Rabu, November 23, 2011

Suport fase luteal dalam pengobatan infertilitas

in vitro fertilization

Pada tahun 1992, Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa penggunaan GnRH agonis meningkatkan angka kehamilan untuk program IVF dari 80-127% pada wanita yang berespon normal terhadap gonadotropin eksogen. Dari tahun 1995, 85% dari semua praktisi IVF didunia menggunakan GnRH agonis dalam protocol stimulasi. Dari tahun 1997 secara nyata protocol penggunaan GnRH agonis selama 14-21 hari sebelum pemberian stimulasi gonadotropin terbukti penting untuk memperpendek protocol GnRH agonis, dan saat ini, banyak praktisi menggunakan long protocol ini untuk stimulasi siklus mereka pada responden yang normal.

GnRH agonis bekerja dengan mencegah premature surge LH endogen selama siklus IVF dengan cara supresi hipofisis, agar diperoleh jumlah oosit matur yang besar untuk dipanen. GnRH juga bekerja dengan meningkatkan pertumbuhan folikel yang tergantung gonadotropin.

Meskipun GnRH agonis menguntungkan, penggunaanya juga menyebabkan kerusakan dengan penghambatan corpus luteum dalam siklus ini. GnRH agonis bisa menyebabkan defek fase luteal. Penggunaan GnRH agonis menyebabkan penekanan secresi LH selama 10 hari setelah dosis terakhir. Tanpa sinyal LH ini corpus luteum bisa menjadi disfungsional dan berikutnya sekresi progesterone dan estrogen menjadi abnormal. Tanpa pemberian progesterone atau stimulasi estrogen, reseptivitas endometrium menjadi memburuk menyebabkan penurunan implantasi dan penurunan angka kehamilan.

Dalam usaha untuk mengkompensasi abnormalitas ini, banyak praktisi telah memberikan suplemen fase luteal dengan agen tunggal atau kombinasi. Suplemen hormon yang mengandung estrogen, progesterone atau hCG dan telah digunakan selama fase luteal  untuk pasien-pasien IVF. Terdapat perbedaan jumlah dosis, durasi dan jenis pengobatan yang berbeda, tetapi dosis yang paling baik, durasi dan jenis obat masih kontroversial.

Pada tahun 1992, meta analisis dilakukan untuk mengevaluasi kepentingan suplementasi fase luteal dalam siklus IVF. Meskipun analisis ini masih luas untuk saat ini, 10 tahun terakhir banyak penelitian secara random yang tujuanya sama dengan hasil yang bertentangan.

Manfaat dari review untuk melihat hasil fertilitas setelah suplementasi fase luteal dan untuk mengevaluasi apakah memberikan keuntungan fertilitas untuk wanita pesertaIVF. Review dibatasi pada studi stimulasi GnRH agonis.

Pada kesimpulanya tampak bahwa kepentingan suplementasi fase luteal adalah nyata, dengan hCG dan progesterone intramuskular memberikan keuntungan fertilitas pada wanita yang dilakukan siklus IVF.

Penggunaan hCG lebih baik dari progesteron oral dalam fase luteal. Bila hCG dibandingkan dengan progesterone vaginal atau im  tidak ada perbedaan outcome. Sedangkan bila dibandingkan progesterone im dengan progesterone vaginal memiliki hasil berbeda. Progesteron i.m lebih memberikan keuntungan fertilitas daripada progesterone vaginal. Penambahan estrogen pada progesterone dalam fase luteal tampaknya juga memberikan keuntungan, setidaknya dalam hal angka implantasi.

Sejak pertama kali diketahui ada defek fase luteal iatrogenic pada wanita yang dilakukan IVF, telah diusahakan untuk mengatasinya. Dalam tahun 1998, sebuah meta analisis tidak menunjukkan keuntungan suplementasi progesterone dalam fase luteal jika GnRH agonist diberikan dalam protocol stimulasi untuk teknologi IVF. Dengan penambahan GnRH agonist pada kebanyakan siklus IVF, mengakibatkan fungsi corpus luteum menjadi abnormal. Analisis diatas menunjukkan bahwa suplementasi fase luteal menguntungkan untuk wanita-wanita ini.

Pertanyaannya dosis dan jenis formulasi obat untuk digunakan sampai sekarang belum terjawab. Dosis vaginal >400 mg tampaknya tidak lebih baik atau lebih jelek daripada 600 mg tiap hari. Preparat vaginal gel tampaknya tidak lebih baik atau lebih jelek daripada mikronized progesterone oral. Dosis i.m tampaknya tidak lebih baik atau lebih jelek jika 25 atau 100 mg digunakan, dan progesterone alami menunjukkan tidak lebih baik atau lebih jelek daripada 17-OHPc dalam meningkatnya angka kehamilan. Bagaimanapun ini merupakan hal yang berharga bahwa banyak perbandingan ini dari studi kecil individual, dan kemampuan mendeteksi  perbedaan klinis yang signifikan rendah.

Progesteron oral sebagai support fase luteal tampaknya menarik karena mudah pemberiannya. Dari banyak cara pemberian progesterone, pemberian oral memiliki efikasi yang lebih rendah dan sejumlah efek samping paling besar. Efek metabolisme progesterone oral berupa sedasi, drowsiness dan efek sedasi yang lain,b egitu juga flusing, nausea dan retensi cairan. Lebih lanjut biopsi endometrium pada wanita dengan kegagalan ovarium, progesterone oral tidak efektif dalam menghasilkan fase endometrium. Dalam analisis ini suplementasi progesterone oral dalam fase luteal kurang menguntungkan daripada progesterone vaginal atau hCG i.m. Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan dalam progesterone oral versus support i.m progesterone dalam studi tunggal kecil dinyatakan dalam isu ini. Meskipun begitu tampak bahwa dengan profil efek samping yang tinggi dan penurunan angka fertilitas dibandingkan dengan jenis pengobatan yang lain, pemberian oral tidak direkomendasikan.

Dihipotesiskan bahwa hCG im lebih baik daripada progesterone sendiri sebagai support fase luteal. Ada 2 hal rasional untuk argumentasi ini. Yang pertama pemberian hCG i.m dalam fase luteal dari siklus IVF akan menyelamatkan corpus luteum mempertahankan kelanjutan sekresi estrogen dan progesterone. Yang kedua, produk-pruduk lain yang tidak dikenal disekresikan dari korpus luteum yang mempengaruhi implantasi bisa distimulasi oleh hCG. Peningkatan fungsi korpus luteum selanjutnya bisa lebih menguntungkan daripada mengganti hanya estrogen atau progesterone dalam fase luteal. Dalam analisis terbaru, tidak ada perbedaan antara pemberian hCG i.m dalam fase luteal progesterone vaginal atau progesterone i.m. Pada kenyataannya beberapa studi menunjukkan peningkatan signifikan dalam angka hiperstimulasi bila menggunakan hCG im untuk support fase luteal dibandingkan dengan terapi lain atau tanpa pengobatan. Selanjutnya tidak ada bukti bahwa hCG im sebagai support fase luteal lebih baik dari progesterone sendiri. Lebih lanjut, ini harus tidak direkomendasikan karena resiko efek samping yang potensial.

Isu selanjutnya dinyatakan dalam analisis ini manakah jalur yang paling baik untuk suplementasi progesterone, i.m atau vaginal. Keduanya mempunyai efek samping. Injeksi i.m tidak hanya nyeri tetapi juga dapat meningkatkan terjadi inflamasi dan terbentuknya abses ditempat injeksi. Beberapa reaksi alergi dengan penggunaan minyak untuk injeksi progesterone juga telah dilaporkan. Pemberian progesterone vaginal juga meningkatkan efek samping ringan seperti discharge vagina dan iritasi. Meskipun injeksi i.m menyebabkan kadar serum progesterone lebih tinggi, pemberian vaginal  mempunyai efek sinkronisasi pada endometrium. Ini karena efek pertama pada uterus meningkatkan kadar lebih tinggi pada jaringan uterus dan kadar lebih rendah serum sistemik. Dalam meta-analisis ini, jalur i.m memberikan lebih tinggi CPR dan DR daripada lewat vagina. Dari penemuan itu tidak ada perbedaan yang nyata antara progesterone vaginal sebagai suplementasi versus tanpa pengobatan, data menunjukkan bahwa progesterone vaginal kurang menguntungkan untuk outcome fertilitas. Progesteron i.m menjadi suplemen fase luteal pilihan.

Beberapa penyelidikan telah menyatakan bahwa kadar estrogen serum juga rendah dalam fase luteal dari GnRH agonist siklus IVF. Penambahan estrogen pada suplementasi progesterone luteal telah dinyatakan dalam literature dalam protocol yang bervariasi, termasuk estrogen/progesterone versus progesterone sendiri, hCG/progesterone versus progesterone saja dan estrogen/progesterone versus hCG. Dalam penelitian tunggal, penambahan estrogen untuk suplementasi progeteron standard meningkatkan IR untuk pasien-pasien yang menerima terapi dengan GnRH agonist long protocol, selanjutnya bisa menjadi nilai untuk penambahan steroid ini.

Lama optimal pengobatan belum terpecahkan sampai sekarang. Tidak jelas berapa lama pengobatan untuk wanita menerima suplementasi fase luteal, dan penelitian-penelitian selanjutnya diperlukan sebelum rekomendasi jelas dibuat.

Bukti selanjutnya menyarankan bahwa suplementasi luteal menguntungkan. Progesterone i.m tidak lebih efektif dari hCG, tetapi lebih efektif daripada progesterone vaginal. Karena risiko syndrome hiperstimulasi ovarium sehubungan dngan pemberian hCG dalam fase luteal, progesteron i.m tampaknya menjadi obat pilihan untuk suplementasi fase luteal. Beberapa bukti juga menyatakan penambahan estrogen pada progesterone bisa meningkatkan IR, karenanya harus mempertimbangkan penambahan estrogen untuk suplementasi luteal.

Kesimpulan

1. Kepentingan suplementasi fase luteal nyata dapat memperbaiki defek fase luteal, dengan hCG dan progesterone i.m memberikan keuntungan fertilitas

2. Dosis, jenis dari formulasi obat sampai sekarang belum terjawab

3. Suplementasi progesterone oral kurang menguntungkan daripada progesterone i.m atau vaginal atau hCG i.m oleh karena itu pemberian oral tidak direkomendasikan.

4. Lama pengobatan untuk suplementasi fase luteal tidak jelas, penelitian selanjutnya diperlukan sebelum rekomendasi jelas dibuat.

5. Progesterone i.m tidak lebih efektif dari hCG, tetapi lebih efektif daripada progesterone vaginal.

6. Pemberian hCG beresiko terjadi syndrome hiperstimulasi ovarium. Progesterone i.m menjadi obat pilihan suplementasi fase luteal.

7. Penambahan estrogen pada progesteron meningkatkan angka impalantasi , karenanya penambahan estrogen untuk suplementasi luteal harus dipertimbangkan



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...