Kamis, Januari 19, 2012

Kaitan Antara Serat, Lemak, dan Hormon Androgen

seratserat1serat2

Semua hormon steroid mamalia dibentuk dari kolesterol lewat pregnenolon melalui serangkaian reaksi yang terjadi di dalam mitokondria atau retikulum endoplasma sel adrenal (Murray et al.s, 2003). Androgen adrenal dibuat dari kortikoid C-21 dan secara langsung juga dari kolesterol (Turner et al., 2003).

Penelitian yang dilakukan Hamalainen (1984) mengenai efek pengaturan asupan lemak terhadap kadar hormon seks serum pada 30 pria sehat berusia 40-49 tahun. Kadar hormon seks serum subjek diukur setelah 2 minggu mengonsumsi diet seperti biasanya, yaitu 40% kalori berasal dari lemak. Dan setelah 6 minggu diintervensi dengan diet yang mengandung 25% kalori dari lemak kemudian diukur kadar hormon seksnya. Hasilnya, konsentrasi serum androstenedion dan kadar total testosteron bebas mengalami penurunan.

Pengendalian lipida darah dapat dilakukan dengan mengurangi asupan, mengurangi sintesis, atau menaikkan ekskresi lipida. Serat pangan mempunyai kemampuan mengikat molekul organik misalnya asam empedu, kolesterol, dan toksin. Diet tinggi serat diyakini dapat membantu menurunkan kolesterol, meskipun tidak semua serat memiliki efektivitas yang sama (Marsono, 2004).

Menurut Marsono (2004), ada lima mekanisme untuk menjelaskan mengapa serat pangan dapat menurunkan kolesterol, yaitu:

a. Serat pangan dapat meningkatkan ekskresi empedu

b. Serat pangan menghambat absorbsi kolesterol

c. Serat pangan menurunkan availabilitas kolesterol karena kemampuannya untuk mengikat senyawa organik

d. Asam lemak rantai pendek (SCFA) yang dihasilkan dalam fermentasi serat dapat mencegah sintesis kolesterol

e. Serat pangan dapat menurunkan densitas energi makanan sehingga mengurangi sintesis kolesterol

Serat, khususnya serta larut air bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol darah karena mempunyai kemampuan untuk mengikat lemak, kolesterol dan asam empedu. Akibatnya, asam empedu di dalam hati berkurang. Untuk memproduksi asam empedu yang hilang, hati akan menarik kolesterol dari darah sehingga kadar kolesterol darah akan menurun (Montgomery, 1983).

Serat makan dapat mengikat dan meningkatkan pengeluaran sterol feces dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Peningkatan asam empedu feces atau kolesterol yang hilang dapat menyebabkan penurunan kolesterol plasma sekitar 10-25% (Linder, 1985). Penelitian Ulrich et al. (1981) menunjukkan bahwa diet tinggi serat efektif menurunkan konversi asam empedu dan kolesterol menjadi metabolitnya melalui peningkatan ekskresi steroid pada fekal.

Menurut penelitian Wang et al. (2005), diet rendah lemak dan tinggi serat dapat mengurangi kadar androgen. Mekanisme tentang bagaimana intake lemak mempengaruhi metabolisme androgen belum begitu jelas. Namun diet tinggi lemak biasanya rendah serat. Padahal serat dapat mengurangi reabsorbsi hormon steroid dengan mengekskresikannya melalui saluran pencernaan dengan mengubah aktivitas enzim penghidrolisis steroid atau mengubah mikroflora usus secara kualitatif. Selain itu, menurut penelitian yang lain, intake serat memberikan korelasi positif antara level sex hormone – binding globulin (SHBG) pada wanita (Adlercreutz et al., 1993 dalam Wang et al., 2005) dan pada pria (Longcope et al., 2000 dalam Wang et al., 2005).

Meskipun serat resisten terhadap enzim pencernaan manusia, namun di ileocaecal komponen serat mampu didegradasi oleh enzim bakteri. Fermentasi serat oleh enzim bakteri dapat mengubah pH koloni atau kondisi redoks yang akan mempengaruhi aktivitas enzimatik bakteri sehingga terjadi perubahan metabolisme steroid dan substansi lainnya (Ulrich et al., 1981 dalam Kay, 1982).

Pada peneltian Miettinen et al. (1977) subjek mengalami peningkatan ekskresi steroid pada fesesnya setelah mengonsumsi 40-50 gram pektin.Pada penelitian lain juga menunjukkan peningkatan ekskresi total steriod setelah menambah 15 gram pektin dalam dietnya (Kay et al., 1977). Sedangkan menurut Chandalia et al. (2000) penurunan kolesterol dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan serat larut air sebanyak 17 g/gari.

Selain itu, menurut Shultz et al. (1986) dalam penelitian in vitro terdapat ikatan signifikan antara estrogen dan androgen dengan serat alami dan purifikasi (selulosa atau lignin). Lignin menjadi komponen penting dalam interaksi dengan hormon steroid. Lignin merupakan komponen struktural serat tidak larut air yang mampu berikatan dengan hormon steroid. Penemuan tersebut mendukung hipotesis bahwa diet serat dapat mempengaruhi metabolisme estrogen dan androgen dengan mengubah sirkulasi enterohepatik dan mengikatnya kemudian diekskresikan ke fekal (Whitten et al., 1988 dalam Ross et al., 1990).

Pengaruh konsumsi dietary fiber pada kadar kolesterol tinggi telah dibuktikan pada pasien sukarelawan, yang kemudian juga dibuktikan pada hewan percobaan, bahwa pasien yang memiliki kandungan kolesterol tinggi tetapi rendah konsumsi serat bahan makanan, dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber akan nyata turun kadar kolesterol dalam darahnya. Fungsi dietary fiber dalam hal ini ternyata melibatkan asam empedu (bile acid). Pasien dengan konsumsi serat yang tinggi dapat mengeluarkan lebih banyak asam empedu, juga lebih banyak sterol dan lemak dikeluarkan bersama feses; serat-serat tersebut ternyata mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol, dan lemak (Winarno, 2002).

Mekanisme reduksi konsentrasi kolesterol plasma yang dipengaruhi oleh peningkatan intake serat saat ini masih kontroversial. Peningkatan ekskresi asam empedu dapat menjelaskan mekanisme ini, dan reduksi absorbsi kolesterol memiliki kontribusi dalam penemuan ini. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa konsumsi pektin, oat bran, dan perpaduan diet serat larut air dengan serat tidak larut air dapat meningkatkan ekskresi asam empedu (Chandalia et al., 2000).

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...