukan tepat waktu
b. Operasional
1. Mengenal Ibu Risiko Tinggi (Risti) yaitu Gawat Obstetrik (GO) 15-20% dari seluruh ibu hamil ataupun Gawat Darurat Obstetrik (GDO) 5%.
2. Menyamakan persepsi, langkah dan perilaku paradigma sehat dengan pencegahan pro-aktif antisipasif gterhadap komplikasi persalinan dan kematian/ kesakitan ibu dan atau bayi.
3. Melakukan pengambilan keputusan Rujukan yang aman
Konsep dari rujukan ini berdasar pada:
1. Strategi pendekatan risiko dan Primary Health Care (WHO, 1978)
2. Safe Motherhood Initiative (Nairobi, 1987) , upaya keselamatan ibu dan bayi baru lahir
3. Making Pregnancy Safer (WHO, 2000)
Dalam praktek kita sehari-hari, rujukan ibu hamil dapat dilakukan dengan cara
1. Rujukan terencana yang dapat dilakukan sebagai :
a. Rujukan Dini Berencana (RDB) yaitu rujukan ibu risti yang disiapkan/direncanakan jauh sebelum hari persalinan oleh tenaga kesehatan (Nakes), Bumil- Keluarga ke PKM PONED atau Ke RS PONEK
Hal ini bertujuan sebagai 1). pengendalian, pencegahan proaktif antisipatif terhadap prediksi penyulit persalinan 2) Kesiapan mental, biaya, transportasi 3) Persalinan Aman- Ibu dan bayi selamat
b. Rujukan Dalam Rahim (RDR), ditujukan bagi ibu dengan riwayat obstetrik yang jelek. Pada saat hamil dirujuk untuk mengetahui penyebab kegagalannya, menjelang proses persalinan dirujuk lagi untuk mengelola proses persalinannya, karena rahim akan lebih aman sebagai alat transportasi yang baik dan inkubator yang baik pula bagi janin
2. Rujukan tepat waktu (RTW)
Pada saat ini sudah terjadi GDO (Gawat Darurat Obstetrik), memerlukan pelayanan emergensi dimana pra tindakan kadang memerlukan stabilisasi pasien, perawatan RS lebuh lama dan mahal. Bila tepat- semua fasilitas lengkap maka bayi idan ibu selamat tetapi bila tidak bayi dan ibu akan meningkat RKM-nya ataupun Angka Kesakitannya.
Dari berbagai pengalaman dalam menanggulangi kematian maternal dan neonatal dibanyak negara, para pakar kesehataan menganjurkan upaya pertolongan yang difokuskan pada periode intrapartum (Adriaansz,G 2008). Fokus pada periode intrapartum ternyata berhasil di Thailand sehingga pada 1984 RKM hanya 50/ 100.000 kelahiran hidup, Malaysia dan Sri Lanka pada tahun yang sama RKM hanya 50% dari sebelumnya. Keberhasilan ini ternyata dicapai dengan berbagai upaya dan faktor pendukung jangka panjang seperti pelatihan tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan rujukan yang disertai jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan, sistim jaga mutu dan perbaikan system kinerja serta manajemen informasi yang baik.
Andriannz, G 2008, menulis bahwa sisi baik dari pelayanan intra partum adalah pelayanan yang tidak membutuhkan perubahan radikal pada sumberdaya dan proses pelayanan tetapi lebih pada pemilihan periode kritis yang akan membawa dampak bermakna terhadap upaya penurunan RKM/AKI dan mengedepankan akses serta kualitas pelayanan pada daerah atau negara dengan sumberdaya terbatas. Secara umum , pelayanan ini dapat dilaksanakan diberbagai jenjang fasilitas mulai dari fasilitas primer hingga rumah sakit rujukan, merupakan bagian dari pelayanan rutin difasilitas kesehatan, kemampuan untuk menanggulangi masalah kesehatan disesuaikan dengan jenjang dan sumberdaya yang ada (APN, PONED, PONEK) dan menggunakan transportasi (rujukan) yang ada.
Pelayanan kesehatan tidak saja pada persalinan saja tetapi mencakup pula aspek pendukung seperti kesigapan petugas mengenali secara dini dan antisipasi komplikasi atau gawat darurat persalinan, rujukan optimal dan tepat waktu serta penanganan segera dan adekuat difasilitas rujukan.
Para pakar percaya bahwa fokus pada periode intrapartum akan dapat mencapai target AKI/RKM dibawah 200/100.000 KH (Kelahiran Hidup) pada tahun 2015. Fokus periode intrapartum perlu dukungan 24 jam pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan, bila tidak fokus maka pelayanan intrapartum akan gagal. Yang tidak dapat dipungkiri adalah masih adanya fasilitas rujukan yang belum dapat 24 jam melayani pasien serta perilaku tenaga kesehatan yang belum paham arti/perjalanan proses persalinan .
Apabila kita menekankan periode intrapartum maka kita harus paham betul dan menghayati pengertian sistem rujukan dalam bidang obstetri dan ginekologi, karena rujukan bukan sekedar mengirim pasien ke rumah sakit tetapi harus tahu apa konsekuensinya secara keseluruhan.
Keefektifan RTW (Rujukan Tepat Waktu) atau fokus pada proses intrapartum telah dibuktikan dibeberapa Negara seperti Sri Lanka, Thailand dll.
Murray SF dkk (2001), mengatakan bahwa untuk mencapai sistem referral yang efektif perlu suatu instrument:
1. Adanya Pusat Sistem Rujukan yang baik
2. Komunikasi 2 arah secara lisan maupun tulisan
3. Tansportasi yang tersedia dan terencana
4. Protokol yang disepakati untuk deteksi dini adanya penyulit
5. Tenaga yang terlatih
6. Kerjasama tim antar tingkat referral (Bidan,PKM dan RSUD)
7. Sistim catatan medik yang seragam
8. Mekanisme yang jelas sehingga tidak ada bypass dalam sistem referral seperti informasi yang jelas tentang arti rujukan, biaya dll
Delapan instrumen ini hanya sebagai pemandu saja, dimana pada pelaksanaannya untuk tiap daerah tidak sama dalam kombinasi instrument ini. Demikian pula untuk masing-masing daerah tentunya ada hal yang spesifik yang dapat dipakai untuk meningkatkan keefektifan sistem referal.
Pembe AB dkk (2010) dalam penelitiannya di Tanzania tentang efektivitas dalam sistem rujukan ibu hamil menyatakan bahwa hambatan yang paling banyak terjadi karena faktor demografi, transportasi dan biaya.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2006, melalui SK MenKes No.331/MenKes/SK/V/2006 tentang Renstra DepKes 2005-2009 diantaranya menjelaskan bahwa strategi pemantapan rujukan melalui:
1. Reorientasi DinKes/RS Kabupaten/Kota
2. Perbaikan Mutu Pelayanan Klinik dan Non Klinik
3. Mobilisasi sumberdaya
4.Perbaikan sistem jaringan Informasi, Rujukan serta Manajemen
5. Perbaikan Manajemen DinKes Kab./Kota/RS
6. Pelatihan
7. Monitoring, Evaluasi, Perbaikan
8. Perbaikan kordinasi inter-sektoral
9. Kesinambungan kelembagaan
10.Penyusunan kesepakatan strategi manajemen.
Pada 2008, melalui Kepmenkes no: 828/MENKES/SKIX/2008, dijelaskan secara rinci tentang definisi operasional apa yang harus dicapai dalam melayani ibu hamil, melahirkan serta nifas mulai dari langkah kegiatan serta target yang harus dicapai.
Murray SF, Pearson SC (2006), kunci untuk mencapai sukses dalam sistem rujukan amat kompleks, walaupun telah terbukti bahwa ada keuntungan bila seorang wanita dengan penyulit persalinan, dapat dengan cepat mencapai pusat pelayanan dan mendapat pelayanan yang optimal. Dalam prakteknya sistem rujukan sampai saat ini belum baik dalam pencatatan dan pelaporan, demikian pula belum ditunjang teori yang baik pula. Untuk itu perlu ditunjang penelitian sosial dan klinik, untuk menutup kesenjangan dan kelangkaan literatur. Perlu dipertimbangkan pula perbedaan konsep sistem rujukan yang secara hirarki, yaitu sistem rujukan piramid yang banyak diketemukan dalam dokumen resmi dengan fakta bahwa banyak pasien yang tidak mungkin memakai cara ini seperti pasien dinegara berkembang karena geografis maupun hal lain. Walaupun sistem rujukan dapat dibuat universal tetapi patut juga sistem rujukan dibuat sedemikan rupa ,sehingga faktor lokal juga diperhatikan, mulai geografis, budaya, sosioekonomi , agama dll.
Hussein J dkk (2010), menjelaskan lebih lanjut mengenai 3 terlambat yang dikemukakan Tahddeus & Maine pada 1994, pada fase I dipengaruhi juga oleh jarak dan dana yang dipunyai pasien. Pada Fase II menyangkut faktor transportasi dan biaya serta sistim komunikasi, sedangkan fase III adalah paling kompleks karena menyangkut pelayanan persalinan seperti sumber tenaga, perilaku dan ketrampilan tenaga kesehatan, perlengkapan alat, obat dan kemudahan mendapat darah, serta struktur manajemen yang mengelola rumah sakit. Fase ke 3 terlambat inilah yang amat berpengaruh dalam sisirem rujukan, karena pelaksanaannya amat komplek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar