Laman

Minggu, April 03, 2011

Induksi Persalinan

Induksi persalinan adalah usaha menimbulkan inisiasi persalinan yang selanjutnya akan menjadi awal dimulainya proses kelahiran janin dan plasenta. Induksi ini diindikasikan apabila manfaat bagi ibu atau janin melebihi manfaat apabila persalinan dibiarkan berlanjut. Menurut National Center for Death Statistic, dari 3.9 juta persalinan di Amerika pada tahun 1995, sejumlah 34% nya melibatkan induksi persalinan. Indikasi umum untuk induksi antara lain Ketuban pecah dini tanpa diikuti persalinan spontan, Hipertensi pada Ibu, Non reassuring fetal status dan kehamilan serotinus (Postterm).

Terdapat 9.5% - 33.7% dari seluruh kehamilan yang membutuhkan induksi persalinan. Tidak adanya pematangan serviks uteri membuat persalinan vaginal tidak dapat berlangsung. Induksi persalinan yang dilakukan pada pasien dengan serviks yang belum matang, berhubungan secara bermakna dengan tingginya risiko persalinan seksio sesarea. Pematangan serviks menggunakan bahan non farmakologi antara lain dengan suplemen tumbuh-tumbuhan, berendam air hangat. Hubungan seksual diduga dapat menimbulkan awal persalinan karena adanya stimulasi pada puting susu yang melepaskan oksitosin, adanya prostaglandin pada sperma serta orgasme juga dapat menimbulkan kontraksi uterus.

Cara lain pematangan serviks adalah dengan stripping of the membrane. Jari pemeriksa diletakkan pada ostium uteri internum dan diputar sehingga dapat melepaskan bagian bawah selaput ketuban dan segmen bawah rahim.  Tindakan ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas phospholipase A2 dan prostaglandin F2. Amniotomi juga dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa tindakan ini akan menghasilkan prostaglandin. Pematangan serviks atau induksi persalinan dengan cara farmakologik adalah usaha pematangan serviks dengan menggunakan obat-obatan, antara lain prostaglandin, misoprostol, mifepristone, relaxin dan oksitosin.

Misoprostol
Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin E1 sintetik dan saat ini tersedia dalam sedian tablet 100 mikrogram, 200 mikrogram dan 400mikogram yang biasa digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum. Obat ini digunakan ”Off Label”  (tidak diindikasikan secara resmi) sebagai induksi persalinan. Misoprostol telah menjadi pusat perhatian pada penelitian di bidang obstetri dan ginekologi karena kaeefektifannya. Pada tanggal 17 agustus 2002 akhirnya lembaga Food and Drug Administration di AS menyetujui pemberian label baru penggunaan misoprostol dalam kehamilan. Label baru ini merevisi kontraindikasi dan anjuran sebelumnya untuk tidak menggunakan misoprostol dalam kehamilan.

Sebagaimana prostaglandin lain yang masuk dalam golongan E dan F, misoprostol memiliki kemampuan sebagai uterotonika dan telah banyak diteliti sebagai obat untuk pematangan serviks dan induksi persalinan yang baik untuk berbagai indikasi. Misoprostol secara selektif bekerja di uterus dan tidak memiliki efek berarti pada bronkus atau pembuluh darah.

Struktur kimia misoprostol adalah methyl-11,16-dihydroxy-16-methyl-9- oxoprost-1E-en-1-oate. Formula empirisnya adalah C22H38O5 dengan berat molekul 382.5 dalton. Misoprostol sangat cepat diserap dan mengalami de-esterifikasi menjadi asam bebas. Setelah diabsorpsi, misoprostol diubah menjadi metabolit aktif yaitu asam misoprostol. Asam misoprostol selanjutnya dimetabolisme oleh liver dan bentuk metabolit tak aktifnya diekskresikan melalui urin. Kadar plasma tertinggi dicapai 15 menit setelah pemberian dan waktu paruhnya 20-40 menit.

Penggunaan Misoprostol untuk induksi persalinan.
Dengan tujuan untuk pematangan serviks dan induksi persalinan, misoprostol telah banyak diteliti dan dibandingkan dengan prostaglandin lain seperti dinoproston, oksitosin dan cara induksi persalinan yang lain. Misoprostol menunjukkan rata-rata persalinan dalam 24 jam yang lebih tinggi dan interval induksi persalinan yang lebih pendek dan rata-rata seksio sesarea yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

Bermacam-macam cara pemberian misoprostol telah dicobakan, yaitu secara oral, sublingual, vaginal dan rektal. Baik secara oral maupun vaginal, pemberian misoprostol akan secara bermakna meningkatkan Bishop Score, memendekkan interval induksi dan persalinan, menurunkan dosis maksimal oksitosin, menurunkan jumlah hari induksi serta menurunkan angka seksio sesarea.

Faktor yang mendasari terjadinya persalinan dan kemajuannya adalah adanya pematangan serviks yang terkoordinasi dengan kontraksi uterus. Pematangan serviks adalah proses perubahan jaringan pengikat serviks dari struktur yang rapat (kompleks proteoglikan) berubah menjadi struktur yang longgar. Selain itu terjadi proses degradasi dan perubahan komposisi jaringan penyambung yang sebelumnya kaya dermatan sulfat dan minim asam hialuronat menjadi dominant asam hialuronat. Proses dekolagenase akan menyebabkan degradasi rantai polisakarida. Adenilatsiklase akan mengaktivasi sintesis kompleks glikosaminoglikan oleh fibroblast serviks. Perubahan pada serviks meliputi respon terhadap rasio esterogen/progesterone dan pelepasan prostaglandin lokal. Proses ini berakibat berkurangnya konsentrasi dermatan sulfat dan peningkatan matriks glikosaminoglikan yang kaya asam hialuronat dan bersifat hidrofilik.
Misoprostol setelah berikatan dengan reseptor pada membrane sel otot polos uterus akan merubah permeabilitas membrane sel sehingga ion kalsium dari cairan ekstraseluler berdifusi menuju intraseluler. Ion kalsium akan diikat oleh kalmodulin (troponin C, suatu protein pengikat kalsium). Struktur ini akan mengaktifkan kinase rantai ringan miosin menjadi kompleks Ca2+ kalmodulin-miosinkinase. Selanjutnya terjadi fosforilasi protein otot, akan mengurangi hambatan interaksi aktin-miosin yang bermanfaat pada mulainya kontraksi uterus. Aktomiosin terfosforilasi, atau ATP-ase merupakan enzim yang mengkatalis konversi ATP menjadi ADP, reaksi yang menghasilkan energi untuk kontraksi miometrium.

Cara pemberian misoprostol
Ada beberapa cara pemberian Misoprostol berdasarkan jalur masuk obat, antara lain, secara vaginal, Oral, Buccal dan Sublingual. Dibandingkan secara oral, induksi persalinan secara vaginal lebih efektif, meskipun hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya cairan ketuban atau darah di vagina. Pemberian secara buccal di dalam rongga mulut diletakkan pada daerah membrana mukosa yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga absorpsinya lebih cepat, meskipun didapatkan insidensi yang cukup tinggi adanya mual muntah. Pemberian secara sublingual yang telah diteliti adalah dengan dosis 50 mikrogram yang diulang setiap 4 jam. Cara ini terbukti memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan misoprostol oral.

Komite dalam badan American Colege of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan pemakaian misoprostol intravaginal dalam dosis sebesar 25 mikrogram tiap 4 jam atau 50 mikrogram tiap 6 jam. Pemakaian ini dianggap dapat mengurangi kebutuhan oksitosin, mencapai angka persalinan vaginal dalam 24 jam dan secara bermakna menurunkan interval antara induksi sampai melahirkan. Windrim dkk. melaporkan bahwa misoprostol per oral dengan dosis 100 mikrogram memiliki efektivitas untuk mematangkan serviks dan menginduksi persalinan setara dengan pemberian intravaginal dengan dosis 25 mikrogram.

Efek samping
Efek samping yang mungkin timbul, terutama pada penggunaan secara oral adalah diare, nyeri perut, demam dan menggigil, mual, muntah, kembung, sakit kepala dan kadang-kadang justru terjadi konstipasi.

Komplikasi
1.    Hiperstimulasi
2.    Fetal distress
3.    Ruptur uteri
4.    Solusio plasenta
5.    kegagalan induksi
6.    Perdarahan post partum akibat atonia uteri.
Perdarahan akibat atonia uteri pasca induksi lebih sering terjadi di bandingkan dengan partus normal.

Beberapa hal penting:

  • Faktor yang mendasari terjadinya persalinan dan kemajuannya adalah adanya pematangan serviks yang terkoordinasi dengan kontraksi uterus.
  • Dibandingkan secara oral, induksi persalinan secara vaginal lebih efektif.
  • Pemberian secara buccal didalam rongga mulut diletakkan pada daerah membrana mukosa yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga absorpsinya lebih cepat, meskipun didapatkan insidensi yang cukup tinggi adanya mual muntah dan rasa tidak pasien.
  • Pemberian secara sublingual yang telah diteliti adalah dengan dosis 50 mikrogram yang diulang setiap 4 jam. Cara ini terbukti memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan misoprostol oral.
  • American Colege of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan pemakaian misoprostol intravaginal dalam dosis sebesar 25 mikrogram tiap 4 jam, atau 50 mikrogram tiap 6 jam.


DAFTAR PUSTAKA


  1. Caliscan E, Bodur H, Ozeren S, Corakci A, Ozkan S, Yucesoy I, Misoprostol 50g sublingually versus vaginally for labor induction at term: A Randomized Study, Gynecol Obstet Invest 2005; 59(3):155-61. Epub 2005 jan 7.
  2. Tenore JL. Methods for Cervical Ripening and Induction of Labor, American Family Physician 2003;67(10):2123-8
  3. Shetty A, Livingstone I, Acharya S, Rice P, Danielian P, Templeton A, Oral misoprostol (100 mg) versus vaginal misoprostol (25 mg) in term labor induction: a randomized comparison. Acta Obstet Gynecol Scand 2003: 82: 1103—1106
  4. Pangastuti, N., Perbandingan keefektifan dan keamanan induksi persalinan dengan misoprostol sublingual Vs Vaginal, Tesis, PPDS I, Obgin FK UGM, 2005
  5. Cunningham FG, Leveno KL, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, Induction of labor in Williams Obstetrics ed 22nd, Mc Graw-Hill, 2005: 536-44
  6. Goldberg BA, Greenberg MB, Darney PD, misoprostol and pregnancy, N Engl J Med, Vol. 344, No. 1, January 4, 2001

Related Articles:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar