Laman

Rabu, Desember 07, 2011

PENGGUNAAN NIFEDIPIN SEBAGAI TOKOLITIK PADA PERSALINAN PRETERM

nifedipine

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Penyebab persalinan preterm dibagi menjadi maternal, fetal dan idiopatik. Penyebab maternal misalnya ibu anemia, preeklampsia, perdarahan ante partum, anomali uterus serta gangguan hormonal. Penyebab fetal seperti anomali kongenital, janin mati, kehamilan ganda dan rhesus isoimunisasi. Penyebab lain yaitu infeksi, khususnya oleh grup beta-streptokokus, atau adanya gangguan pada plasenta.1,2,3,4,5,6 Keadaan ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan dan merupakan penyebab kematian perinatal terpenting setelah kelainan kongenital, yaitu mencapai 75 %.7

Risiko persalinan preterm sangat banyak, antara lain yang diakibatkan oleh trauma persalinan itu sendiri yaitu berupa perdarahan intrakranial. Sindrom depresi pernafasan terjadi akibat defisiensi surfaktan paru sehingga alveoli tidak dapat mengembang. Pada keadaan ini sesak nafas dan sianosis terjadi 1-2 jam post partum, dan kematian dapat terjadi dalam 30 jam berikutnya. Bayi preterm lebih mudah mengalami hipotermi dan infeksi oleh karena immaturitas sistem pengaturan suhu tubuh dan imunologi. Dilaporkan juga bahwa gangguan perkembangan mental lebih sering terjadi pada anak-anak yang dilahirkan preterm.1,2

Diagnosis partus prematurus imminens ditegakkan bila didapatkan kontraksi uterus tiap minimal 10 menit sekali, ada yang menyebutkan tiap 7 – 8 menit sekali, lamanya 30 detik, berlangsung terus-menerus sedikitnya 1 jam. Atau bila didapatkan kontraksi uterus bagaimanapun frekuensi dan durasinya tetapi selaput ketuban sudah pecah, terdapat pendataran serviks 75 % atau lebih, pembukaan serviks 3 cm pada primigravida atau 4 cm pada multigravida, ada yang menyebutkan pembukaan 2 cm.1,6

Pengelolaan partus prematurus imminens lebih banyak simtomatik dan bukan mengobati penyebabnya.8 Di rumah sakit Dr. Sardjito, standar pelayanan untuk pengelolaan partus prematurus imminens adalah istirahat baring, deteksi dan penanganan faktor risiko persalinan preterm, serta pemberian tokolitik. Tokolitik yang digunakan adalah golongan beta-mimetik yaitu terbutalin (bricasma) atau salbutamol (salbuven). Selain itu, obat yang disarankan digunakan adalah magnesium sulfat.6

Banyaknya efek samping yang timbul pada penggunaan terbutalin dan magnesium sulfat menyebabkan perlu dipertimbangkannya pemakaian obat lain sebagai tokolitik yang efektif tetapi dengan efek samping yang minimal.4

 

TOKOLITIK

Tokolitik adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau menghentikan kontraksi uterus.9 Macam tokolitik yang biasa digunakan adalah magnesium sulfat, beta-adrenergik agonis, prostaglandin inhibitor, calcium channel blocker/calcium antagonis, potasium channel opener, oxytocin reseptor agonis, phospodiesterase inhibitor, ethanol, nitroglycerin dan diazoxide.10

Kontraindikasi pemberian tokolitik adalah janin mati, anomali kongenital yang letal, janin non reaktif, gawat janin, IUGR berat, korioamnionitis, infeksi intrauterin, perdarahan dengan gangguan hemodinamik pada ibu, preeklampsia dan eklampsia.6,10,11

Tokolitik kurang efektif bila diberikan pada kasus dengan pembukaan serviks lebih dari 3 cm. Pada keadaan ini penggunaan tokolitik bertujuan memberi kesempatan diberikan kortikosteroid yang akan membantu pematangan paru janin, atau untuk membawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. 11

Terbutalin yang banyak digunakan sebagai tokolitik memiliki banyak efek samping pada kardiovaskuler dan metabolisme tubuh, serta hanya bisa digunakan selama 24 - 48 jam. Penggunaan jangka panjang tidak memberikan keuntungan baik untuk ibu maupun bayinya, bahkan menambah kemungkinan timbulnya efek samping obat. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai penggunaan obat lain yang bisa dipakai sebagai alternatif pengganti terbutalin sebagai tokolitik.8

 

CALCIUM ANTAGONIS

Calcium antagonis dibagi menjadi 2 kategori besar berdasar efek fisiologisnya yaitu golongan dihidropiridine yang menghambat pompa calcium tipe L, serta verapamil dan diltiazem. Dihidropiridine merupakan vasodilator yang potensial dengan sedikit sampai tidak ada efek negatif pada konduksi dan kontraktilitas jantung. Dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasar waktu paruh dan efek pada kontraktilitas jantung, yaitu aksi cepat, aksi sedang dengan sedikit pengaruh pada aktivitas jantung (felodipin, isradipin, nicardipin, nifedipin, nisoldipin) dan aksi lambat dengan tanpa pengaruh pada aktivitas jantung (amlodipin, lacidipin).12

Verapamil dan diltiazem kurang potensial sebagai vasodilator tetapi tidak memiliki efek negatif pada konduksi dan kontraktilitas jantung.H12

Penggunaan calcium antagonis dan beta adrenergik secara bersama-sama memiliki efek akumulasi. Pada dosis kecil pemberian kedua obat ini akan menghasilkan relaksasi uterus yang lebih baik dengan efek samping yang lebih kecil dibandingkan bila diberikan sendiri dalam dosis besar.13

 

NIFEDIPIN

Nifedipin termasuk dalam golongan calcium antagonis. Bekerja dengan cara menghambat masuknya calcium ke dalam membran sel, mencegah lepasnya calcium dari retikulum sarkoplasma dan mengurangi efek enzim calcium intrasel terhadap interaksi aktin-miosin. Hasil dari mekanisme ini adalah relaksasi otot polos termasuk miometrium, serta vasodilatasi yang potensial. Dibandingkan obat calcium antagonis yang lain nifedipin lebih spesifik efeknya pada kontraksi miometrium, lebih sedikit efek pada kontraksi jantung dan serum elektrolit.14,15,16

Efek blokade pompa calcium oleh nifedipin memiliki 2 karakteristik penting yaitu reversibel setelah penghentian obat dan tidak memiliki efek takifilaksis. Efek utama obat adalah menurunkan secara bermakna resistensi vaskuler (baik sistemik maupun pulmoner). Keadaan ini akan menurunkan 20 % tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata, selanjutnya akan meningkatkan curah jantung. Pada pasien hipertensi, penurunan resistensi vaskuler terjadi lebih dulu dibanding orang normal.16

Nifedipin hanya diberikan per oral dalam bentuk tablet atau kapsul. Penggunaannya sebagai terapi pada persalinan preterm merupakan unlabeled use, karena obat ini lebih umum digunakan sebagai terapi hipertensi dan sakit jantung.15

Pada pemberian per oral, nifedipin akan 90 % diabsorpsi traktus gastrointestinal, dan 100 % pada pemberian sublingual. Pemberian bersama simetidin atau ranitidin akan meningkatkan bioavailabilitas nifedipin. Metabolisme hampir seluruhnya di hepar dan ekskresi melalui ginjal. Onset tercapai kurang dari 20 menit pada pemberian per oral dan 3 – 5 menit pada pemberian sublingual. Waktu paruh tercapai dalam 2 – 3 jam dan lama kerjanya pada sekali pemberian adalah sampai dengan 6 jam.11,16

Efek pada uterus adalah menurunkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus serta menghambat timbulnya kontraksi. Hal ini tampak jelas pada wanita hamil dengan persalinan preterm. Aliran darah uterus tidak secara langsung dipengaruhi nifedipin, melainkan merupakan akibat dari turunnya resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Pada janin, meskipun melalui barier plasenta, tetapi tidak memiliki efek teratogenik, tidak ada ketergantungan efek pada pemberian lama baik sebelum maupun selama kehamilan. Pengaruh pada janin terjadi bila aliran darah uterus dan tali pusat turun, tetapi hipoksia atau asidosis janin pada keadaan ini belum dapat secara jelas dibuktikan.11,16

Nifedipin tidak mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan dapat diberikan pada pasien diabetes melitus tanpa hiperglikemi atau hipoglikemi berat. Karena tidak meningkatkan irama jantung, dapat digunakan pada pasien hamil dengan gejala prolaps katup mitral atau supraventrikular aritmia ringan sampai sedang. Obat ini juga digunakan pada pasien dengan hipertensi kronik.13

