Jumlah sperma adalah konsentrasi sperma di dalam ejakulat pria, dibedakan dengan jumlah total sperma, yaitu jumlah sperma dikalikan dengan volume. Menurut WHO 2010, Dikatakan nomal jika jumlahnya lebih dari 15 juta per milimeter. Jumlah sperma yang rendah disebut sebagai oligospermia.
Pada pria infertil ditemukan regio faktor azospermia (AZF) pada kromosom Y. Banyak penelitian mempelajari fungsi regio ini dalam spermatogenesis. Hingga saat ini, telah diketahui beberapa gen pada regio Yq11 mengatur spermatogenesis. Regio ini dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu AZFa, b dan c. Mikrodelesi kromosom Y terjadi diantara 1% dan 29% pria subfertil. Lokus AZFc mengandung kluster gen DAZ yang banyak mengalami delesi pada kromosom Y pada pria dengan infertilitas non obstruktif.
Secara histologis, delesi tersebut berhubungan dengan bermacam perubahan spermatogenetik, termasuk syndrome sel sertoli, maturasi dan hipospermatogenesis. Adanya ICSI memungkinkan bagi pria dengan mikrodelesi kromosom Y untuk memiliki anak, walaupun dia dalam kondisi oligozoospermia berat atau azospermia. Jika delesi kromosom Y terdiagnosis, hal ini penting bagi pasangan untuk diberi informasi mengenai opsi reproduksi mereka. Opsi tersebut adalah ICSI, inseminasi dengan sperma donor atau tidak melakukan pengobatan. Kebanyakan pasangan infertile (79%) dengan mikrodelesi kromosom Y memilih ICSI sebagai upaya terhadap masalah infertilitasnya. Pasangan tersebut juga harus diberi tahu tentang angka kesuksesan ICSI, karena fakta bahwa pada ICSI, keturunan dengan jenis laki-laki mewarisi delesi yang sama dan masalah infertilitas yang sama. Walaupun banyak laporan keberhasilan ICSI, akan tetapi tidak ada informasi (kecuali laporan kasus) mengenai angka kesuksesan ICSI pada pasangan dengan oligozoospermia berat oleh karena mikrodelesi kromosom Y. Pada penelitian terbaru, luaran ICSI menggunakan spermatozoa dengan delesi kromosom Y sama dengan ICSI menggunakan sperma tanpa delesi kromosom Y.
Secara histologis, delesi tersebut berhubungan dengan bermacam perubahan spermatogenetik, termasuk syndrome sel sertoli, maturasi dan hipospermatogenesis. Adanya ICSI memungkinkan bagi pria dengan mikrodelesi kromosom Y untuk memiliki anak, walaupun dia dalam kondisi oligozoospermia berat atau azospermia. Jika delesi kromosom Y terdiagnosis, hal ini penting bagi pasangan untuk diberi informasi mengenai opsi reproduksi mereka. Opsi tersebut adalah ICSI, inseminasi dengan sperma donor atau tidak melakukan pengobatan. Kebanyakan pasangan infertile (79%) dengan mikrodelesi kromosom Y memilih ICSI sebagai upaya terhadap masalah infertilitasnya. Pasangan tersebut juga harus diberi tahu tentang angka kesuksesan ICSI, karena fakta bahwa pada ICSI, keturunan dengan jenis laki-laki mewarisi delesi yang sama dan masalah infertilitas yang sama. Walaupun banyak laporan keberhasilan ICSI, akan tetapi tidak ada informasi (kecuali laporan kasus) mengenai angka kesuksesan ICSI pada pasangan dengan oligozoospermia berat oleh karena mikrodelesi kromosom Y. Pada penelitian terbaru, luaran ICSI menggunakan spermatozoa dengan delesi kromosom Y sama dengan ICSI menggunakan sperma tanpa delesi kromosom Y.
Pada studi tersebut ditemukan bahwa ICSI dengan sperma ejakulasi dari pria yang mengandung mikrodelesi regio AZFc kromosom Y menunjukkan rendahnya angka fertilisasi dan kualitas embrio. Walaupun pada IVF angka fertilisasi dipengaruhi oleh faktor sperma dan oosit, angka kesuksesan pada ICSI umumnya tidak berhubungan dengan parameter sperma. Angka injeksi dan jumlah oosit tidak berbeda signifikan diantara dua kelompok pada studi ini. Lebih jauh, penelitian ini menggunakan staf yang sama, menggunakan protokol yang sama dalam waktu yang sama dalam melakukan ICSI. Masih belum diketahui bagaimana sperma dengan delesi AZFc mempengaruhi angka fertilisasi dan kualitas embrio.
Hingga saat ini, dipikirkan bahwa fungsi utama regio AZFc pada kromosom Y adalah berperan dalam spermatogenesis. Dapat diduga kualitas sperma atau fungsi sperma dalam fertilisasi dan perkembangan embrio terganggu oleh karena delesi AZFc. Penelitian terbaru, menunjukan bahwa sperma Y pada pasien tersebut memiliki kemungkinan fertilisasi dan perkebangan embrio yang rendah. Jika hal ini benar, maka hanya akan terjadi pada embrio jantan dan menghasilkan perbandingan laki:perempuan yang rendah. Oleh karena itu, sangat menarik untuk meneliti kelamin dari embrio cadangan pada pasangan dengan delesi AZFc tersebut. Hipotesis ini dibuktikan dalam kelompok delesi Y, karena hanya anak perempuan yang lahir dari pasangan tersebut. Akan tetapi, anak laki telah lahir dari spermatozoa dengan delesi AZFc.
Sebagaimana dinyatakan diatas, penting untuk memaksimalkan ketersediaan embrio kualitas baik pada pasangan dengan delesi AZFc, mungkin dengan memperbanyak jumlah oosit. Dengan cara ini jumlah embrio yang akan ditransfer meningkat. Tidak ada perbedaan signifikan pada angka take home baby setelah penanganan dengan ICSI pada pasangan dengan mikrodelesi pada regio AZFc kromosom Y, walaupun oleh karena rendahnya frekuensi mikrodelesi regio kromosom Y pada pria oligospermia jumlah pasien pada penelitian ini sedikit. Penelitian pada kelompok besar dapat menunjukkan pengaruh pada angka kehamilan dan take home baby.
Jika angka kehamilan dan take home baby pada penelitian terbaru dipercaya sebagai angka yang benar, maka peningkatan jumlah ICSI dengan oocyte retrieval pada pasangan dengan delesi Y mencapai sekitar 150 dan 375 dibutuhkan untuk mencapai signifikansi statistik pada tingkat 5%, dengan kekuatan 80% test statistik. Pada kelompok terakhir peneliti menemukan azoospermia pada satu pasien saat dilakukan ICSI, walapun saat analisis semen sebelum pengobatan menunjukkan oligospermia.
Di Belanda saat ini tidak diijinkan untuk menggunakan spermatozoa dari epididimis atau testis dan pria tersebut hanya dapat ditangani di luar belanda. Penurunan cepat jumlah sperma dalam beberapa bulan ditemukan pada pria dengan delesi AZFc, dan pria tersebut dapat memperoleh manfaat dari deteksi dini dikombinasikan dengan simpan beku sperma mereka. Walaupun di beberapa tempat tidak bisa melakukan analisis delesi kromosom Y, hal tersebut dapat bermanfaat pada pasien tersebut. Delesi pada regio AZFc (AZFb+c dan AZFa+b+c) berhubungan dengan tidak adanya spermatozoa dan ditemukannya delesi AZFb merupakan prognosis buruk dalam tindakan TESE. Meskipun demikian, spermatozoa matur dtemukan dalam 50 % pasien azospermia dengan delesi AZFc.
Penelitian tersebut menambahkan diskusi terus menerus mengenai pasangan dengan delesi AZFc memiliki luaran rendah pada ICSI. Bagaimanapun, penelitian lebih lanjut dengan jumlah pasangan mikrodelesi AZFc kromosom Y yang lebih banyak diperlukan untuk menilai kemungkinan prognosis delesi tersebut pada ICSI (Ron, 2000).
Sebagaimana dinyatakan diatas, penting untuk memaksimalkan ketersediaan embrio kualitas baik pada pasangan dengan delesi AZFc, mungkin dengan memperbanyak jumlah oosit. Dengan cara ini jumlah embrio yang akan ditransfer meningkat. Tidak ada perbedaan signifikan pada angka take home baby setelah penanganan dengan ICSI pada pasangan dengan mikrodelesi pada regio AZFc kromosom Y, walaupun oleh karena rendahnya frekuensi mikrodelesi regio kromosom Y pada pria oligospermia jumlah pasien pada penelitian ini sedikit. Penelitian pada kelompok besar dapat menunjukkan pengaruh pada angka kehamilan dan take home baby.
Jika angka kehamilan dan take home baby pada penelitian terbaru dipercaya sebagai angka yang benar, maka peningkatan jumlah ICSI dengan oocyte retrieval pada pasangan dengan delesi Y mencapai sekitar 150 dan 375 dibutuhkan untuk mencapai signifikansi statistik pada tingkat 5%, dengan kekuatan 80% test statistik. Pada kelompok terakhir peneliti menemukan azoospermia pada satu pasien saat dilakukan ICSI, walapun saat analisis semen sebelum pengobatan menunjukkan oligospermia.
Di Belanda saat ini tidak diijinkan untuk menggunakan spermatozoa dari epididimis atau testis dan pria tersebut hanya dapat ditangani di luar belanda. Penurunan cepat jumlah sperma dalam beberapa bulan ditemukan pada pria dengan delesi AZFc, dan pria tersebut dapat memperoleh manfaat dari deteksi dini dikombinasikan dengan simpan beku sperma mereka. Walaupun di beberapa tempat tidak bisa melakukan analisis delesi kromosom Y, hal tersebut dapat bermanfaat pada pasien tersebut. Delesi pada regio AZFc (AZFb+c dan AZFa+b+c) berhubungan dengan tidak adanya spermatozoa dan ditemukannya delesi AZFb merupakan prognosis buruk dalam tindakan TESE. Meskipun demikian, spermatozoa matur dtemukan dalam 50 % pasien azospermia dengan delesi AZFc.
Penelitian tersebut menambahkan diskusi terus menerus mengenai pasangan dengan delesi AZFc memiliki luaran rendah pada ICSI. Bagaimanapun, penelitian lebih lanjut dengan jumlah pasangan mikrodelesi AZFc kromosom Y yang lebih banyak diperlukan untuk menilai kemungkinan prognosis delesi tersebut pada ICSI (Ron, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar