Perdarahan uterus disfungsional mendeskripsikan spektrum dari pola-pola perdarahan menstruasi abnormal yang dapat terjadi pada wanita-wanita anovulatorik tanpa penyakit medis atau patologi pelvis. Perdarahan anovulatorik dapat ditatalaksana secara efektif dan yakin dengan rejimen-rejimen terapi medis berdasarkan konsep fisiologi yang kuat. Rejimen-rejimen terapi yang dijelaskan di sini telah dites dan dirancang untuk mencapai dua tujuan spesifik namun berkaitan satu sama lain.
Yang pertama adalah untuk mengembalikan abnormalitas dari pertumbuhan dan perkembangan endometrium yang diakibatkan dari anovulasi kronik serta predisposisi untuk aliran menstruasi yang berlebihan dan lama. Tujuan terapi yang kedua adalah untuk memacu atau mengembalikan volume dan distribusi normal dari menstruasi siklik yang dapat diprediksi.
Mekanisme-mekanisme yang terlibat dalam perdarahan anovulatorik bervariasi, namun masing-masing mencerminkan suatu pola abnormal dari stimulasi hormon steroid, penyimpangan dari rangkaian yang mengkarakterisasi siklus menstruasi ovulatorik normal. Kunci untuk keberhasilan penatalaksanaan klinis dari perdarahan disfungsional adalah mengenali atau mengidentifikasi mekanisme-mekanisme yang bekerja atau bertanggungjawab. Perdarahan yang berkaitan dengan bermacam-macam patologi di dalam dan di luar saluran reproduksi dapat tersamar sebagai perdarahan anovulatorik. Suatu anamnesis riwayat menstruasi dan pemeriksaan fisik yang teliti biasanya memberikan sebagian besar informasi yang dibutuhkan untuk membedakan anovulasi dari penyebab-penyebab lain perdarahan abnormal. Jika patologi sangat dicurigai atau terapi untuk kecurigaan perdarahan disfungsional mengalami kegagalan, evaluasi tambahan diindikasikan namun juga harus langsung ke sasaran.
Perdarahan Menstruasi Normal
Adalah ovulasi atau, yang lebih spesifik, rangkaian terorganisir dari sinyal-sinyal endokrin yang mengkarakterisasi siklus ovulatorik, yang memberikan regularitas, prediktabilitas, dan konsistensi menstruasi. Endokrinologi dari siklus menstruasi normal dibahas secara detil dalam Bab 6. hanya sebagian besar konsep dasar dan karakteristik yang dirangkum di sini, dengan titik berat pada kejadian-kejadian utama dan mekanisme yang mengendalikan siklus endometrium serta volume dan durasi aliran menstruasi.
Selama fase folikuler dari siklus ovarium normal (berkaitan dengan fase proliferatif dari siklus endometrium), kadar estrogen meningkat, awalnya perlahan-lahan kemudian lebih cepat, karena folikel ovarium yang dominan muncul, tumbuh, dan matang. Sebagai respon terhadap estrogen tersebut, lapisan fungsional dari endometrium tumbuh kembali, setelah luruh selama menstruasi sebelumnya. Setelah ovulasi, korpus luteum yang berasal dari folikel ovulatorik terus menghasilkan estrogen, namun saat ini dan yang lebih penting, juga progesteron. Selama fase luteal dari siklus ovarium (berkaitan dengan fase sekretorik dari siklus endometrium), kadar estrogen dan progesteron meningkat bersamaan saat korpus luteum tumbuh menjadi matang. Sebagai respon terhadap kerja kombinasi dari estrogen dan progesteron, endometrium berubah dan diatur untuk datangnya serta implantasi dari hasil konsepsi yang diharapkan. Jika kehamilan dan peningkatan cepat dari kadar gonadotropin korionik manusia (hCG) tidak menstimulasi dan ‘menyelamatkan’-nya, korpus luteum mengalami regresi spontan dalam bentuk kematian sel yang telah diprogram sebelumnya. Begitu terjadi hal tersebut, kadar estrogen dan progesteron turun secara konstan, akhirnya menarik dukungan fungsional untuk endometrium. Menstruasi dimulai, menandai akhir dari satu siklus endometrium dan dimulainya siklus lain.
Dari sudut pandang endometrium, gambaran endokrin dari siklus ovarium cukup sederhana; jumlah hormon yang dihasilkan hampir tidak sepenting rangkaian dimana mereka muncul: estrogen, diikuti dengan estrogen dan progesteron, diikuti dengan withdrawal kedua hormon. Dari semua tipe hubungan hormon-endometrium yang berbeda, stimulasi dan withdrawal estrogen-progesteron menghasilkan endometrium yang paling stabil serta karakteristik menstruasi yang paling reproduksibel. Rangkaian tersebut begitu mengendalikan sehingga kebanyakan wanita ovulatorik mempunyai pola, volume, dan durasi aliran menstruasi yang dikenalinya sendiri dan diharapkan, yang sangat sering disertai oleh pola molimina premenstruasi yang sama konsisten dan dapat diprediksi (pembengkakan, perlunakan payudara, perubahan mood). Bahkan sedikit penyimpangan dari pola biasa dalam hal waktu, jumlah atau lama aliran dapat menyebabkan kekhawatiran. Perhatian teliti terhadap detil riwayat menstruasi dapat sangat membantu dalam membedakan perdarahan anovulatorik dari penyebab-penyebab lainnya.
Variasi dalam aliran menstruasi dan panjang siklus biasa terjadi pada usia reproduksi ekstrim, selama masa remaja awal dan sebelum menopause. Prevalensi dari siklus-siklus anovulatorik paling tinggi pada wanita-wanita berusia kurang dari 20 dan lebih dari 40. Menarke biasanya diikuti oleh siklus yang relatif panjang kira-kira 5-7 tahun, yang lamanya berkurang secara bertahap dan menjadi lebih teratur. Meskipun karakteristik-karakteristik siklus menstruasi biasanya tidak berubah selama usia reproduksi, panjang dan variabilitas siklus keseluruhan berkurang secara lambat. Biasanya, nilai rata-rata dari panjang dan rentang siklus mencapai titik terendah pada usia kira-kira 40-42. Selama 8-10 tahun berikutnya sebelum menopause, tren ini terbalik; baik panjang maupun variabilitas siklus rata-rata meningkat secara tetap karena ovulasi menjadi kurang teratur dan sering. Rata-rata panjang siklus lebih besar pada wanita-wanita dengan massa dan komposisi tubuh ekstrim; indeks massa tubuh yang tinggi dan rendah, massa tubuh yang gemuk dan massa tubuh yang kurus berkaitan dengan peningkatan rata-rata panjang siklus.
Secara umum, variasi dalam panjang siklus mencerminkan perbedaan dalam panjang fase folikuler dari siklus ovarium. Wanita-wanita yang punya siklus 25 hari mengalami ovulasi pada atau kira-kira pada hari 10-12, dan wanita-wanita yang punya siklus 35 hari mengalami ovulasi kira-kira 10 hari kemudian. Dalam beberapa tahun setelah menarke, fase luteal menjadi sangat konsisten (13-15 hari) dan tetap begitu sampai perimenopause. Pada usia 25 tahun, lebih dari 40% siklus panjangnya antara 25 dan 28 hari; dari usia 25 hingga 35 adalah lebih dari 60%. Meskipun hal ini merupakan interval antar menstruasi yang paling sering dilaporkan, hanya kira-kira 15% siklus pada wanita usia reproduksi yang benar-benar panjangnya 28 hari. Kurang dari 1% wanita punya siklus teratur yang berlangsung kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari. Kebanyakan wanita punya siklus yang berlangsung dari 24 hingga 35 hari, namun paling tidak 20% wanita mengalami siklus ireguler.
Durasi aliran menstruasi biasanya adalah 4-6 hari, namun untuk beberapa wanita (kira-kira 3%) menstruasi dapat berlangsung 2 hari atau 7 hari. Volume rata-rata dari kehilangan darah menstruasi kira-kira 30 mL; lebih dari 80 mL adalah abnormal. Aliran dapat berlebihan tanpa menjadi lama secara abnormal karena kebanyakan kehilangan darah menstruasi terjadi pada 3 hari pertama.
Karakteristik Periode Menstruasi
Normal Abnormal
Durasi 4-6 hari Kurang dari 2 atau lebih dari 7 hari
Volume 30 mL Lebih dari 80 mL
Interval 24-35 hari
Wanita-wanita yang menstruasi lebih dari setiap 24 hari atau kurang dari setiap 35 hari membutuhkan evaluasi, sama seperti yang mengalami aliran secara konsisten selama 7 hari atau lebih dan wanita-wanita dengan kehilangan darah menstruasi tiap bulan melebihi 80 mL. Pola-pola abnormal tersebut dapat menyebabkan anemia yang juga membutuhkan terapi. Interval antar menstruasi dan durasi menstruasi mudah untuk ditentukan, namun volume kehilangan darah menstruasi lebih sulit untuk diukur. Korelasi antara kehilangan darah yang dirasakan dan yang sebenarnya relatif buruk. Terlebih lagi, keluhan-keluhan perdarahan menstruasi berat lebih berkaitan dengan gangguan fungsi harian yang dirasakan daripada kehilangan darah sebenarnya. Piktogram menstruasi (ilustrasi berbagai ukuran noda darah pada produk higiene perempuan) memberikan sarana perhitungan kehilangan darah menstruasi yang relatif sederhana dan akurat, namun juga tidak diperlukan karena evaluasi dan terapi didasarkan, secara tepat, pada persepsi pasien. Tanpa memperhitungkan jumlah sebenarnya dari kehilangan darah, perdarahan menstruasi yang mempengaruhi aktivitas harian atau menyebabkan ansietas dan kekhawatiran membutuhkan evaluasi. Perdarahan tengah siklus dapat menjadi suatu konsekuensi yang kadang-kadang terjadi karena turunnya kadar estrogen secara sementara namun tiba-tiba yang terjadi pada waktu ovulasi, namun wanita-wanita yang mengalami episode perdarahan antar menstruasi rekuren seringkali memiliki patologi intrauterin dan membutuhkan evaluasi.
Mekanisme-mekanisme yang Terlibat dalam Onset dan Berhentinya Menstruasi Normal
Suatu pemahaman konseptual mengenai mekanisme-mekanisme yang terlibat pada onset dan berhentinya perdarahan menstruasi normal memberikan dasar serta konteks untuk memahami patofisiologi dari perdarahan anovulatorik.
Konsep klasik menstruasi normal utamanya berasal dari observasi langsung terhadap perubahan-perubahan siklik dalam endometrium yang ditransplantasi dari uterus ke kamera okuli anterior primata bukan manusia; peristiwa-peristiwa vaskuler memainkan peran kunci dalam penjelasan mengenai bagaimana menstruasi dimulai dan berakhir. Awalnya, menstruasi dibayangkan sebagai nekrosis iskemik dari endometrium yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteriol-arteriol spiral pada lapisan basal, yang dicetuskan oleh withdrawal estrogen dan progesteron. Secara serupa, akhir dari menstruasi dijelaskan dengan gelombang vasokonstriksi yang lebih lama dan lebih intens dikombinasi dengan mekanisme-mekanisme koagulasi yang diaktifkan oleh stasis vaskuler dan kolaps endometrium, dibantu oleh reepitelisasi cepat yang diperantarai oleh estrogen yang berasal dari kohort folikuler baru yang muncul.
Hasil dari penelitian-penelitian yang lebih baru tidak mendukung teori hipoksia klasik dari menstruasi. Studi-studi perfusi pada wanita telah gagal menunjukkan pengurangan aliran darah endometrium tepat sebelum menstruasi. Faktor indusibel hipoksia (HIF)-1, suatu protein inti yang mengaktivasi transkripsi gen dalam respon terhadap penurunan oksigen seluler (petanda awal yang diketahui dari respon terhadap hipoksia), jarang dapat dideteksi, dan tidak didistribusikan secara luas pada endometrium premenstruasi manusia yang dikultur dalam kondisi hipoksik. Secara histologis, endometrium menstruasi awal menunjukkan nekrosis fokal, inflamasi, dan koagulasi daripada hialinisasi difus atau nekrosis koagulasi yang diharapkan sebagai akibat dari vasokonstriksi dan hipoksia. Pelan tapi pasti selama dekade terakhir, paradigma operasional untuk menstruasi telah bergeser. Selain kejadian-kejadian vaskuler, topik utama mengenai model baru dari inisiasi menstruasi adalah autodigesti enzimatik dari lapisan fungsional endometrium dengan pleksus kapiler subpermukaannya, mungkin meluas ke sistim arterioler spiral pada lapisan basal. Konsep klasik dari mekanisme yang mengakhiri menstruasi secara esensial tidak berubah; mekanisme koagulasi, vasokonstriksi lokal, dan reepitelisasi semuanya berkontribusi terhadap hemostasis dalam endometrium menstruasi dengan kejadian-kejadian vaskuler memainkan peran kunci.
Degradasi enzimatik dari endometrium yang dicetuskan oleh withdrawal estrogen-progesteron melibatkan sejumlah mekanisme berbeda namun berkaitan termasuk pelepasan enzim-enzim lisosomal intraseluler, protease dari sel-sel inflamasi yang infiltratif, dan kerja dari metalloproteinase matriks. Pada separuh pertama fase sekretorik, fosfatase asam dan enzim litik poten lainnya terkurung dalam lisosom intraseluler, pelepasannya dihambat oleh progesteron lewat stabilisasi membran lisosom. Saat kadar estrogen dan progesteron turun pada hari-hari menjelang menstruasi, membran lisosom mengalami destabilisasi dan enzim-enzim di dalamnya dilepaskan ke dalam sitoplasma sel-sel epitel, stroma, dan endotel, serta akhirnya ke dalam ruang interseluler. Enzim-enzim proteolitik ini mencerna komponen-komponen seluler dan juga membran permukaan serta desmosom (jembatan interseluler). Dalam endotel vaskuler, kerjanya menyebabkan deposisi platelet, pelepasan prostaglandin, trombosis vaskuler, ekstravasasi sel darah merah dan nekrosis jaringan.
Withdrawal progesteron juga menstimulasi suatu respon inflamasi di dalam endometrium. Tepat sebelum menstruasi, jumlah total lekosit di dalam endometrium meningkat nyata hingga 40% stroma. Infiltrat inflamasi (termasuk netrofil, eosinofil, dan makrofag atau monosit) ditarik oleh molekul-molekul kemoatraktif (kemokin) yang disintesis oleh sel-sel endometrium, beberapa diantaranya di-down regulasi oleh progesteron (interleukin 8; IL-8). Jika teraktivasi, lekosit-lekosit menghasilkan bermacam-macam molekul regulator termasuk sitokin, kemokin, dan banyak enzim yang berkontribusi terhadap degradasi dari matriks ekstraseluler, secara langsung atau tidak langsung melalui aktivasi protease-protease lainnya.
Metalloproteinase matriks merupakan keluarga dari enzim proteolitik yang mendegradasi komponen-komponen matriks ekstraseluler dan membran basal. Metalloproteinase tersebut meliputi kolagenase yang mendegradasi kolagen membran basal dan intersisial, gelatinase yang mencerna kolagen lebih lanjut, dan stromelisin yang menyerang fibronektin, laminin, serta glikoprotein. Tiap anggota keluarga tersebut adalah spesifik subrat dan disekresi sebagai suatu zimogen inaktif yang membutuhkan aktivasi oleh plasmin, protease lekosit, atau metalloproteinase lain. Ekspresi, sekresi, dan aktivasi dari metalloproteinase matriks endometrium bersifat tergantung siklus dan meningkat secara nyata pada fase sekretorik akhir tepat sebelum menstruasi. Secara keseluruhan, progeteron menghambat ekspresi metalloproteinase endometrium, suatu kerja yang diperantarai oleh transforming growth factor (TGF)-β. Withdrawal progesteron mempunyai efek berlawanan – meningkatkan sekresi dan aktivasi metalloproteinase, diikuti dengan disolusi dari matriks ekstraseluler. Modulator-modulator lokal (secara dominan sitokin) berasal dari sel-sel epitel, stroma, dan endotel endometrium serta inhibitor-inhibitor jaringan alamiah dari metalloproteinase matriks yang mengikat bentuk aktif enzim-enzim tersebut juga memainkan peran penting dalam regulasinya. Dalam siklus konsepsi dimana peningkatan kadar progesteron menetap, aktivitas metalloproteinase matriks tetap tersupresi secara efektif. Dalam siklus menstruasi normal, ekspresi metalloproteinase tersupresi setelah menstruasi, diduga karena peningkatan kadar estrogen.
Degradasi enzimatik progresif dari endometrium pada akhirnya merusak sistim vaskuler venosa dan kapiler subpermukaan, menyebabkan perdarahan intersisial; disolusi dari membran permukaan memungkinkan darah untuk keluar ke dalam rongga endometrium. Pada akhirnya, degenerasi meluas ke lapisan fungsional terdalam dimana ruptur arteriol-arteriol basal berkontribusi terhadap perdarahan. Suatu bidang pembelahan alami muncul pada hubungan stroma yang longgar, vaskuler, dan edematosa dengan lapisan basal. Deskuamasi dimulai pada fundus dan secara bertahap meluas ke arah ismus. Hasil akhir adalah endometrium menstruasi yang kempis dan dangkal namun padat.
Cairan menstruasi terdiri dari endometrium autolisis yang kaya akan eksudat inflamasi, sel darah merah dan enzim-enzim proteolitik. Salah satu dari enzim-enzim tersebut, plasmin, yang terbentuk dari aktivasi prekursor inaktifnya, plasminogen, memiliki kerja fibrinolitik poten yang membantu mencegah pembekuan cairan menstruasi dan memfasilitasi ekspulsi dari jaringan degeneratif. Aktivator-aktivator plasminogen yang memperantarai konversi plasminogen menjadi plasmin dijumpai pada endometrium sekretorik akhir dan menstruasi, serta dilepaskan dari endotel vaskuler endometrium yang degeneratif. Hingga beberapa derajat, jumlah perdarahan menstruasi diatur oleh keseimbangan lokal antara fibrinolisis dan pembekuan. Faktor jaringan sel stroma endometrium dan inhibitor aktivator plasminogen (PAI)-1 memacu pembekuan dan membantu menyeimbangkan proses fibrinolitik. Pada awal menstruasi, sumbat-sumbat platelet intravaskuler, dan yang lebih lanjut, trombus terbentuk pada permukaan peluruhan, membantu membatasi kehilangan darah. Kepentingannya terhadap hemostasis pada endometrium menstruasi dapat diduga dari peningkatan volume kehilangan darah menstruasi yang dijumpai pada wanita-wanita dengan trombositopenia dan penyakit Von Willebrand. Namun, pada akhirnya, berhentinya perdarahan menstruasi tergantung pada vasokonstriksi dalam arteriol-arteriol spiral yang gundul pada lapisan basal endometrium, juga mungkin pada arteri-arteri radialis dari miometrium superfisial. Endotelin merupakan vasokonstriktor aktivasi lama yang poten dari otot polos vasukler, yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar, stroma, dan endotel endometrium. Endometrium menstruasi mengandung konsentrasi tinggi dari endotelin dan prostaglandin yang secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intens pada arteriol-arteriol spiral. Kontraksi miometrium yang berkaitan dengan kejadian-kejadian menstruasi sangat cenderung mencerminkan kerja dari prostaglandin F2α, namun berlawanan dengan perdarahan postpartum, kontraksi miometrium tidak penting dalam pengendalian perdarahan menstruasi.
Reepitelisasi permukaan juga berkontribusi terhadap hemostasis pada endometrium menstruasi. Proses tersebut terjadi secara cepat, dimulai pada mulut bagian basal kelenjar-kelenjar residual pada daerah-daerah yang gundul secara lengkap, dan menyebar ke arah luar. Regio-regio perifer dari kavitas pada ismus dan dekat ostia tuba (yang tidak luruh selama proses menstruasi) juga berkontribusi terhadap pembentukan permukaan kembali. Umumnya, saat hari siklus ke-5, daerah-daerah terpisah dari proliferasi epitel ini bertemu dan menyatu; perdarahan berhenti sempurna hanya saat permukaan epitel yang baru telah selesai. Mekanisme-mekanisme yang mengatur fase inisial dari perbaikan jaringan dan peran yang dipunyai estrogen, jika ada, masih belum pasti. Pada beberapa hari pertama dari siklus yang baru, kadar estrogen sirkulasi dan konsentrasi reseptor estrogen serta progesteron endometrium adalah rendah dan tidak berubah dari kadar premenstruasi. Terlebih lagi, bahkan setelah ovariektomi dan denudasi endometrium, endometrium menyembuh, menunjukkan bahwa fase inisial dari perbaikan jaringan sangat tidak tergantung pada estrogen.
Stroma mengalami regenerasi dari sel stem yang terletak pada lapisan basal endometrium, namun hanya setelah epitel permukaan yang konfluen pulih. Kerusakan pembuluh darah endometrium cepat diperbaiki. Pertumbuhan pembuluh darah baru dan aktivitas mitotik pada semua bagian endometrium manusia yang berregenerasi terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar estrogen serum serta peningkatan konsentrasi reseptor estrogen dan progesteron endometrium. Metalloproteinase matriks terdapat dalam endometrium menstruasi dan protease-protease lain mungkin merupakan mediator yang penting dari pelepasan serta aktivasi faktor-faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk perbaikan endometrium. Faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGF) merupakan suatu promoter penting dari mitosis endometrium dan dapat diinduksi oleh faktor nekrosis tumor (TNF)-α, TGF-β, serta faktor pertumbuhan mirip insulin-1. Bukti-bukti eksperimental yang berasal dari sistim model menunjukkan bahwa aktivin dan anggota-anggota lain dari superfamili TGF-β juga dapat memainkan suatu peran.
Terdapat dua alasan dasar mengapa perdarahan menstruasi normal bersifat self-limited.
1. Dalam respon terhadap suatu withdrawal estrogen-progesteron simultan, peluruhan endometrium bersifat universal. Karena onset dan akhiran menstruasi berkaitan dengan kejadian hormonal siklik yang terorganisir, perubahan-perubahan menstruasi terjadi secara seragam di seluruh rongga endometrium. Peluruhan dari lapisan fungsional dan paparan dari lapisan regeneratif basal endometrium menstimulasi mekanisme-mekanisme koagulasi, vasokonstriksi, serta rekonstruksi epitelial yang secara efektif membatasi volume dan durasi perdarahan.
2. Dalam respon terhadap stimulasi estrogen-progesteron sekuensial siklik, pertumbuhan dan perkembangan dari epitel, stroma, serta mikrovaskulatur endometrium secara struktural bersifat stabil dan pemecahan acak dihindari. Rangkaian kejadian yang menyebabkan disintegrasi enzimatik dari endometrium berlangsung dalam suatu cara yang urut dan sinkron. Endometrium tidak mengalami perbaikan, namun secara lengkap dibentuk ulang pada interval yang teratur.
Respon-respon Endometrium terhadap Hormon Steroid: Fisiologik dan Farmakologik
Perdarahan menstruasi normal pada akhir suatu siklus ovulatorik disebabkan oleh withdrawal estrogen-progesteron. Mekanisme yang sama bekerja saat korpus luteum lepas atau saat dukungan gonadotropin tiba-tiba terputus selama fase luteal. Contoh-contoh lain termasuk perdarahan yang terjadi setelah penghentian estrogen dan progestin pada wanita-wanita yang mendapat terapi hormon postmenopause siklik serta perdarahan yang datang pada akhir suatu siklus standar kontrasepsi oral. Dalam kondisi-kondisi ini, perdarahan biasanya bersifat reguler, dapat diprediksi, dan konsisten volume serta durasinya. Namun, withdrawal estrogen-progesteron bukan pola satu-satunya dari sinyal hormon steroid yang dapat mencetuskan perdarahan endometrium. Perdarahan juga dapat disebabkan dari withdrawal estrogen, breakthrough estrogen, withdrawal progesteron, dan breakthrough progesteron.
Perdarahan Withdrawal Estrogen
Salah satu contoh klinis dari perdarahan withdrawal estrogen adalah yang dapat terjadi setelah ooforektomi bilateral selama fase folikuler siklus. Perdarahan yang terjadi setelah pengangkatan ovarium tersebut dapat ditunda dengan terapi estrogen eksogen, namun akan muncul jika terapi dihentikan. Contoh-contoh lain meliputi terapi siklik hormon estrogen saja pada wanita-wanita yang mengalami kastrasi atau postmenopause dan perdarahan tengah siklus yang terjadi bersama dengan penurunan sementara namun tiba-tiba dalam kadar estrogen segera sebelum ovulasi.
Perdarahan Breakthrough Estrogen
Contoh klinis terbaik dari perdarahan breakthrough estrogen adalah pola perdarahan berbeda yang dijumpai pada wanita-wanita dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi dari perdarahan breakthrough estrogen dapat berbeda secara luas, tergantung pada jumlah dan durasi dari stimulasi estrogen tanpa rintangan yang diterima endometrium. Kadar paparan estrogen kronik yang relatif rendah biasanya menyebabkan spotting atau bercak intermiten yang pada umumnya bervolume kecil namun lama. Secara berlawanan, stimulasi estrogen tingkat tinggi yang lama biasanya menyebabkan interval yang panjang dari amenorea diselingi episode akut dari perdarahan yang seringkali profus dan bervariasi durasinya.
Perdarahan Withdrawal Progesteron
Perdarahan withdrawal progesteron dijumpai jika terapi dengan progesteron eksogen atau suatu progestin sintetik dihentikan. Perdarahan withdrawal progesteron biasanya terjadi hanya jika endometrium mula-mula dimatangkan dengan estrogen eksogen atau endogen. Jumlah dan durasi dari perdarahan dapat bervariasi secara luas dan biasanya berkorelasi dengan tingkat serta durasi dari proliferasi endometrium yang distimulasi estrogen. Pada wanita-wanita dengan kadar estrogen yang agak rendah atau amat rendah atau interval pendek dari amenorea, perdarahan biasanya ringan hingga sangat sedikit dan mungkin malah tidak terjadi. Pada mereka dengan kadar estrogen yang terus tinggi atau interval amenorea yang panjang, perdarahan dapat berat dan lama, namun masih dapat hilang sendiri. Antara ekstrim-ekstrim tersebut, jumlah dan durasi perdarahan yang dicetuskan oleh withdrawal progesteron biasanya serupa dengan yang dijumpai pada akhir suatu siklus ovulasi normal. Pada wanita-wanita yang mendapatkan terapi hormon siklik dengan estrogen dan progestin eksogen, perdarahan akan terjadi setelah withdrawal progesteron bahkan jika terapi estrogen dilanjutkan; perdarahan withdrawal progestin dapat ditunda, namun hanya jika kadar estrogen meningkat 10-20 kali lipat.
Perdarahan Breakthrough Progesteron
Perdarahan breakthrough progesteron terjadi jika rasio progesteron terhadap estrogen sangat tinggi. Kecuali terdapat cukup estrogen untuk menyeimbangkan kerjanya, terapi kontinyu dengan progesteron eksogen atau progestin sintetik menyebabkan perdarahan intermiten dengan berbagai durasi yang biasanya ringan, suatu pola yang sangat serupa dengan perdarahan breakthrough estrogen kadar rendah yang dijelaskan di atas. Contoh-contoh klinis dari perdarahan breakthrough progesteron adalah perdarahan yang dijumpai pada wanita-wanita yang menggunakan kontrasepsi ’mini-pil’ progestin saja atau metode kontrasepsi progestin saja jangka panjang (implan progestin, depo medroksiprogesteron asetat). Perdarahan breakthrough yang dijumpai pada wanita-wanita yang menggunakan kombinasi kontrasepsi oral estrogen-progestin tersebut juga merupakan suatu bentuk perdarahan breakthrough progesteron. Meskipun semua rejimen pil kontrasepsi oral standar mengandung jumlah farmakologik dari estrogen maupun progestin, komponen progestin selalu merupakan hormon yang dominan dan pengaruh bersih dari kontrasepsi oral terhadap endometrium jelas bersifat progestasional.
Perdarahan Anovulatorik
Perdarahan anovulatorik dapat menyerupai perdarahan withdrawal estrogen, menunjukkan penurunan kadar estrogen transien yang disebabkan oleh regresi sebagian besar kohort folikuler terakhir, atau perdarahan breakthrough estrogen karena peluruhan fokal dari suatu endometrium yang tumbuh berlebihan serta secara struktural rapuh dalam stimulasi estrogen terus menerus. Episode terberat dari perdarahan anovulatorik cenderung terjadi pada wanita-wanita dengan kadar tinggi estrogen yang lama; wanita-wanita dengan sindroma ovarium polikistik, wanita obese, remaja post menarke, dan wanita perimenopause adalah contoh-contoh klinis yang umum. Gambaran klinis menjangkau spektrum dari remaja pucat dan ketakutan yang mengalami perdarahan selama beberapa minggu hingga wanita lebih tua yang sangat khawatir bahwa ia mungkin terkena kanker.
Berlawanan dengan pola stimulasi dan withdrawal estrogen-progesteron sekuensial yang terorganisir serta dapat diprediksi, yang mengkarakterisasi siklus menstruasi ovulatorik normal, pola dari produksi hormon steroid ovarium dan stimulasi endometrium pada wanita-wanita anovulatorik tidaklah teratur dan tidak dapat diprediksi. Secara definisi, wanita anovulatorik selalu berada dalam fase folikuler dari siklus ovarium dan dalam fase proliferatif dalam siklus endometrium. Tidak ada fase luteal atau sekretorik karena tidak ada siklus. Steroid ovarium satu-satunya yang memberi sinyal penerimaan endometrium adalah estrogen, yang kadarnya berfluktuasi secara konstan, naik dan turun saat tiap kohort baru dari folikel mulai tumbuh namun akhirnya kehilangan momentum perkembangannya, cepat atau lambat, dan berubah menjadi atresia. Meskipun amplitudo sinyal dapat berubah-ubah, pesan dan pertumbuhan selalu sama.
Selama suatu periode waktu, stimulus pertumbuhan estrogen yang tidak terputus dan tidak menurun dapat menstimulasi endometrium untuk berproliferasi hingga ketinggian abnormal dimana endometrium menjadi rapuh. Tanpa pembatasan pertumbuhan dan efek pengaturan dari progesteron, endometrium tidak punya struktur stroma penopang untuk mempertahankan stabilitas. Daerah-daerah fokal mengalami kerusakan dan perdarahan, sama seperti daerah-daerah penyembuhan dalam pengaruh stimulasi estrogen kontinyu, yang lain rusak dan berdarah. Endometrium hiperplastik dan proliferatif persisten secara karakteristik menunjukkan sejumlah fokus-fokus diskret dari kerusakan stroma di dekat permukaan epitel, yang berkaitan dengan kumpulan sel-sel darah merah yang mengalami ekstravasasi, platelet kapiler/ trombus fibrin, dan perubahan-perubahan terkait perbaikan yang dikenal sebagai agregat-agregat seperti bola dari sel-sel stroma yang berkumpul ketat di bawah naungan epitel yang intak namun hipertropi. Penyebab dari kerusakan fokal dalam endometrium yang proliferatif persisten tidak sepenuhnya jelas. Namun, pertumbuhan endometrium yang abnormal tidak hanya melibatkan sel-sel epitel dan stroma namun juga mikrovaskulatur.
Kapiler-kapiler vena dalam endometrium hiperplastik dan proliferatif persisten mengalami peningkatan, dilatasi, dan seringkali membentuk saluran ireguler abnormal; studi-studi ultrastruktural telah mengungkap sejumlah elemen struktural abnormal yang menjadi predisposisi kerapuhan. Mikrovaskulatur abnormal tersebut dapat menjadi akibat, namun lebih mungkin penyebab terdekat dari perdarahan abnormal. Pengaruh bukti-bukti yang tersedia dari studi-studi histologik dan molekuler menunjukkan bahwa perdarahan anovulatorik berasal dari peningkatan densitas pembuluh darah abnormal yang punya struktur rapuh dan rentan terhadap ruptur fokal, diikuti dengan pelepasan enzim-enzim proteolitik lisosom dari sel epitel serta stroma di sekitarnya dan perpindahan lekosit serta makrofag. Jika terinisiasi, proses tersebut secara lebih lanjut diperberat oleh pelepasan lokal dari prostaglandin, dengan sensitivitas yang lebih besar terhadap yang punya efek vasodilatasi (PGE2) daripada yang vasokonstriksi (PGF2α). Molekul-molekul lain (perforin) menghambat pembentukan sumbat kapiler dan secara lebih lanjut mendegradasi jaringan vena kapiler. Vasokonstriksi dari pembuluh darah endometrium basal dan miometrium superfisial tidak terjadi karena kehilangan jaringan hanya bersifat fokal serta superfisial, dan biasanya tidak mencapai lapisan basal dimana denudasi mencetuskan respon vasokonstriksi yang intens. Mekanisme akhir yang secara normal mengendalikan perdarahan menstruasi, rekonstruksi epitel permukaan, bekerja pada endometrium yang proliferatif persisten, namun tidak dalam cara normal. Perbaikan epitel bersifat fokal, pada daerah-daerah yang rusak, tidak universal; hasilnya adalah perubahan konstan campur aduk dari perbaikan-perbaikan kecil dan bukan remodeling terorganisir serta terstruktur baik.
Definisi-definisi Tradisional
Oligomenore : interval lebih dari 35 hari.
Polimenore : interval kurang dari 24 hari.
Menoragia : interval normal reguler, aliran atau durasi berlebihan.
Metroragia : interval ireguler, aliran atau durasi berlebihan.
Diagnosis Banding
Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik merupakan diagnosis yang dibuat dengan cara eksklusi. Penyebab paling sering dari suatu peristiwa mendadak dari pola menstruasi yang reguler dan dapat diprediksi adalah kecelakaan atau komplikasi kehamilan; aborsi insipien atau inkomplit dan kehamilan ektopik adalah yang paling sering. Kemungkinan dari kehamilan harus selalu dipertimbangkan dan dieksklusikan. Meskipun perdarahan abnormal merupakan suatu problem yang relatif sering pada pasien-pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal atau mendapatkan terapi hormon eksogen lain, kemungkinan dari patologi yang mendasari tidak boleh dilupakan. Perdarahan yang berkaitan dengan neoplasia uterus benigna, terutama polip serviks dan endometrium serta mioma, seringkali dikacaukan dengan perdarahan anovulatorik. Patologi lain dari traktus reproduksi yang berkaitan dengan perdarahan abnormal meliputi adenomiosis dan keganasan serviks serta endometrium. Siklus menstruasi yang abnormal kadangkala merupakan salah satu dari tanda-tanda paling awal kelainan tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme).
Kemungkinan dari suatu koagulopati harus diingat, terutama pada remaja yang riwayat menstruasinya pendek dan belum jelas. Penyebab tersering dari perdarahan uterus abnormal pada remaja adalah anovulasi, namun hingga sepertiga mungkin mengalami defek koagulasi. Kelainan-kelainan perdarahan biasanya berkaitan dengan perdarahan siklik yang berat atau lama (menoragia). Pola yang sama dapat dijumpai pada wanita-wanita yang mendapat terapi antikoagulan. Riwayat perdarahan postpartum atau perdarahan berlebihan dengan operasi, prosedur gigi, atau trauma harus meningkatkan kecurigaan, kecuali menoragia sejak menarke mungkin menjadi satu-satunya petunjuk. Defek koagulasi tidak sejarang yang biasanya dikira dan dapat dijumpai pada 10-20% wanita dengan menoragia yang tak terjelaskan.
Berbagai pengobatan yang berbeda dapat menjadi predisposisi untuk perdarahan abnormal, termasuk glukokortikoid, tamoksifen, dan antikoagulan. Beberapa tanaman obat umum memiliki aktivitas estrogenik dan dapat berkaitan dengan perdarahan abnormal. Kemungkinan-kemungkinan diagnostik umum yang kurang sering terjadi lainnya meliputi penyakit sistemik berat (gagal hati atau ginjal), trauma genital, serta benda asing.
Adanya sindroma abnormalitas menstruasi setelah ligasi tuba telah diperdebatkan selama beberapa dekade. Sejumlah studi telah memuat pertanyaan dengan hasil-hasil yang bertentangan. Beberapa telah mengamati prevalensi dari keluhan-keluhan menstruasi sebelum dan setelah sterilisasi. Yang lain membandingkan insidensi rawat inap atau histerektomi karena perdarahan uterus abnormal pada wanita-wanita dengan dan tanpa prosedur sterilisasi tuba sebelumnya. Teori populer bahwa elektrokoagulasi tuba ekstensif dapat secara menyimpang mempengaruhi suplai darah ovarium dan produksi hormon steroid telah didukung oleh data-data yang menunjukkan bahwa insidensi problem-problem menstruasi meningkat seiring dengan waktu setelah sterilisasi menggunakan elektrokauter namun tidak pada wanita-wanita yang disterilisasi dengan cincin atau klip. Namun, tidak ada korelasi yang ditemukan antara perubahan-perubahan menstruasi post sterilisasi dengan jumlah jaringan yang rusak. The U.S. Collaborative Review of Sterilization merupakan suatu studi kohort prospektif multisenter yang telah mengikuti hampir 10.000 wanita hingga selama 5 tahun setelah suatu prosedur sterilisasi tuba. Dalam sebagian besar analisis baru terhadap data studi tersebut, wanita-wanita yang menjalani sterilisasi tidak lebih cenderung melaporkan perubahan-perubahan persisten dalam perdarahan antar menstruasi atau panjang siklus daripada wanita-wanita yang partner laki-lakinya disterilisasi. Wanita-wanita yang telah disterilisasi lebih cenderung mengalami penurunan durasi, volume, dan nyeri menstruasi, serta juga lebih mudah mengalami peningkatan iregularitas siklus. Diantara para wanita dengan perdarahan berat pada keadaan semula, wanita-wanita yang disterilisasi lebih cenderung melaporkan pengurangan perdarahan menstruasi setelah prosedur tersebut. Data-data tersebut secara kuat menunjukkan bahwa wanita-wanita yang telah menjalani sterilisasi tuba tidak lebih cenderung mengalami abnormalitas menstruasi daripada wanita lainnya.
Evaluasi Diagnostik dari Perdarahan Abnormal
Suatu anamnesis menstruasi yang teliti merupakan sarana tunggal paling berguna dalam membedakan perdarahan anovulatorik dari penyebab-penyebab lainnya. Informasi detil mengenai interval antar menstruasi (jumlah hari, keteraturan), volume (banyak, sedikit, atau berubah-ubah), durasi (normal atau memanjang, konsisten atau berubah-ubah), onset menstruasi abnormal (perimenarke, tiba-tiba, bertahap), hubungan temporal (paska koitus, postpartum, paska konsumsi pil, penambahan atau penurunan berat badan), gejala-gejala terkait (molimina premenstruasi, dismenore, dispareuni, galaktore, hirsutisme), penyakit sistemik yang mendasari (ginjal, hati, hematopoietik, tiroid), serta obat-obatan (hormonal, antikoagulan) dapat memberikan petunjuk-petunjuk penting dan membantu dalam menentukan secara cepat apakah evaluasi tambahan diperlukan sebelum terapi dimulai. Pemeriksaan fisik harus menyingkirkan lesi vaginal atau servikal yang dapat dilihat dan menentukan ukuran (normal atau membesar), kontur (lembut dan simetris atau ireguler), konsistensi (keras atau lunak), serta perlunakan uterus.
Pada mayoritas wanita dengan perdarahan anovulatorik sebenarnya, riwayat menstruasi saja dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat kepercayaan yang cukup hingga terapi dapat dimulai tanpa evaluasi laboratorik atau imejing tambahan. Perdarahan menstruasi yang jarang, ireguler, tidak dapat diprediksi, berubah-ubah jumlah, durasi, dan karakternya, serta tidak didahului oleh suatu pola molimina premenstruasi yang konsisten atau dapat dikenali biasanya tidak sulit diinterpretasi. Secara berlawanan, periode bulanan yang teratur, banyak atau lama lebih cenderung berkaitan dengan suatu lesi anatomik atau kelainan perdarahan selain anovulasi.
Tes-tes laboratorium dapat membantu namun tidak selalu diperlukan. Suatu tes kehamilan yang sensitif dapat secara cepat menyingkirkan kemungkinan realistik bahwa perdarahan tersebut berkaitan dengan suatu kecelakaan atau komplikasi dari kehamilan. Pemeriksaan darah lengkap untuk menyingkirkan anemia dan trombositopenia diperlukan pada wanita-wanita dengan riwayat perdarahan yang sangat banyak atau lama. Penentuan progesteron serum yang tepat dimana harusnya terjadi fase luteal dari siklus dapat membantu menentukan ovulasi atau anovulasi, jika terjadi keraguan; nilai lebih besar daripada 3 ng/mL memberikan bukti andal bahwa ovulasi baru-baru ini telah terjadi. Namun, jika episode perdarahan sering atau tidak diketahui secara jelas, penentuan tepat untuk pemeriksaan progesteron mungkin sulit. Pada wanita-wanita anovulatorik, kadar hormon stimulasi tiroid (TSH) serum dapat secara cepat menyingkirkan hubungan dengan kelainan tiroid. Pada remaja, mereka dengan kecurigaan riwayat keluarga atau pribadi, dan mereka dengan menoragia yang tidak terjelaskan, kecurigaan terhadap suatu kelainan perdarahan merupakan indikasi yang cukup untuk studi koagulasi skrining. Pemeriksaan kofaktor ristocetin untuk fungsi faktor Von Willebrand mungkin merupakan tes skrining tunggal terbaik untuk penyakit Von Willebrand, namun konsultasi dengan seorang ahli hematologi direkomendasikan karena metode, rujukan, dan interpretasi tes bervariasi. Tes fungsi hati atau ginjal hanya diindikasikan untuk mereka dengan penyakit yang jelas atau kecurigaan kuat terhadap penyakit tersebut.
Biopsi aspirasi klinik dapat menyingkirkan hiperplasia atau kanker endometrium. Usia 40 tahun dan selebihnya merupakan faktor risiko yang jelas untuk penyakit endometrium dan secara luas ditetapkan sebagai suatu indikasi biopsi pada wanita-wanita dengan perdarahan abnormal. Hiperplasia dan kanker endometrium lebih sering dideteksi pada wanita-wanita lebih tua daripada wanita-wanita lebih muda, namun durasi paparan terhadap stimulasi estrogen tanpa rintangan merupakan faktor risiko yang lebih penting. Paparan jangka panjang lebih cenderung terjadi pada wanita-wanita lebih tua daripada wanita-wanita muda, namun wanita berusia kurang dari 30 dan bahkan remaja muda dapat mengalami kanker endometrium. Pada wanita-wanita premenopause, kecenderungan untuk histologi endometrium yang abnormal relatif tinggi (14%) jika menstruasi tidak teratur namun sangat rendah (kurang dari 1%) jika siklus reguler. Kanula-kanula penyedot fleksibel yang kecil, yang saat ini tersedia secara luas kurang menimbulkan ketidaknyamanan daripada instrumen biopsi tradisional yang lebih tua dan memberikan hasil-hasil yang sebanding. Selain mengungkap penyakit endometrium intrinsik, biopsi dapat membantu mengarahkan evalusi lebih lanjut atau menuntun pilihan terapi pada wanita-wanita dengan riwayat perdarahan abnormal yang membingungkan. Pada wanita-wanita dengan perdarahan abnormal dan tanpa paparan baru terhadap agen-agen progestasional eksogen, suatu endometrium sekretorik memberikan bukti andal dari ovulasi yang baru saja terjadi dan memberikan tanda untuk perlunya mencari suatu penyebab anatomik.
Imejing uterus dapat membantu membedakan perdarahan anovulatorik dari penyebab-penyebab anatomik, mioma, dan polip endometrium yang sejauh ini merupakan contoh-contoh tersering dari yang terakhir. Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal standar dapat memberikan informasi akurat mengenai ukuran dan lokasi dari tiap fibroid uterus yang dapat menjelaskan perdarahan abnormal atau mengetahui lebih lanjut perdarahan karena penyebab lain.
Ultrasonografi dapat menunjukkan suatu lesi kaviter nyata atau ‘alur’ endometrium yang tipis atau tebal secara abnormal. Suatu alur endometrium yang amat tipis (kurang dari 5 mm), seperti suatu biopsi yang membawa sedikit atau tanpa jaringan, menunjukkan suatu endometrium yang menipis atau gundul, yang mula-mula paling baik diterapi dengan estrogen daripada progestin atau kombinasi estrogen-progestin (dibahas lebih lanjut). Pada wanita perimenopause dan postmenopause dengan perdarahan abnormal, biopsi endometrium secara luas dianggap tidak perlu jika ketebalan endometrium kurang dari 4 atau 5 mm karena risiko untuk hiperplasia atau kanker endometrium sangat jauh. Agaknya logis untuk menggunakan kriteria yang sama untuk alasan yang sama pada wanita-wanita premenopause dengan perdarahan abnormal, meskipun tidak ada bukti utama langsung untuk mendukung ekstrapolasi tersebut. Sebaliknya, keputusan untuk bipsi atau tidak harus didasarkan secara primer pada kecurigaan klinis dan faktor-faktor risiko daripada pemeriksaan ultrasonografi dari ketebalan endometrium. Ini tidak berarti bahwa ketebalan endometrium tidak membawa keputusan apakah dilakukan suatu biopsi atau tidak; peningkatan ketebalan endometrium secara nyata (lebih dari 12 mm) memperbesar risiko penyakit dan merupakan indikasi untuk pengambilan sampel, bahkan jika kecurigaan patologi secara klinis rendah. Ringkasnya, kami percaya bahwa biopsi tidak diperlukan jika ketebalan endometrium kurang dari 5 mm, bahwa biopsi diindikasikan jika riwayat klinis menunjukkan paparan estrogen jangka panjang tanpa rintangan bahkan jika ketebalan endometrium ‘normal’ (5-12 mm), dan bahwa biopsi harus dilakukan jika ketebalan endometrium lebih besar dari 12 mm bahkan jika kecurigaan klinis terhadap penyakit tersebut rendah.
Sonohisterografi, yang melibatkan ultrasonografi transvaginal selama atau setelah pemberian salin steril dengan berbagai macam kateter yang tersedia (juga dikenal sebagai hidrosonografi dan sonografi infus salin) secara tajam menentukan kontur kavitas dan secara cepat menunjukkan bahkan lesi intrauterin kecil sekalipun; sensitivitas dan spesifisitas dari sonohisterografi melebihi ultrasonografi transvaginal standar dan cukup sebanding dengan histeroskopi. Kombinasi sonohisterografi dan biopsi endometrium memberikan sensitivitas yang tinggi dan nilai prediktif negatif yang tinggi untuk deteksi patologi endometrium dan uterus pada wanita-wanita dengan perdarahan abnormal.
Histeroskopi merupakan metode definitif untuk diagnosis maupun terapi patologi intrauterin simtomatik namun secara jelas juga paling invasif. Secara tradisional, histeroskopi telah dicadangkan untuk terapi penyakit yang diidentifikasi oleh beberapa metode kurang invasif lainnya, namun histerokop operatif modern yang berdiameter luar 2 atau 3 mm saat ini memungkinkan diagnostik dan prosedur operatif minor dilakukan dalam kondisi klinis. Patologi intrauterin mayor biasanya membutuhkan histeroskopi operatif yang lebih tradisional dengan menggunakan instrumen yang berkaliber lebih besar dan dengan kemampuan lebih besar.
Secara umum, imejing diagnostik uterus dapat dicadangkan untuk wanita-wanita dimana riwayat menstruasi atau hasil dari evaluasi lain memberikan bukti kuat untuk suatu penyebab anatomik dari perdarahan abnormal, termasuk salah satu berikut ini.
• Siklus bulanan teratur dengan peningkatan volume atau durasi perdarahan.
• Siklus bulanan teratur disertai dengan perdarahan antar menstruasi tanpa adanya lesi vaginal atau servikal.
• Perdarahan abnormal meskipun ada bukti objektif ovulasi dari pemeriksaan progesteron serum (lebih dari 3 ng/mL) atau dari biopsi endometrium (endometrium sekretorik).
• Kegagalan penatalaksanaan medis empiris.
Seperti dalam semua aspek pengobatan klinis, keberhasilan terapi terletak pada suatu diagnosis yang akurat. Jika terdapat alasan yang baik untuk mencurigai suatu koagulopati atau patologi uterus sebagai penyebab perdarahan abnormal, tes diagnostik laboratorium, biopsi endometrium, atau imejing uterus harus dipertimbangkan secara seksama sebelum memulai penatalaksanaan medis empiris. Jika ada alasan untuk percaya bahwa anovulasi adalah penyebabnya, penatalaksanaan medis empiris yang didasarkan pada alasan tersebut secara keseluruhan masuk akal, namun juga harus diharapkan pemecahan segera dari problem tersebut dengan terapi. Jika perdarahan menetap meskipun telah dilakukan penatalaksanaan medis empiris secara tepat, evaluasi diagnostik lebih lanjut cenderung lebih produktif daripada rejimen terapi medis dengan dosis lebih besar atau berbeda.
Terapi dari Perdarahan Anovulatorik
Tujuan segera dari terapi medis untuk perdarahan anovulatorik adalah untuk mengembalikan atau menginduksi mekanisme pengendalian alamiah yang tidak bekerja – secara urut, pertumbuhan sinkron, perkembangan, dan pergantian endometrium yang secara struktural stabil. Karena progesteron bersifat dominan dan mengendalikan pengaruh dalam siklus menstruasi normal, progestin merupakan pilihan terapi utama untuk perdarahan anovulatorik.
Terapi Progestin
Pada waktu sebelum akhir tahun reproduksi mereka, kebanyakan wanita gagal mengalami ovulasi, menyebabkan gangguan dalam pola normal menstruasi siklis mereka. Disfungsi ovulatorik lebih sering terjadi selama awal tahun remaja dan perimenopause, namun dapat terjadi pada sewaktu-waktu. Gambaran klinis biasa adalah oligomenorea dengan episode perdarahan banyak atau lama. Dalam sebagian besar kondisi, terapi progestin akan mengendalikan perdarahan anovulatorik jika patologi uterus telah disingkirkan. Pada wanita-wanita yang tidak mengalami ovulasi namun secara nyata tidak hipogonadal, terapi progestin siklik mengembalikan rangkaian normal dari stimulasi hormon steroid endometrium – estrogen, diikuti dengan estrogen ditambah progesteron, diikuti dengan penghentian.
Progestin merupakan antiestrogen kuat. Progestin menstimulasi aktivitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan sulfotransferase, enzim-enzim yang bekerja bersama-sama untuk mengubah estradiol menjadi estrone sulfat (yang segera dibersihkan dari tubuh). Progestin secara lebih lanjut menghambat kerja estrogen dengan menginhibisi induksi estrogen dari reseptornya (penambahan reseptor estrogen). Progestin juga mensupresi transkripsi onkogen yang diperantarai estrogen. Secara bersama-sama, kerja ini menjelaskan pengaruh pembatasan pertumbuhan, antimitotik dari progesteron dan progestin terhadap endometrium (pencegahan dan pembalikan hiperplasia, penghentian pertumbuhan selama fase sekretorik siklus, dan perubahan nyata selama kehamilan atau terapi dengan kombinasi kontrasepsi estrogen-progestin).
Dalam terapi terhadap wanita-wanita anovulatorik oligomenorea dengan perdarahan abnormal episodik, perdarahan penghentian progesteron self-limited yang dapat diprediksi dapat diinduksi dengan terapi siklik menggunakan progestin yang aktif secara oral seperti medroksiprogesteron asetat (5-10 mg perhari selama 2 minggu setiap bulan). Interval dari terapi progestin dapat ditetapkan menurut kalender (dimulai pada hari pertama setiap bulan) atau onset menstruasi (dimulai 15-16 hari setelah onset menstruasi terakhir yang disebabkan progestin); hal tersebut tidak menjadi masalah dan bekerja dengan baik. Jika menstruasi tidak mengikuti penghentian progestin, kemungkinan dari disfungsi ovulatorik yang lebih nyata berkaitan dengan kadar estrogen yang amat rendah harus dipertimbangkan dan evaluasi tambahan diindikasikan (Bab 11).
Terapi progestin murni siklik biasanya bekerja dengan baik pada wanita-wanita yang anovulatorik secara penuh. Pada wanita-wanita yang cenderung masih ovulasi (sekalipun tidak sering) atau ingin menghindari kehamilan, suatu kontrasepsi estrogen-progestin merupakan pilihan yang lebih baik. Rejimen terapi progestin siklik standar bukan kontrasepsi; ini tidak mensupresi aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium secara andal dan tidak akan mencegah ovulasi. Secara pasti, terapi progestin siklik yang terprogram tidak akan terjadi bersamaan dengan produksi progesteron endogen dalam siklus ovulatorik acak seperti yang terjadi pada wanita-wanita tua. Jika hal tersebut terjadi, perdarahan dapat berbeda dari pola yang diprediksi dan dapat salah diinterpretasi atau menyebabkan kewaspadaan. Secara berlainan, dosis kontrasepsi steroid eksogen secara efektif mensupresi fungsi endogen dan mencegah kebingungan seperti itu. Selain kontrasepsi oral, metode kontrasepsi steroid vaginal dan transdermal (Bab 23) membutuhkan pertimbangan.
Pada wanita-wanita anovulatorik dengan metroragia atau polimenorea, terapi progestin selama 14 hari dapat menginduksi kestabilan perubahan predesidual dalam endometrium vaskuler dan rapuh, dan setelah penghentian, mencapai yang disebut ’kuretase medis’. Setelah itu, terapi progestin siklik standar atau suatu kontrasepsi estrogen-progestin dapat diberikan untuk penatalaksanaan jangka panjang. Kegagalan terapi progestin membutuhkan evaluasi diagnostik lebih lanjut.
Terapi Kontrasepsi Oral
Pemanjangan episode perdarahan anovulatorik yang banyak biasanya paling baik diterapi dengan terapi kombinasi estrogen-progestin dalam bentuk kontrasepsi oral kombinasi. Setiap kontrasepsi oral kombinasi monofasik dosis rendah dapat digunakan (satu pil dua kali sehari), namun terapi harus dilanjutkan selama paling tidak 5-7 hari meskipun perdarahan secara jelas telah berkurang atau berhenti, seperti yang diharapkan terjadi dalam 24-48 jam. Jika tersedia, suatu pemeriksaan ultrasonografi transvaginal saat atau sebelum terapi dimulai dapat membantu mengkonfirmasi kesan diagnostik (secara seragam peningkatan ketebalan endometrium) dan meminimalkan risiko ketidakberhasilan terapi dengan kehilangan darah banyak terus menerus. Jika kontrasepsi oral tidak dapat digunakan, terapi progestin dapat diganti, namun dosis lebih besar (medroksiprogesteron asetat 20 mg atau noretindrone asetat 5 mg perhari) biasanya dibutuhkan. Dengan salah satu terapi kontrasepsi oral atau progestin murni, evaluasi diagnostik lebih lanjut diindikasikan jika terapi tidak berhasil.
Jika terapi berhasil dan aliran berkurang secara cepat, perhatian dapat diubah ke arah evaluasi penyebab anovulasi, kemungkinan dari suatu kelainan perdarahan, dan terapi untuk anemia terkait. Untuk jangka pendek, perubahan-perubahan desidua yang diinduksi oleh terapi memberikan beberapa stabilitas struktural dan menghentikan pemecahan acak lebih lanjut dari suatu endometrium yang berkembang berlebihan, vaskuler, dan rapuh, namun jumlah substansial dari jaringan tetap diganti selama penghentian estrogen-progestin. Jika tidak diingatkan untuk mengantisipasi menstruasi yang banyak dan peningkatan dismenorea yang cenderung terjadi dalam 2-4 hari setelah terapi dihentikan, kebanyakan wanita akan menginterpretasi pengalaman tersebut sebagai lebih buruk dari sebelumnya dan sebagai kegagalan dari terapi hormonal. Untuk memberikan kelonggaran sedikit lebih lama dari perdarahan banyak yang hanya baru saja terjadi, kontrasepsi oral dapat dilanjutkan (satu pil perhari) hingga paket pil dihabiskan.
Setelah menstruasi yang mengikuti penghentian estrogen-progestin, terapi rumatan dengan kontrasepsi kombinasi estrogen-progestin dosis rendah siklik standar dapat dimulai. Penurunan bertahap namun tetap dalam volume dan durasi aliran serta dismenorea terkait dengan tiap siklus berturut-turut dapat diharapkan dan dipastikan kembali. Pada wanita dengan uterus normal, kontrasepsi oral mengurangi aliran menstruasi sebanyak paling sedikit 60% dari aliran pada siklus alamiah. Kecuali terapi dengan kontrasepsi estrogen-progestin atau progestin siklik (pada wanita yang tidak membutuhkan kontrasepsi) dilanjutkan atau patofisiologi yang bertanggungjawab untuk menyebabkan anovulasi kronik dikoreksi, episode perdarahan banyak atau lama yang serupa cenderung terjadi lagi. Lagi-lagi kontrasepsi kombinasi estrogen-progestin dengan salah satu dari metode transdermal atau vaginal juga merupakan pilihan yang sesuai.
Depot-medroksiprogesteron asetat (Depo-Provera) dalam dosis yang digunakan untuk kontrasepsi, 150 mg intramuskuler setiap 3 bulan, dapat menjadi suatu pilihan berguna untuk terapi rumatan pada wanita-wanita yang mengalami kesulitan atau tidak dapat menggunakan kontrasepsi estrogen-progestin, namun pengobatan tersebut tidak punya tempat dalam penatalaksanaan akut perdarahan abnormal. Sekali diberikan, obat tersebut tidak dapat dihentikan, dan jika tidak berhasil, pengaruhnya dapat sulit diatasi. Perdarahan breakthrough episodik relatif sering terjadi dan dapat diterapi menggunakan estrogen seperti yang dibahas di bawah ini.
Terapi Estrogen
Spotting vagina intermiten seringkali berkaitan dengan kadar stimulasi estrogen yang agak rendah atau amat rendah (perdarahan breakthrough estrogen). Dalam kondisi-kondisi seperti ini, endometrium biasanya sangat tipis dan pengaruh menguntungkan dari terapi progestin tidak dapat dicapai karena kadar estrogen tidak cukup untuk menstimulasi pertumbuhan yang berperan sebagai dasar kerja progestin; efek pembatasan pertumbuhan dari progestin tidak membantu dan mungkin secara lebih lanjut menambah masalah tersebut. Suatu situasi serupa kadangkala dapat timbul setelah episode perdarahan banyak yang lama, yang dapat meninggalkan sedikit jaringan residual. Pada salah satu kasus, terapi estrogen merupakan langkah terapi inisial yang paling efektif.
Perdarahan lama dan banyak paling sering berkaitan dengan endometrium tebal serta rapuh yang paling baik diterapi dengan kontrasepsi oral atau progestin, namun hal tersebut juga dapat menyebabkan endometrium amat tipis dan gundul, dimana pendekatan berlawanan terhadap terapi tersebut, yaitu estrogen dosis tinggi, merupakan langkah inisial terbaik. Dalam kondisi-kondisi seperti itu, ultrasonografi transvaginal dapat membantu menuntun pilihan terapi dengan cara menentukan ketebalan endometrium dan juga mengungkap adanya abnormalitas anatomik dari kavitas uterus yang mungkin bertanggungjawab.
Jika endometrium mengalami penipisan atau sangat gundul dan perdarahan bersifat akut serta banyak, terapi estrogen dosis tinggi harus diberikan. Pada mereka yang perdarahannya perlu dirawat inap untuk terapi dan observasi seksama, terapi estrogen intravena (estrogen konjugasi kuda 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti atau selama 24 jam) dapat menjadi sangat efektif. Mekanisme kerja yang bertanggungjawab untuk efikasi estrogen intravena masih belum jelas namun telah dikaitkan terhadap stimulasi pembekuan darah pada tingkat kapiler. Jika perdarahan kurang gawat namun masih cukup banyak, terapi estrogen oral dosis tinggi (estrogen konjugasi 1,25 mg atau estradiol micronized 2,0 mg setiap 4-6 jam selama 24 jam) pada umumnya efektif, kemudian diturunkan perlahan hingga dosis sekali sehari selama 7-10 hari lagi setelah perdarahan dapat dikendalikan. Gangguan perdarahan intermiten yang kurang akut atau lebih ringan biasanya memberikan respon baik dengan dosis tunggal harian (estrogen konjugasi 1,25 mg atau estradiol micronized 2,0 mg selama 7-10 hari). Untuk hasil paling baik, semua terapi estrogen inisial itu harus diikuti dengan terapi progestin atau kontrasepsi estrogen-progestin untuk menstabilkan pertumbuhan endometrium yang distimulasi estrogen.
Terapi estrogen juga logis dan merupakan pilihan terbaik untuk penatalaksanaan perdarahan breakthrough progesteron episodik, seperti yang umumnya dijumpai pada wanita-wanita yang mendapatkan kombinasi dosis rendah kontrasepsi estrogen-progestin atau bentuk depo dari terapi progestin. Selama ini, kecuali terdapat cukup estrogen endogen atau eksogen untuk menyeimbangkan pengaruhnya secara efektif, progestin menipiskan endometrium, menyebabkan pseudo atropi. Secara histologis, endometrium tingginya sedikit dan hampir seluruhnya terdiri dari stroma yang mengalami pseudo desidualisasi serta pembuluh darah dengan relatif sedikit kelenjar. Meskipun mekanismenya berbeda, spotting ringan, noda, atau perdarahan yang dapat terjadi, dalam beberapa hal serupa dengan tipe perdarahan breakthrough estrogen yang dijumpai pada wanita-wanita dengan kadar estrogen sirkulasi agak rendah atau amat rendah.
Salah satu riwayat klinis umum melibatkan kontrasepsi oral jangka panjang, aliran menstruasi yang jelas berkurang atau tidak ada selama minggu bebas pil, dan episode perdarahan breakthrough pada waktu lain. Penyakit sporadik dari perdarahan breakthrough progesteron juga sering dijumpai pada wanita-wanita yang mendapatkan terapi progestin depo (Depo-Provera) untuk kontrasepsi, endometriosis, atau supresi menstruasi selama kemoterapi. Pola yang sama sering dijumpai diantara wanita-wanita yang menggunakan implan progestin untuk kontrasepsi. Pada semua skenario tersebut, suatu interval pendek dari penambahan estrogen (estrogen konjugasi 1,25 mg atau estradiol micronized 2,0 mg tiap hari selama 7-10 hari) pada umumnya sangat efektif. Pada beberapa wanita, problem tersebut sering terjadi kembali atau menetap. Dosis yang lebih besar, durasi yang lebih lama, atau pemberian berulang dari terapi estrogen kadangkala diperlukan. Jika terapi gagal, evaluasi lebih lanjut dengan ultrasonografi transvaginal atau sonohisterografi dapat menyingkirkan kemungkinan dari polip endometrium atau mioma submukosa yang sebelumnya tidak diketahui. Secara jarang, hanya pengosongan cepat dalam terapi kontrasepsi oral atau progestin depo yang akan menyelesaikan masalah tersebut.
Terapi Estrogen dan Risiko Tromboemboli. Dosis tinggi dari estrogen berkaitan dengan suatu peningkatan risiko untuk terjadinya tromboemboli. Lebih dari satu pil kontrasepsi oral perhari atau beberapa dosis estrogen oral atau intravena dalam interval tunggal 24 jam harus dipertimbangkan sebagai dosis tinggi. Sayangnya, tidak ada data yang tersedia untuk memastikan atau memperhitungkan risiko yang mungkin berkaitan dengan terapi estrogen dosis tinggi jangka pendek. Seperti pada penentuan terapi, keuntungan dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko potensialnya dan metode-metode alternatif untuk penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal. Secara umum, estrogen dosis rendah selama interval waktu yang pendek secara relatif memberikan risiko yang lebih kecil, bahkan pada wanita-wanita dengan gaya hidup atau riwayat medis yang mengarah pada peningkatan risiko trombosis. Namun, pada wanita-wanita dengan episode trombosis di masa lampau atau riwayat keluarga tromboemboli vena idiopatik, paparan estrogen dosis tinggi sebaiknya dihindari.
Dilatasi dan Kuretase
Pada wanita yang secara hemodinamik tidak stabil, resusitasi cairan dan dilatasi serta kuretase operatif merupakan cara paling tepat guna dan efektif untuk menghentikan perdarahan uterus akut yang tidak dapat dikendalikan tanpa adanya patologi organik yang tampak. Mekanisme pengaruh dari kuretase tidak seluruhnya jelas namun denudasi secara bedah terhadap lapisan basal endometrium diduga secara akut menstimulasi semua proses normal yang terlibat dalam berhentinya perdarahan menstruasi normal – mekanisme pembekuan darah lokal, vasokonstriksi arteriol-arteriol basal, dan reepitelisasi cepat.
Hiperplasia dan Neoplasia Endometrium
Hiperplasia endometrium telah dijelaskan dalam beberapa cara selama beberapa tahun. Saat ini, hal tersebut diklasifikasikan sebagai simpel atau kompleks dan dengan atau tanpa atipia sitologik. Beberapa orang telah mengemukakan bahwa istilah hiperplasia endometrium sebaiknya digunakan untuk mendeskripsikan lesi tanpa atipia dan lebih memilih istilah neoplasia intraepitelial endometrium untuk mendeskripsikan lesi-lesi yang menunjukkan atipia inti pada sel-sel yang membatasi kelenjar endometrium (pembesaran, pembulatan, dan pleomorfisme, aneuploidi). Tanpa memperhitungkan terminologi yang dipakai untuk mendeskripsikan kedua lesi tersebut, ada atau tidak adanya atipia merupakan kunci. Lesi-lesi tanpa atipia hanya menunjukkan bentuk eksagerasi dari endometrium proliferatif persisten; ini mengalami regresi secara spontan, setelah kuretase, atau dengan terapi progestin, dan berkaitan dengan sedikit risiko untuk berkembang menjadi adenokarsinoma. Secara berlawanan, penyakit endometrium yang melibatkan atipia sitologik menunjukkan sifat yang seluruhnya berbeda; abnormalitas tersebut tidak sering mengalami regresi spontan, mungkin cukup resisten terhadap kuretase berulang atau terapi progestasional dosis tinggi yang lama, memiliki risiko signifikan (10-30%) untuk berkembang menjadi adenokarsinoma jika tidak diterapi, sehingga harus dianggap sebagai lesi prekanker. Lesi-lesi atipik dibedakan dari karsinoma invasif dengan tidak adanya invasi stroma.
Hiperplasia endometrium biasa tanpa atipia dapat dikoreksi dengan menggunakan rejimen-rejimen terapi yang serupa dengan yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan perdarahan anovulatorik pada wanita anovulatorik oligomenore – terapi progestin siklik (medroksiprogesteron asetat 10 mg perhari atau noretindrone asetat 5 mg perhari selama 14 hari) atau bahkan kontrasepsi oral.
Hiperplasia dengan atipia paling baik diterapi secara bedah. Wanita-wanita yang berkeinginan mempertahankan potensi reproduksinya dapat diterapi dengan progestin, namun terapi yang lebih poten dan berdurasi lebih lama (megestrol asetat 40-80 mg perhari selama 3 hingga 6 bulan) diperlukan dan biopsi berulang untuk me-monitor respon serta mengkonfirmasi resolusi dari lesi merupakan hal yang wajib; kebanyakan (75-90%) memberikan respon terhadap terapi medis. Lesi-lesi resisten pada wanita yang tetap ngotot tidak mau operasi mungkin membutuhkan terapi progestasional yang berdosis lebih besar dan berdurasi lebih lama. Resistensi dari lesi-lesi atipik terhadap terapi progestin harusnya tidak mengejutkan karena atipia inti menunjukkan suatu derajat dediferensiasi seluler. Wanita-wanita yang berespon terhadap penatalaksanaan medis harus didukung untuk mendapatkan kehamilan pada waktu seawal mungkin dan harus diawasi secara teliti karena rekurensi tidak jarang terjadi. Beberapa wanita tidak akan memberikan respon pada kadar berapapun dan membutuhkan histerektomi.
Perdarahan Abnormal dari Penyebab-penyebab Lain
Tidak semua perdarahan menstruasi yang banyak atau lama, ireguler atau abnormal berkaitan dengan anovulasi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya merupakan semua yang diperlukan untuk menyingkirkan trauma dan benda asing. Dengan beberapa pengecualian (produk konsepsi non viabel yang menetap), komplikasi kehamilan mudah disingkirkan dengan suatu tes kehamilan sederhana. Biopsi serviks untuk lesi yang dicurigai dan biopsi endometrium pada wanita-wanita dengan faktor risiko untuk kanker endometrium menghilangkan keganasan saluran reproduksi sebagai suatu kemungkinan. Diagnosis banding dari perdarahan abnormal pada wanita-wanita ovulatorik dan wanita-wanita anovulatorik yang gagal dengan terapi hormonal yang sesuai dititikberatkan pada beberapa kemungkinan utama: endometritis kronik, leiomiomata uterus, polip endometrium, adenomiosis, dan kelainan perdarahan.
Endometritis Kronik
Endometritis kronik jarang menjadi penyebab langsung namun seringkali merupakan suatu penyebab tidak langsung atau penyebab kontributif dari perdarahan abnormal. Sel-sel inflamasi melepaskan enzim proteolitik yang merusak pleksus kapiler subepitel dan epitel permukaan, membuatnya rapuh dan rentan terhadap perubahan dan mikroerosi. Protease juga berpengaruh baik terhadap proses perbaikan maupun pembentukan pembuluh darah baru. Selain itu, lekosit dan makrofag melepaskan faktor aktivasi platelet serta prostalandin, yang merupakan vasodilator poten.
Inflamasi kronik yang berkaitan dengan suatu reaksi benda asing hampir dipastikan bertanggungjawab secara langsung untuk peningkatan perdarahan menstruasi yang berkaitan dengan alat kontrasepsi bawah rahim (IUD) tembaga dan salah satu mekanisme yang dapat menyebabkan perdarahan abnormal pada wanita-wanita dengan produk konsepsi yang menetap. Studi-studi histologik secara kuat menunjukkan bahwa endometritis kronik juga berkontribusi terhadap perdarahan abnormal yang berkaitan dengan mioma intramural dalam dan submukosa serta polip endometrium (dibahas lebih lanjut).
Leiomioma Uteri
Leiomioma uteri sangat sering terjadi, dan perdarahan uterus abnormal merupakan problem klinis paling sering yang diakibatkannya. Namun, kebanyakan wanita dengan fibroid uterus tidak mengalami perdarahan abnormal. Prevalensi yang tinggi dari mioma uteri menjamin bahwa ini akan sering diidentifikasi pada wanita-wanita yang juga anovulatorik atau memiliki penyebab lain dari perdarahan. Sehingga mioma tidak dapat dianggap sebagai penyebab perdarahan abnormal sebelum kemungkinan-kemungkinan jelas lain disingkirkan, terutama jika tidak menonjol ke dalam atau merubah letak rongga rahim. Fibroid mungkin merupakan penyebab dari perdarahan banyak dan lama pada wanita-wanita ovulatorik, dapat memperberat perdarahan yang disebabkan dari anovulasi atau penyebab lain, atau hanya merupakan suatu temuan insidental. Ultrasonografi transvaginal pada umumnya memberikan informasi akurat mengenai ukuran, jumlah dan lokasi dari mioma, namun gambaran dapat sulit diinterpretasi jika fibroid multipel dan besar. Sonohisterografi secara lebih jelas menentukan batas mioma terhadap rongga uterus sehingga dapat membantu membedakan mioma yang relevan secara klinis dengan yang tidak.
Mekanisme dimana mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan abnormal tidak semuanya jelas namun agaknya berkaitan erat dengan lokasinya. Studi-studi histologik menunjukkan bahwa mioma submukosa dan intramular dalam yang besar menyebabkan peregangan endometrium di atasnya. Kompresi dari bawah dan trauma dari gesekan dalam rongga pada permukaan epitel dapat bergabung menyebabkan inflamasi kronik lokal atau bahkan ulserasi, menimbulkan perdarahan. Pada endometrium yang terkompresi atau rusak, mekanisme-mekanisme hemostatik lain seperti pembentukan sumbat platelet juga dapat terganggu. Erosi dan ruptur dari pembuluh darah permukaan berkaliber lebih besar yang dijumpai pada beberapa mioma dapat secara lebih lanjut berkontribusi terhadap perdarahan yang lama atau banyak. Daerah permukaan yang lebih luas dari rongga uterus yang membesar dapat memberikan penjelasan untuk menoragia pada wanita-wanita dengan fibroid yang banyak dan besar namun jauh dari endometrium.
Pada beberapa wanita, terapi medis dapat membantu dalam penatalaksanaan perdarahan abnormal yang secara langsung berkaitan dengan mioma uteri. Kontrasepsi oral dapat mengurangi volume dan durasi kehilangan darah dalam cara yang sama dengan wanita-wanita tanpa fibroid; keuntungannya agaknya kurang pada wanita-wanita dengan mioma submukosa dan kontrasepsi oral. Obat-obat anti inflamasi non steroid dan agonis hormon pelepas gonadotropin juga memiliki keuntungan serta akan dibahas lebih lanjut.
Penatalaksanaan secara bedah dari perdarahan abnormal yang diakibatkan atau diperberat oleh mioma uteri harus diindividualisasikan setelah mempertimbangkan ukuran, jumlah, dan lokasi dari fibroid, risiko relatif, keuntungan, serta konsekuensi dari terapi pembedahan yang berbeda, umur, dan keinginan untuk fertilitas di masa depan. Secara umum, miomektomi histeroskopi merupakan suatu pilihan logis untuk mioma submukosa kecil tungga, tanpa memperhitungkan usia dan tujuan reproduktif di masa depan. Pembedahan histeroskopik untuk mioma submukosa multipel dan besar membutuhkan keahlian teknik yang lebih besar dan memberikan risiko yang lebih besar, termasuk sterilitas yang disebabkan oleh adesi intrauterin post operatif berat – suatu pertimbangan penting pada wanita-wanita yang berharap untuk tetap mempertahankan fertilitasnya. Mioma submukosa yang meluas lebih dalam ke miometrium dapat ditatalaksana dengan miomektomi histeroskopik subtotal, miomektomi abdominal, atau histerektomi, tergantung pada ketrampilan bedah dan perlunya untuk mempertahankan fertilitas. Bagi yang berpengalaman dengan prosedur tersebut, miomektomi laparoskopik menawarkan pilihan lain untuk wanita-wanita yang belum habis masa reproduksinya, namun pendekatan endoskopik tersebut tidak menghilangkan risiko dari adesi pelvis atau perlunya persalinan sesar. Histerektomi tentu saja merupakan suatu pilihan bagi wanita-wanita dengan perdarahan uterus abnormal, fibroid multipel besar, dan tidak adanya keinginan untuk kehamilan di masa depan.
Polip Endometrium
Polip endometrium seringkali menyebabkan perdarahan abnormal yang paling mungkin disebabkan dari fragilitas vaskuler, inflamasi kronik, dan erosi permukaan. Polip bertangkai yang lebih besar dapat menimbulkan nekrosis iskemik pada apeksnya, yang meluas ke kapiler-kapiler subpermukaan sebagai akibat dari torsi intermiten dan trombosis terkait. Jika polip diidentifikasi melalui ultrasonografi transvaginal atau sonohisterografi, pembedahan histeroskopik memberikan penyembuhan yang sederhana dan sangat efektif.
Adenomiosis
Adenomiosis merupakan suatu temuan umum pada spesimen-spesimen histerektomi dari wanita dengan menoragia yang berkaitan dengan mioma uteri atau patologi endometrium. Pada wanita-wanita simtomatik, ultrasonografi dapat mengarah pada diagnosis tersebut; kista miometrium merupakan kriteria diagnostik ultrasonografi yang paling spesifik. Imejing resonansi magnetik juga dapat digunakan untuk diagnosis adenomiosis dan merupakan suatu teknik diagnostik yang lebih sensitif dengan adanya mioma uteri; peningkatan ketebalan zona hubungan maksimal (lebih dari 12 mm) dan rasio zona hubungan terhadap ketebalan miometrium (kurang dari 40%) muncul sebagai kriteria diagnostik paling berguna. Namun, biaya imejing resonansi magnetik sulit untuk ditentukan jika hasilnya tidak mempengaruhi penatalaksanaan klinis. Suatu IUD progestin merupakan salah satu langkah terapi yang efektif. Pilihan-pilihan terapi lain untuk menoragia yang berkaitan dengan adenomiosis akan dibahas lebih lanjut.
Patogenesis dari menoragia yang berkaitan dengan adenomiosis belum diketahui. Pada sebagian besar kasus (80%), adenomiosis berkaitan dengan leiomioma atau adenomioma (proliferasi miometrium berlebihan di sekitar fokus endometrium ektopik) dan mekanisme yang bertanggungjawab mungkin serupa dengan mekanisme untuk mioma.
Kelainan Perdarahan
Banyak studi saat ini telah mendokumentasikan hubungan antara menoragia dan defek koagulasi bawaan. Secara bersama-sama, kelainan-kelainan tersebut memberikan cukup pertimbangan untuk studi koagulasi skrining pada wanita-wanita dengan menoragia yang tidak terjelaskan. Penyakit Von Willebrand merupakan abnormalitas perdarahan bawaan yang paling sering mengenai wanita. Penyakit tersebut merupakan konsekuensi dari defek kuantitatif atau kualitatif dari faktor Von Willebrand, suatu protein yang dibutuhkan untuk adesi platelet dan pembentukan trombus pada lokasi cedera vaskuler. Faktor Von Willebrand juga berperan sebagai suatu karier untuk faktor VIII dalam darah sirkulasi dimana dua molekul tersebut membentuk kompleks. Penyakit tersebut memiliki beberapa subtipe dan kecenderungan untuk berdarah secara berlebihan dapat bervariasi luas, bahkan pada individu serta keluarganya.
Desmopressin merupakan suatu analog sintetik dari vasopresin arginin yang telah digunakan untuk menerapi perdarahan uterus abnormal pada wanita-wanita dengan kelainan koagulasi, terutama yang dengan penyakit Von Willebrand. Obat tersebut tersedia baik untuk penggunaan intravena maupun sebagai semprot hidung konsentrasi tinggi (1,5 mg/mL). Formulasi semprot hidung biasanya direkomendasikan untuk terapi rumah dan profilaktik dari penyakit Von Willebrand. Terapi memacu peningkatan cepat dari faktor koagulasi VIII dan faktor Von Willebrand yang berlangsung kira-kira 6 jam. Meskipun pengaruhnya mungkin hanya sedang, desmopressin dapat berguna untuk penatalaksanaan perdarahan menstruasi yang banyak pada wanita-wanita dengan penyakit Von Willebrand. Akhir-akhir ini, suatu inhibitor fibrinolisis, asam traneksamat, juga telah berhasil digunakan untuk penatalaksanaan perdarahan menstruasi berat pada wanita-wanita dengan penyakit Von Willebrand.
Meskipun bukan suatu terapi spesifik untuk penyakit Von Willebrand, kontrasepsi oral seringkali sangat membantu dalam mengurangi volume dan durasi dari kehilangan darah menstruasi pada wanita-wanita dengan kelainan tersebut.
Terapi-terapi Non Spesifik untuk Perdarahan Menstruasi Abnormal
Suatu penyebab spesifik dari perdarahan menstruasi yang banyak dan lama pada wanita-wanita ovulatorik tidak selalu dapat diidentifikasi; defek lokal dalam hemostasis endometrium diduga bertanggungjawab. Dalam kondisi-kondisi seperti itu, problem tersebut tetap dapat ditatalaksana secara efektif dengan menggunakan sejumlah besar terapi bedah dan medis non spesifik.
Obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid
Terdapat sedikit pertanyaan bahwa prostagladin (PG) memiliki kerja penting pada vaskulatur endometrium dan dalam hemostasis endometrium. Konsentrasi PGE2 dan PGF2α meningkat secara progresif pada endometrium manusia selama siklus menstruasi dan dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada endometrium menstruasi. Obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) menghambat sintesis PG dan mengurangi kehilangan darah menstruasi. NSAID juga dapat mempengaruhi keseimbangan antara tromboksan A2 (suatu vasokonstriktor dan promoter dari agregasi platelet) dan prostasiklin (PGI2) (suatu vasodilator dan inhibitor dari agregasi platelet).
Meskipun mekanisme pasti yang terlibat belum jelas, NSAID mengurangi perdarahan menstruasi normal dan peningkatan perdarahan yang berkaitan dengan penggunaan IUD. Secara umum, terapi NSAID mengurangi kehilangan darah kira-kira sebanyak 20-40% dan lebih besar lagi pada mereka yang mengalami perdarahan eksesif. Naproksen dan asam mefenamat merupakan NSAID yang diteliti paling ekstensif, namun tidak ada anggota golongan yang memberikan keuntungan jelas. Terapi dengan NSAID mungkin dianggap terapi lini pertama untuk wanita-wanita ovulatorik dengan perdarahan menstruasi yang banyak dan tidak ada patologi yang dapat ditunjukkan. Efek samping sedikit karena terapi terbatas, biasanya dimulai pada onset perdarahan dan dilanjutkan selama 3-5 hari sesuai keperluan. NSAID memberikan tambahan keuntungan dalam peredaan dismenorea, bahkan jika menstruasi normal.
Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan darah menstruasi pada wanita-wanita ovulatorik dengan perdarahan menstruasi berat, tanpa memperhitungkan apakah menoragia-nya berkaitan dengan patologi (mioma, adenomiosis) atau tidak terjelaskan. Pada wanita-wanita dengan menoragia yang tidak terjelaskan, kontrasepsi oral dapat diharapkan mengurangi perdarahan kira-kira sebesar 40%.
IUD Levonorgestrel
IUD pelepas levonorgestrel (LNG) (Mirena) diajukan untuk digunakan di Amerika Serikat pada tahun 2000; IUD pelepas progestin lain satu-satunya yang tersedia di AS mengandung progesteron (Progestasert) dan secara sengaja ditarik dari pasaran pada tahun 2001. IUD-LNG tersebut mempunyai reservoir yang mengandung LNG 52 mg dicampur dengan polidimetilsiloksan yang mengendalikan kecepatan pelepasan hormon. Untuk tujuan kontrasepsi, alat tersebut dapat ditempatkan selama 10 tahun.
Kehilangan darah menstruasi pada wanita-wanita dengan perdarahan menstruasi berat dapat dikurangi sebesar 75-95%, suatu pengaruh yang berkaitan dengan desidualisasi endometrium karena progestin. Untuk mengendalikan menoragia, IUD-LNG lebih efektif daripada pemberian siklik noretindrone; meskipun kedua terapi tersebut efektif. Kepuasan pasien dan keinginan untuk melanjutkan terapi jauh lebih besar dengan IUD-LNG. Dalam sebuah percobaan yang membandingkan IUD-LNG dengan terapi NSAID atau obat antifibrinolitik (asam traneksamat), IUD-LNG dibuktikan lebih baik. Dalam percobaan yang membandingkan IUD-LNG dengan pembedahan (reseksi histeroskopik, histerektomi) untuk terapi perdarahan menstruasi yang banyak, pembedahan mencapai rata-rata reduksi yang lebih besar dalam kehilangan darah dan insidensi amenorea yang lebih tinggi, namun para wanita sama-sama puas dengan kedua bentuk terapi tersebut. IUD-LNG merupakan suatu pilihan menarik bagi wanita-wanita ovulatorik dengan perdarahan menstruasi yang banyak dan bagi wanita-wanita dengan perdarahan yang sulit diatasi dan berkaitan dengan penyakit-penyakit kronik (gagal ginjal).
Agonis Hormon Pelepas Gonadotropin
Terapi dengan suatu agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) dapat mencapai peredaan jangka pendek dari suatu problem perdarahan dan telah digunakan secara efektif sebagai suatu tambahan preoperatif pada wanita-wanita yang menunggu pembedahan konservatif (miomektomi, ablasi endometrium) atau definitif (histerektomi) untuk perdarahan abnormal.
Pada wanita-wanita dengan anemia berat karena menoragia, amenorea yang ditimbulkan GnRHa preoperatif dapat memberikan peredaan sementara dari perdarahan lebih lanjut, memungkinkan kadar hemoglobin kembali normal, dan mengurangi kemungkinan transfusi dengan pembedahan. Terapi GnRHa juga seringkali mengurangi ukuran dari mioma dan massa uterus keseluruhan. Pada wanita-wanita dengan fibroid besar yang menunggu histerektomi, pengaruh tersebut dapat memberikan keuntungan tambahan dengan memungkinkan pembedahan vagina saat suatu operasi abdomen mungkin diperlukan. Pada wanita-wanita yang menunggu miomektomi, pengurangan ukuran dan konsistensi mioma yang ditimbulkan GnRHa secara nyata dapat membuat identifikasi dan pengeluaran fibroid lebih sulit. Sebagai suatu metode untuk menipiskan endometrium sebelum ablasi, terapi GnRHa memperbaiki kondisi dan hasil keluaran operatif.
Terapi GnRHa juga berguna dalam penatalaksanaan perdarahan menstruasi abnormal yang mungkin mengikuti transplantasi organ dimana toksisitas dari obat imunosupresan membuat steroid seks kurang dikehendaki. Namun, kerugian dan efek samping yang diakibatkan oleh defisiensi estrogen (hot flush, deplesi mineral tulang) membuat GnRHa sebagai suatu langkah terapi jangka panjang yang tidak menarik dari perdarahan abnormal.
Langkah-langkah Terapi Medis Lain
Terapi progestin siklik telah digunakan dalam terapi menoragia dengan beberapa keberhasilan. Terapi yang dibatasi pada fase luteal dari siklus (medroksiprogesteron asetat 10 mg perhari atau noretindrone 5 mg perhari) mencapai hasil yang sebanding dengan terapi NSAID namun kurang ditoleransi baik. Durasi terapi progestin yang lebih lama (noretindrone 5-15 mg perhari hari siklus 5-26) dapat mengurangi kehilangan darah menstruasi hingga tingkat yang lebih besar, namun tidak sama efektifnya atau tidak sama ditoleransi baik seperti IUD-LNG.
Bukti dari sejumlah studi-studi kecil menunjukkan bahwa danazol (200 mg perhari) lebih efektif daripada NSAID, progestin, dan kontrasepsi oral untuk terapi perdarahan menstruasi yang banyak, namun terapi jangka panjang dibutuhkan dan berkaitan dengan efek samping androgenik yang membuatnya tidak dapat diterima oleh kebanyakan wanita.
Asam traneksamat merupakan suatu agen antifibrinolitik yang digunakan secara luas di Eropa untuk terapi menoragia. Obat tersebut lebih efektif daripada terapi NSAID, namun dosis yang lebih besar (2-6 gm perhari) diperlukan dan insidensi efek samping gastrointestinal serta perdarahan antar menstruasi relatif tinggi.
Ablasi Endometrium
Perdarahan persisten meskipun telah dilakukan terapi menjadi perhatian dan membuat frustrasi. Histerektomi adalah pilihan yang tepat untuk beberapa hal, namun banyak orang lebih memilih untuk menghindari operasi mayor jika mungkin, dan beberapa lainnya masih memiliki syarat yang membuatnya menjadi kandidat yang buruk untuk pembedahan mayor. Ablasi endometrium adalah pilihan lain yang sedang bertambah popularitasnya untuk penatalaksanaan menoragia yang tidak terjelaskan saat terapi medis ditolak, tidak berhasil, atau ditoleransi buruk.
Sejumlah luas metode telah dikembangkan untuk ablasi endometrium dan beberapa lainnya sedang dalam penelitian aktif. Metode pertama yang dijelaskan adalah fotovaporisasi laser Nd:YAG histeroskopik (neodymium: yittrium-aluminum-garnet), yang sekarang lebih dari 20 tahun. Segera setelahnya, teknik-teknik yang berbiaya lebih rendah dikembangkan menggunakan alat-alat bedah elektrik (loop resektoskopik, roller ball). Sejumlah penelitian terkontrol acak telah membandingkan ablasi endometrium elektrosurgikal histeroskopik dengan histerektomi sebagai terapi bedah untuk perdarahan menstruasi berat. Secara total, histerektomi mencakup waktu operasi dan pemulihan yang lebih lama, risiko komplikasi yang lebih tinggi, dan biaya yang lebih besar, namun memberikan suatu solusi permanen serta perlunya reterapi pada banyak wanita setelah ablasi mempersempit perbedaan biaya seiring dengan waktu. Angka kepuasan dengan kedua prosedur adalah tinggi.
Sejumlah teknik yang lebih baru untuk ablasi endometrium baru-baru ini telah dikembangkan; kebanyakan tidak membutuhkan histeroskopi. Pendekatan histeroskopik baru meliputi suatu elektroda vaporisasi bipoler dan suatu teknik hidrotermal. Tersedia dua sarana balon berbeda, satu yang mensirkulasi air panas (87° ± 5°C) di dalam balon dan yang lain menggunakan elektroda pada permukaan luar serta destruksi termal yang diinduksi radiofrekuensi. Metode lain meliputi suatu elektroda mesh pelat emas yang disesuaikan dengan rongga uterus dan ablasi termal radiofrekuensi bipoler. Beberapa masih menggunakan teknologi gelombang mikro, laser, dan bedah beku. Dibandingkan dengan metode-metode histeroskopik tradisional, teknik-teknik buta untuk ablasi yang lebih baru secara teknis lebih mudah dilakukan, memerlukan waktu lebih sedikit, dan lebih cenderung hanya membutuhkan anestesi lokal, serta mencapai hasil-hasil yang serupa namun problem perlengkapan masih lebih sering terjadi. Banyak dari sarana-sarana baru masih dalam pengembangan dan pembaharuan.
Diantara para wanita dengan menoragia yang menjalani suatu prosedur ablasi endometrium, 80-90% melaporkan pengurangan perdarahan, 25-50% mengalami amenorea, 70-80% melaporkan lebih sedikit nyeri menstruasi, 75-90% puas dengan hasil pembedahan, dan 80% tidak membutuhkan pembedahan tambahan hingga 5 tahun setelah ablasi. Dengan teknik histeroskopik maupun non histeroskopik, hasil pada umumnya lebih baik jika ablasi dilakukan selama fase folikuler awal dan setelah endometrium mula-mula ditipiskan selama 4-6 minggu menggunakan terapi progestin, danazol, atau GnRHa. Data komparatif yang ada menunjukkan bahwa terapi GnRHa dapat memberikan hasil yang lebih konsisten daripada danazol, namun keduanya menghasilkan hasil yang memuaskan. Penipisan endometrium preliminer memperbaiki hasil jangka pendek, namun dampaknya terhadap insidensi amenorea dengan jangka lebih panjang dan kebutuhan untuk pembedahan lebih lanjut masih kurang jelas. Meskipun risiko yang lebih rendah, komplikasi yang lebih sedikit, dan pemulihan yang lebih cepat berkaitan dengan ablasi endometrium, wanita-wanita yang diterapi dengan histerektomi cenderung lebih memuaskan hasilnya.
Terdapat perhatian yang masuk akal bahwa karsinoma endometrium mungkin diterapi secara kurang hati-hati dengan ablasi endometrium, atau bahwa prosedur tersebut mungkin meng-obliterasi sebagian dari rongga uterus namun meninggalkan pulau-pulau residu terpisah dari endometrium dimana adenokarsinoma dapat muncul dan tidak dikenali tanpa adanya perdarahan. Observasi-observasi tersebut menekankan pentingnya evaluasi preoperatif menyeluruh, untuk mencakup biopsi endometrium, dan pemilihan pasien yang sesuai untuk prosedur-prosedur ablasi. Ablasi endometrium tidak direkomendasikan bagi wanita-wanita yang berisiko tinggi untuk terkena kanker endometrium.
Ringkasan Prinsip-prinsip Klinis
Remaja Dewasa
Preliminer: Preliminer:
Pemeriksaan pelvis atau rektal Pemeriksaan pelvis
Singkirkan kehamilan PAP smear
Tes laboratorium yang sesuai Singkirkan kehamilan
Tes laboratorium yang sesuai
Biopsi endometrium
Dengan mempertimbangkan bahwa perdarahan menstruasi abnormal merupakan keluhan tunggal paling sering yang dibawa wanita-wanita usia reproduksi ke dokternya, semua klinisi yang memberikan pelayanan primer untuk wanita-wanita tersebut harus melakukan pendekatan logis terorganisir untuk evaluasi dan terapi masalah tersebut. Berikut ini merangkum elemen-elemen kunci dari evaluasi dan terapi klinis dari perdarahan menstruasi abnormal pada wanita-wanita premenopause:
• Penyebab paling sering dari kejadian mendadak pola menstruasi yang dapat diprediksi merupakan kecelakaan atau komplikasi kehamilan.
• Perdarahan anovulatorik biasanya ireguler, tidak frekuen, dan tidak dapat diprediksi; variasi dalam jumlah, durasi, dan karakter; dan paling sering dijumpai pada remaja serta wanita-wanita tua, obese, dan wanita-wanita dengan gambaran klinis sindroma ovarium polikistik.
• Periode reguler dan dapat diprediksi namun semakin banyak atau lama atau onset baru dari perdarahan antar menstruasi episodik lebih sering disebabkan dari abnormalitas anatomik daripada anovulasi.
• Menoragia dari menarke, episode perdarahan eksesif di masa lampau akibat trauma atau pembedahan, dan perdarahan menstruasi berat yang tidak terjelaskan menunjukkan kemungkinan suatu kelainan perdarahan. Kelainan perdarahan lebih sering terjadi daripada yang biasanya diduga; tes koagulasi skrining diindikasikan untuk para remaja dengan menoragia sejak menarke dan untuk wanita-wanita dengan perdarahan menstruasi berat atau lama yang tidak terjelaskan.
• Jika riwayat klinis dan pemeriksaan secara jelas menunjuk pada perdarahan anovulatorik, terapi medis empirik dapat diberikan tanpa evaluasi laboratorium atau imejing tambahan. Namun, suatu tes kehamilan dan pemeriksaan darah lengkap selalu masuk akal dan bijaksana.
• Penentuan progesteron serum yang tepat waktu dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis perdarahan anovulatorik jika terjadi keraguan. TSH dapat menyingkirkan kelainan-kelainan tiroid pada wanita-wanita anovulatorik. Tes fungsi hati atau ginjal hanya diindikasikan untuk mereka dengan penyakit yang telah diketahui atau diduga kuat saja.
• Biopsi endometrium harus dipertimbangkan secara serius sebelum terapi dimulai jika riwayat klinis mengarah pada paparan estrogen tanpa rintangan jangka panjang, tanpa memperhitungkan usia, namun tidak diperlukan jika endometrium sangat tipis (kurang dari 5 mm). Biopsi endometrium sebaiknya dilakukan jika endometrium menebal tidak normal (lebih dari 12 mm), bahkan jika kecurigaan klinis terhadap penyakit rendah.
• Imejing uterus dengan ultrasonografi atau sonohisterografi sebaiknya dilakukan jika pemeriksaan mengungkap adanya ukuran atau kontur uterus yang tidak normal, jika riwayat (siklus reguler dari peningkatan volume atau durasi, onset baru perdarahan antar menstruasi), tes laboratorium (progesteron serum lebih dari 3 ng/mL), atau hasil biopsi (endometrium sekretorik) memberikan bukti objektif dari ovulasi, dan jika terapi medis empirik gagal.
• Kombinasi sonohisterografi dan biopsi endometrium memberikan sensitivitas yang tinggi dan nilai prediktif negatif yang tinggi untuk deteksi patologi endometrium dan uterus pada wanita-wanita dengan perdarahan abnormal.
• Terapi progestin siklik merupakan terapi yang sesuai untuk wanita-wanita anovulatorik oligomenore dengan perdarahan abnormal episodik yang tidak perlu kontrasepsi, namun kontrasepsi estrogen-progestin merupakan pilihan yang lebih baik.
• Wanita-wanita dengan episode lama dari perdarahan anovulatorik yang banyak biasanya paling baik diterapi dengan kontrasepsi oral, mula-mula secara intensif (satu pil dua kali sehari selama 5-7 hari), kemudian diturunkan perlahan hingga rejimen pil kontrasepsi oral siklik standar. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, jika tersedia, imejing ultrasonografi dapat membantu menentukan pilihan terapi dengan menetapkan ketebalan endometrium dan mengungkap abnormalitas anatomik yang jelas dan tidak dicurigai. Kegagalan penatalaksanaan medis merupakan indikasi untuk evaluasi lebih lanjut.
• Terapi estrogen merupakan pilihan terapi inisial terbaik jika endometrium yang gundul atau tipis sangat dicurigai atau dibuktikan. Contoh-contoh klinis meliputi wanita-wanita dimana biopsi memberikan sedikit jaringan, wanita-wanita yang mendapatkan terapi progestin kronik, dan wanita-wanita dengan perdarahan berat serta lama yang memiliki alur endometrium tipis. Kegagalan penatalaksanaan medis merupakan indikasi untuk evaluasi lebih lanjut.
• Kuretase endometrium harus dilakukan jika perdarahan akut dan membutuhkan tindakan segera atau kegagalan untuk berespon secara cepat terhadap terapi medis intensif. Histeroskopi pada waktu kuretase membantu memastikan suatu diagnosis yang akurat.
• Hiperplasia endometrium tanpa atipia sitologik merupakan bentuk eksagerasi dari endometrium proliferatif persisten yang ditimbulkan dari stimulasi estrogen tanpa rintangan jangka panjang pada wanita-wanita dengan anovulasi kronik. Dengan pengecualian yang jarang, lesi tersebut dapat diterapi secara efektif dengan terapi progestin siklik atau kontrasepsi estrogen-progestin.
• Hiperplasia endometrium dengan atipia sitologik merupakan suatu lesi prekanker yang paling baik diterapi secara bedah kecuali pada wanita-wanita yang ingin mempertahankan potensi reproduksinya. Penatalaksanaan medis terhadap hiperplasia endometrium atipik membutuhkan terapi progestin dengan dosis tinggi dan durasi lebih lama, biopsi endometrium serial untuk me-monitor respon, dan surveilans ketat berjangka lebih lama.
• Leiomioma uteri sangatlah sering terjadi dan tidak dapat dianggap sebagai penyebab perdarahan abnormal sebelum kemungkinan-kemungkinan lain disingkirkan, terutama jika tidak menonjol ke dalam atau menggeser rongga uterus. Sonohisterografi secara jelas menentukan batas mioma terhadap rongga uterus dan membantu membedakan mioma yang relevan secara klinis dari yang tidak.
• NSAID, kontrasepsi estrogen-progestin, dan IUD-LNG dapat menjadi pilihan terapi medis yang efektif untuk penatalaksanaan perdarahan menstruasi berat pada wanita-wanita anovulatorik dengan adenomiosis, pembesaran rongga global yang berkaitan dengan leiomioma intramural multipel, dan menoragia yang tidak terjelaskan.
• Ablasi endometrium menggunakan teknik-teknik histeroskopik atau non histeroskopik merupakan suatu alternatif yang efektif dari histerektomi untuk penatalaksanaan perdarahan menstruasi berat yang abnormal jika terapi-terapi medis ditolak, tidak berhasil, atau ditoleransi buruk.
Artikel terkait:
Postingnya mantap dok, bisa refreshing belajar .....
BalasHapusterimakasih mas
BalasHapus