Efek samping yang terjadi pada 10 – 20 % pasien adalah flushing, sakit kepala, pusing, takikardi, hipotensi, edema, heartburn, palpitasi, kelelahan, sesak nafas, tremor, gangguan gastrointestinal, angina dan hepatotoksik.10,12,16

Kontraindikasi pemberian nifedipin atau obat golongan calcium antagonis adalah keadaan hipersensitif terhadap obat tersebut. Adanya efek inotropik negatif serta peningkatan aktivitas simpatis pada penggunaan nifedipin membuat obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan gangguan ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif. Selain itu, penggunaan dosis besar nifedipin aksi cepat (lebih dari 30 mg per hari) pada kasus dengan atau riwayat infark miokard akan meningkatkan angka mortalitasnya. Penggunaannya bersama magnesium sulfat menimbulkan efek sinergis, sehingga menekan kontraktilitas otot yang dapat mengakibatkan paralisis otot pernafasan.11,12

Nifedipin digunakan untuk terapi persalinan preterm ketika pendataran serviks < 80%, pembukaan < 4 cm, selaput ketuban belum pecah, dengan tirah baring saja tidak dapat menghentikan proses persalinan, ibu sehat, janin hidup dan tidak ada gawat janin. Persalinan sedapat mungkin ditunda sampai 24 – 48 jam untuk memberi kesempatan mendapatkan kortikosteroid yang akan membantu pematangan paru janin, dan bisa membawa ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan khusus untuk bayi preterm.15

Cara pemberian nifedipin sebagai tokolitik secara pasti belum ditentukan. Salah satu yang dapat dipakai adalah dengan menggunakan dosis 5 mg sublingual. Pasien sebelumnya telah dipasang infus ringer laktat 100 ml/jam. Jika kontraksi uterus tetap ada setelah 15 menit, diulang pemberian 5 mg sublingual sampai dengan maksimal 8 dosis (40 mg) selama 2 jam pertama terapi. Jika kontraksi uterus tidak berhenti setelah 2 jam, didiagnosis sebagai tokolitik gagal dan terapi dihentikan. Jika kontraksi uterus berhenti, diberi nifedipin 10 mg per oral yang dimulai 3 jam setelah pemberian terakhir dosis sublingual, selanjutnya nifedipin 10 mg per oral tiap 8 jam selama 48 jam, kemudian nifedipin tablet retard 10 mg atau 20 mg tiap 12 jam sampai dengan 36 minggu.17

Cara lain yang dapat dipakai adalah (1) dengan menggunakan dosis 20 – 30 mg per oral tiap 4 – 8 jam, (2) dengan pemberian dosis awal 10 mg per oral tiap 6 jam, dinaikkan sampai 20 mg tiap 4 jam, tetapi biasanya efek samping muncul pada dosis ini, (3) dengan dosis awal 30 mg per oral diikuti 20 mg per oral 90 menit kemudian, (4) dengan memberikan dosis 10 mg per oral tiap 20 menit sebanyak 4 dosis, diikuti 20 mg per oral tiap 4 – 8 jam.10,11,13

Syarat pemberian nifedipin sebagai tokolitik adalah tekanan darah ibu, nadi ibu serta denyut jantung janin baik. Jika tekanan darah dan nadi ibu tidak normal maka dosis berikutnya ditunda, diberi terapi simtomatik dulu dan diperiksa tiap 5 menit sampai dengan keadaan pasien baik. Jika DJJ tidak berada di antara 110 – 150 x/menit maka terapi ditunda, dikerjakan dulu pemeriksaan non stress test.17

Pada keadaan overdosis nifedipin, dapat dijumpai pasien mengantuk, kacau, hiperglikemia (akibat penurunan produksi insulin), dan yang paling penting adalah terjadi kolaps kardiovaskuler ditandai dengan hipotensi dan asidosis metabolik. Juga dapat terjadi sinus bradikardi dan blokade jantung. Pengelolan dengan terapi suportif, menghentikan obat dan pemberian antidotum. Segera diberikan terapi cairan dan calcium intravena. Regimen yang bisa digunakan adalah (1) 10 % calcium chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus tiap 5 menit, dapat diulang tiap 15 – 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan, (2) 10 % calcium chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus selama 1 jam, atau (3) 10 % calcium glukonat sampai dengan maksimal 20 – 30 ml melalui infus selama 5 menit, dapat diulang tiap 15 – 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan. Pressor agents (dopamin, dobutamin, glukagon) dapat diberikan tetapi biasanya tidak efektif. Beberapa kasus dilaporkan memberikan respon yang baik dengan pemberian infus dekstrosa – insulin.12

Beberapa hal penting:

1.Sebagai tokolitik, terbutalin dan obat lain dalam golongannya memiliki banyak efek samping pada sistem kardiovaskuler dan metabolik.

2. Nifedipin cukup menjanjikan dan hanya memiliki sedikit efek samping pada penggunaannya sebagai tokolitik.

3. Efektifitas nifedipin sebagai relaksan otot polos dan tokolitik serta kecilnya efek samping pada ibu dan janin menjadikan obat ini aman dan efektif untuk terapi persalinan preterm.

4. Pemberian nifedipin pada kasus dengan gangguan ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif harus dengan pengawasan ketat. Penggunaan dosis besar pada kasus dengan atau riwayat infark miokard akan meningkatkan angka mortalitasnya.

KEPUSTAKAAN

1. El-Mowafi DM. Preterm Labor. Mat Web, Obstetrics Simplified, Associate Professor, Department of Obstetrics & Gynecology, Benha Faculty of Medicine, Egypt. 1999 ; 1-5.

2. eCureMe.com. Prematurity. eCureMe,Inc. 2002 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002.

3. DiLeo. Early Delivery. Ask Baby Zone, Lakeview Regional Medical Center, New Orleans. 2002 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002.

4. Arias F. Preterm Labor, in : Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery, 2nd ed. Mosby Year Book, Baltimore. 1993 ; 71-99.

5. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, Clark SL.Preterm Birth, in : Williams Obstetrics, 20th ed. Prentice-hall International.,Inc. Connecticut. 1997 ; 797-821.

6. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito. Medika, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1999 ; 36-7.

7. Schorr SJ, Ascarelli MH, Rust OA, Ross EL, Calfee EL, et al. A Comparative Study of Ketorolac (Toradol) and Magnesium Sulfate for Arrest of Preterm Labor. Southern Medical Journal, Vol. 91, No. 11. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Mississippi Medical Center, Jackson. 1998 ; 1028-32.

8. GeoCities. Reviews of PTL Drugs Find Few Benefits. Karens7@mindspring.com. 2001 : 1-13, diakses tanggal 25-2-2002.

9. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of Premature Birth. Medical Progress, Review Articles. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Alabama, Massachusetts Medical Society, Birmingham. 1998 ; 313-8.

10. Norwitz ER, Robinson JN, Challis JRG. The Control of Labor. Current Conceps, Review Articles. Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Ginecology, Brigham and Women’s Hospital and Harvard Medical School, Boston, Department of Physiology, University of Toronto, Toronto. Massachusetts Medical Society, Boston. 1999 ; 660-5.

11. Simhan H, Caritis S. Calcium Channel Blockers, in : Excerpted from : Inhibition of Preterm Labor I. UpToDate, Vol. 9, No. 3. www.uptodate.com. 2001.

12. Kaplan NM, Rose BD. Types of Calcium Channel Blockers, in : Excerpted from : Major side effects and safety of calcium channel blockers. UpToDate, Vol. 9, No. 3. www.uptodate.com. 2001.

13. Saade GR, Taskin O, Belfort MA, Erturan B, Moise KJ. In Vitro Comparison of Four Tocolytic Agents Alone and in Combination. Division of Maternal-Fetal Medicine, Departments of Obstetrics and Gynecology,Baylor College of Medicine, Texas, and Inonu University, Turkey. 1994 ; 374-8.

14. Chesnut. Calcium Channel-Blocking Agent : Nifedipine, in : Obstetrics Anesthesia. 2001 ; 662, diakses tanggal 25-2-2002.

15. LaurusHealth. Nifedipine for Preterm Labor, in : Health Library, Illness & Conditions. My Health Information. 2001 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002.

16. Childress CH, Katz VL. Nifedipine is Safe for Use in Pregnancy. JAMA Women’s Health Information Center, Vol. 83. Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, UNC Hospitals, Chapel Hill. 1994 ; 616-24.

Gania KM, Shroff SA, Desail S, Bhinde AG. A Prospective Comparison of Nifedipine and Isoxsuprine for Tocolysis. Original Research Articles. Nowrosjee Wadia Maternity Hospital, Mumbai. 2001 ; 1-4, diakses tanggal 25-2-2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar