Vagina merupakan bagian tubuh yang dibutuhkan terutama untuk melakukan senggama, jalan lahir, dan tempat ekskresi cairan terutama darah haid. Kelainan kongenital berupa tidak adanya sama sekali vagina atau sebagian tertentu akan menimbulkan masalah dan seringkali memerlukan rekonstruksi vagina buatan.1 Agenesis vagina merupakan suatu kelainan yang jarang terjadi. Insidensi berkisar antara 1 per 4000 sampai 1 per 10.000 wanita. Etiologi dari agenesis vagina belum jelas. Secara embriologi diketahui bahwa terjadi gangguan perkembangan fusi duktus muller pada minggu ke sembilan dari haid terakhir. Sehingga menyebabkan kelainan dari uterus, serviks dan vagina mengakibatkan tidak terbentuknya uterus dan vagina. Kedua ovarium, dimana embriologinya terpisah, biasanya mempunyai struktur dan fungsi yang normal.2-6
Pasien dengan agenesis vagina mempunyai kariotipe normal 46,XX dengan fenotipe wanita normal, dan fungsi oosit dan hormon ovarium yang normal. Masa pubertas dan pembentukan ciri seks sekunder berlangsung normal kecuali masa menarkhe yang tidak terjadi. Keluhan inilah yang dirasakan langsung pertama kali selain itu timbul keluhan lain setelah menikah misalnya gangguan dalam bersanggama.2-3,7-9
Penegakan diagnosis agenesis vagina dilakukan dengan pemeriksaan dalam rektal, ultrasonografi, MRI untuk melihat adakah derivat duktus mülleri terutama serviks dan uterus.7 Pemeriksaan IVP penting untuk evaluasi sistem urologi. Pada kelainan agenesis vagina didapatkan kelainan traktus urinarius kira-kira 15-20% berupa ektopik ginjal, ginjal pelvis dan kelainan kalises ginjal. 1,6
Pemeriksaan kadar hormon dan sitogenetik juga perlu dilakukan serta pada keadaan dimana terdapat keraguan dalam menentukan jenis kelamin.2,10
Kelainan kromosom antara lain berupa kelainan jumlah kromosom (misal triploidi, aneploidi), kelainan struktur kromosom akibat ketidakseimbangan saat penyusunan kembali kromosom tersebut (misal delesi, duplikasi, kromosom cincin, isokromosom, kromosom disentrik).5,9
Tujuan pengelolaan agenesis vagina yaitu untuk memperbaiki fungsi sexual dengan membuat vagina baru, dengan mengoreksi kelainan anatomis yang ada bila memungkinkan dan mengurangi beban psikologis penderita. Sehingga fungsi vagina dapat dipulihkan terutama untuk sanggama seperti suami isteri yang normal.2,3,10
Penanganan agenesis vagina dapat dilakukan dengan tanpa pembedahan (konservatif) dan dengan pembedahan.3,7 Pembedahan teknik Mc Indoe adalah yang paling sering dilakukan. Dilakukan dengan membuat neovagina dan dilakukan penutupan pada dinding vagina dengan cara tandur kulit (split-thickness skin graft, STSG). STSG yang biasa digunakan antara lain dengan selaput ketuban, peritoneum, colon, jaringan labia, digunakan sebagai pelapis protesis yang akan dimasukkan ke dalam vagina buatan. Keuntungan menggunakan kulit ketuban adalah tidak menimbulkan jaringan parut dan tidak menyebabkan nyeri pada bagian tubuh yang diambil kulitnya, serta waktu tercapainya epitelisasi vagina baru lebih cepat. Beberapa peneliti memperlihatkan dalam waktu 8–10 minggu epitel yang terbentuk secara histologis mirip dengan epitel vagina normal. Selain itu kulit ketuban tidak menimbulkan histokompatibilitas antigen sehingga tidak ditolak oleh tubuh, dan dipercaya pula memiliki kemampuan anti bakteri sehingga akan melindungi luka.7,9-11
Angka keberhasilan teknik Mc Indoe cukup memuaskan sekitar 80-100%, komplikasi serius menurun seiring dengan perkembangan teknik dan pengalaman.1,3 Infeksi operasi, hematom, fistula, perdarahan dan gagalnya tandur dimana terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang memerlukan operasi ulangan merupakan komplikasi yang terjadi pada teknik Mc Indoe dengan angka kejadian hanya sekitar 1-10% kasus.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Junisaf H. Penanganan kasus Agenesis Vagina (Anak, Remaja, Dewasa). Buku ajar Uroginekologi, 2002, FKUI/RSUPN-CM : 97-101
2. ACOG Committee Opinion. Nonsurgical Diagnosis and Management of Vaginal Agenesis. Obstet Gynecol 2002;100(1):213–6
3. Rock JA. Surgery for Anomalies of the Müllerian Ducts. In: Rock JA, Thompson JD, eds. Te Linde’s Operative Gynecology. 8th Ed. Lippincott–Raven Publishers; 1997:687–729
4. Speroft L, Glasse RH, Kase NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Willkins, 1999; 421-85, 341-79.
5. Van Lingen BL, Reindollar RH, Davis AJ, eds. Further evidence that the WT 1 gene does not a role in the development of the derivatives of the mullerian duct. file://A:/MDConsult-Journals5files/1.htm.
6. Spence J, Gervaize P, Jain S. Uterovaginal anomalies: Diagnosis and Current Management in Teens, 2003, Current Women”s Health Report, 3:445-450.
7. Attaran M, Gidwani G. Management of vaginal agenesis and nonobstructing vaginal septa. In: Gidwani G, Falcone T, eds. Congenital Malformations of the Female Genital Tract: Diagnosis and Management. Lippincott Williams & Wilkins; 1999:121–43.
8. Simpson JL. Disorders of the gonads, genital tract and genitalia. In: Rimoin DL, Connor JM, Pyeritz RE, Korf BR, eds. Emery and Rimoin’s Principles and Practice of Medical Genetics. Churchill Livingstone;2002:2315-51
9. Samsulhadi. Penatalaksanaan sindroma Mayer–Rokitansky–Küster–Hauser selama lima tahun (Januari 1991-Desember 1995) di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Majalah Obstetri Ginekologi ;1998;7(2):39–42
10. Yunizaf H. Vaginoplasti pada kelainan kongenital vagina. Konggres Obstetri dan Ginekologi Indonesia VII, Semarang ;1987:189–98
11. Setiamihardja S, Suryana EJ, Rahman IA, dkk. Rekonstruksi vagina menurut cara Mc Indoe. Abstrak Sidang Ilmiah Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia IV;1979:285
12. Conten FA, Grumbach MM. Abnormalities of sexual determination & differentiation. In : Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. International ed. New York : Lange medical books/McGraw-Hill, 1992; 698-736.
13. Conten FA, Grumbach MM. Kelainan dalam penentuan diferensiasi jenis kelamin. Dalam : Greenspam FS, Baxter JD. Endokrinologi dasar & klinik. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1987; 613-50.
14. Wiknjosastro H. Embriologi sistem alat-alat urogenital. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 27-19.
15. Jacoeb TZ. Endokrinologi & reproduksi pada wanita. dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 44-91.
Related Articles:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar