Laman

Selasa, Januari 17, 2012

Tehnik Mid Urethral Sling Operation Pada Stress Urinary Incontinence (SUI)

stress incontinensia
Keluhan dari saluran kencing sering menyertai kelainan ginekologik, oleh karena itu dalam anamnesis pasien perlu ditanyakan semua keluhan yang berkaitan dengan mekanisme kencingnya yaitu rasa nyeri waktu, sering kencing, retensi urin, kencing tidak lancar atau tidak tertahan. Berdasarkan International Continence Society (ICS), inkontinensia urin adalah suatu keadaan keluarnya urin tanpa disengaja atau ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin secara tidak sadar sehingga menimbulkan masalah kebersihan dan sosial bagi penderita. Terjadinya inkontinesia urin masih merupakan kontroversi serta faktor risikonya masih sulit diketahui.1 Sebagian kepustakaan menyatakan bahwa inkontinensia urin mungkin akibat kelainan vesica urinaria, kerusakan urethra, atau terjadinya fistula. Inkontinensia urin merupakan gejala, tanda dan bukan merupakan diagnosis. 1
Inkontinensia urin dapat terjadi melalui dua mekanisme. Sebagian besar inkontinensia urin menunjukkan pengeluaran urin yang tidak disadari melalui urethra (inkontinensia transurethra) dan pengeluaran urin yang terjadi akibat adanya sistem urinaria yang terbuka yang abnormal. Terbukanya saluran urin bisa merupakan suatu bentuk kelainan kongenital atau akuisita akibat trauma. 2,3.
Prevalensi inkontinensia urin meningkat sesuai umur dengan frekuensi 30-40%. Inkontinensia stres adalah bentuk yang paling sering dari inkontinensia urin transurethra pada wanita. Sekitar 22% dari wanita yang berusia diatas 18 tahun mempunyai keluhan inkontinensia stres.

 

STRESS URINARY INCONTINENCE (SUI)

Inkontinesia urin dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu 1) True incontinence, yaitu suatu keadaan keluarnya urin secara terus menerus melalui vagina dan biasanya terjadi karena adanya fistula dan kadang-kadang merupakan suatu manifestasi oleh karena retensi urin dengan vesica yang penuh, 2) Stress incontinence, yaitu suatu keadaan keluarnya urin secara tidak sengaja pada saat tekanan intra abdominal meningkat. Keadaaan ini berhubungan dengan kelemahan dasar panggul dan 30% kasus disebabkan oleh instabilitas otot detrusor, 3) Urge incontinence, yaitu suatu keadaan otot detrusor tidak dapat berkontraksi sehingga urin keluar tanpa terkontrol, dan 4) Mixed urge dan stress incontinence. 4
SUI didefinisikan sebagai pengeluaran urin yang tidak sengaja pada saat tekanan intraabdominal meningkat (seperti bersin, batuk, mengedan saat mengangkat beban berat, berdiri setelah duduk, atau saat berolah raga). Pada umumnya SUI disebabkan oleh karena ketidakseimbangan hormonal pada wanita yang memasuki usia menopause, terjadi defisiensi estrogen yang menyebabkan mudah terjadi vaginitis atropikans, vagina menjadi mengerut dan kehilangan massa. Pengerutan ini berakibat berkurangnya jaringan penunjang di belakang vesica urinaria sehingga vesica urinaria dan urethra lebih landai yang akan menyebabkan penurunan tekanan katup kandung kencing dan urethra. Hal ini secara wajar akan menyebabkan daya menahan urin menurun dan bila terdapat peningkatan tekanan yang tiba-tiba dalam kandung kencing maka penderita akan mengompol. 3
Selain itu SUI juga sangat mungkin disebabkan oleh hipermobilitas bladder neck dan urethra akibat persalinan, disfungsi sfingter urethra yang berhubungan dengan trauma persalinan, trauma, radiasi, dan komplikasi pembedahan sebelumnya pada organ urogenital. 3
TERAPI STRESS URINARY INCONTINENCE
Inkontinensia urin dapat diterapi secara nonbedah dan dengan pembedahan. Penanganan nonbedah pada stress urinary incontinence dilakukan dengan cara melakukan manipulasi pada faktor-faktor penyebabnya. Terapi ini dapat dilakukan dengan mengurangi faktor penyebabnya antara lain obesitas, merokok, atau dengan memperbaiki kemampuan otot dasar panggul untuk mengkompensasi kenaikan tekanan intraabdominal seperti dengan perubahan postur, rehabilitasi otot dasar panggul, perbaikan status estrogen, stilmulasi dengan alfa-adrenergik atau dengan memakai alat yang dapat memperbaiki kemampuan urethra. 3,5.
Penanganan secara pembedahan biasanya dilakukan bila terjadi kegagalan penanangan secara nonbedah. Penanganan secara bedah yang sering dilakukan saat ini adalah anterior repair dengan Kelly-Kennedy aplication (AR-KKP), needle urethropexies, retropubic urethropexies (prosedur Burch dan MMK), urethral bulking agents, dan operasi pubovaginal sling (PVS). 3,5.
MID URETHRAL SLING OPERATION
Saat ini terdapat berbagai macam pilihan tehnik operasi yang dapat dikerjakan pada wanita dengan keluhan stress urinary incontinence(SUI) yang tidak respon terhadap fisioterapi dan medikamentosa. Mid urethral sling operation merupakan suatu tehnik operasi yang relatif baru. Suatu penelitian pendahuluan melaporkan 84% inkontinensia ini dapat teratasi dengan dan tanpa gangguan berkemih pada jangka panjangnya.7 Pada penelitian selajutnya di beberapa pusat peneltian di Swedia menunjukkan 91% penderita tertolong dengan tehnik bedah ini. 8
Tehnik operasi ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah waktu penyembuhan yang relatif cepat, tehnik operasi yang sederhana/simple dan relatif cepat (sekitar 30 menit), masa rawat inap yang sebentar, dan tingkat nyeri yang relative rendah dibandingkan dengan tehnik operasi yang lain. Operasi ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dengan sedasi ringan, regional anestesi, atau dengan anentesi umum. Ada dua tipe sling yang paling sering digunakan pada mid urethral sling yaitu TVT sling dengan melakukan incisi di abdomen bawah (Gambar 1.), dan TVT-O sling dengan incisi pada regio inguinal (Gambar 2.). 6
clip_image002
Gambar 1. TVT Sling
clip_image004
Gambar 2. TVT-O Sling
TEHNIK OPERASI
Bahan utama yang diperlukan pada tehnik operasi ini adalah tape (pita) yang terbentuk dari suatu bahan anyaman prolene, dan trokar khusus yang berdiameter 0,5 mm. Tujuan utama prosedur ini adalah menempatkan pita tersebut di mid urethra. Latar belakang mengapa dilakukannya tehnik ini adalah bahwa stress urinary incontinence terjadi akibat gangguan pada ligamentum pubourethra setinggi mid urethra. Tehnik ini pada awalnya dilakukan dengan anenstesi lokal namun saat ini sudah dapat dilakukan dengan anestesi regional maupun umum.
Pasien ditempatkan pada posisi litotomi di meja operasi. Operator kemudian melakukan preparasi medan operasi di abdomen bawah, vulva, vagina, perineum, dan paha atas dengan menggunakan larutan povidone iodine 10% dan selanjutnya di sekitar medan operasi ditutup dengan kain steril.
Selanjutkan pasien diinsersikan kateter urin dan dilakukan identifikasi letak urethra (Gambar. 3). Dinding abdomen bawah tepat diatas symphisis os pubis diinsisi sebanyak 2 buah, masing-masing sepanjang 1 cm dengan jarak 5 cm. Pada dinding anterior vagina dibuat insisi sagital sepanjang 1 cm yang berjarak 1cm dari meatus urethra externus dan dilakukan diseksi paraurethra dengan cara melakukan diseksi tajam minimal di sekitar insisi tersebut, dan hidrodiseksi di ruang retropubik dengan menggunakan cairan NaCl atau anestesi lokal (Gambar 4).
clip_image006
Gambar 3. Posisi litotomi dan dipasang kateter urin.
clip_image008
Gambar 4. Diseksi para urethra.
Selanjutnya pita yang masih terbungkus plastik diinsersikan melalui insisi tersebut dengan bantuan trokar. Masing-masing trokar menembus diafragma urogenital melalui ruang retropubik dan muncul ke luka insisi abdomen bawah pada sisi ipsilateral. Selanjutnya operator melakukan pemasangan trokar pada sisi kontralateral (Gambar 5).
clip_image010
Gambar 5. Pemasangan trokar.
clip_image012
Gambar 6. Cystoscopy melihat kondisi vesica urinaria dan urethra.
Setelah kedua trokar tersebut terpasang dengan baik maka dilakukan pemeriksaan cystoscopy untuk meyakinkan tidak ada perlukaan pada vesica urinaria dan urethra (Gambar 6.). Pita tersebut secara hati-hati kemudian ditarik (Gambar 7.) dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga berupa U-shape di bawah urethra (Gambar 8).
clip_image014
Gambar 7. Penarikan pita.
clip_image016
Gambar 8. U-Shape
Bila prosedur ini dilakukan dengan anestesi lokal atau regional maka tingkat ketegangan pita dapat ditentukan dengan cara meminta pasien melakukan serangkai manuver batuk sampai didapatkan keadaan urin tidak keluar lagi. Bila operator merasa bahwa tegangan pita sudah cukup optimal maka kemudian dilakukan cystoscopy ulang. Bila tidak didapatkan komplikasi pada vesica urinaria dan urethra maka selanjutnya plastik pelapis pita dilepas (Gambar 9.) dan dipotong setinggi permukaan kulit abdomen (Gambar 10). Luka insisi abdmonen dan vagina dijahit secukupnya. Pita tersebut akan tertanam dengan sendirinya dan tidak perlu dilakukan fiksasi.
clip_image018
Gambar 9. Melepas plastik pembungkus pita.
clip_image020
Gambar 10. Pita setelah dipotong setinggi permukaan kulit
Pascaoperasi pasien tidak perlu memakai kateter, namun harus tetap dilakukan pemantauan proses miksi. Bila pasien dalam 6 jam pascaoperasi tidak dapat berkemih maka harus diperiksa residu urin dengan kateter atau USG. 4,6.
Pasien dapat dipulangkan setelah 24 jam pascaoperasi bila tidak ada keluhan yang berarti dan setelah dapat berkemih dengan baik. Pasien dianjurkan untuk membatasi aktifitasnya selama 2 minggu pertama pascaoperasi, selanjutnya pasien dapat melakukan aktifitas ringan dan menghindari mengangkat beban berat selama 6 minggu. Pasien tidak diperkenankan melakukan olah raga selama 4 minggu dan tidak boleh berhubungan seks selama 6 minggu pascaoperasi.
80% penderita stress urinary incontinence dapat tertolong dengan pengobatan ini dan follow up selama 5 tahun menunjukkan perbaikan yang bermakna.
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi selama dan setelah operasi. Komplikasi yang terjadi selama operasi meliputi cedera pada vesica urinaria saat insersi trokar dan perdarahan pada ruang retropubik. Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi meliputi nyeri pada regio inguinal. pascaoperasi, kesulitan miksi, infeksi saluran kemih, dan infeksi luka operasi. Komplikasi jangka panjang meliputi reaksi alergi atau penolakan tubuh terhadap tape, erosi, dan gangguan miksi jangka panjang.

 

RINGKASAN

SUI merupakan pengeluaran urin yang tidak sengaja pada saat tekanan intraabdominal meningkat dan pada umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal pada wanita yang memasuki usia menopause.

Mid urethral sling operation adalah suatu prosedur ini menempatkan pita dalam posisi U-Shape di mid urethra. 80% penderita stress urinary incontinence dapat tertolong dengan pengobatan ini.


KEPUSTAKAAN

1. Thompson JD, Grodon WA, Ridley JH, Urinary Stress Incontinence. In Te Linde’s Operative Gynecology, 1992, 7th Ed, Lippincot Company, p:887-934.
2. Wiknjosastr H, Saifudin AB, Rachimhadi T, Inkontinensia Urin. Dalam Ilmu Kandungan, 1999, edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, Jakarta, p: 460-7.
3. Bent AE, Ostergrad DR, Cundiff GW, Swift SE, Ostergard’s Urogynecology and Pelvic Floor Dysfunction, 2003, Lippincott Williams & Wilkins.
4. Cardozo L, Drife JO, et al, Obstetrics and Gynaecology, An Evidance-Based Text for MRCOG, 2004, International Student’s Edition, Arnold, London,p:638-40.
5. Robinson D, Norton PA, Diagnosis and Management of Urinary Incontinence, In: Gynecologic Surgery, 1996, Churchil Livingstone Inc.
6. Women’s Health Information, Mid Urethral Sling Operation, 2005, htm.
7. Ulmsten U, Henriksson L, Johnson P, Varhos G. An Ambulatory Surgical Procedure Under Local Anaesthesia for Treatment of Female Urinary Incontinence. Int Urogynecol J, 1996; 7:81-6.
8. Ulmsten U, Falconer C, Johnson P, et al, A Multicentre Study of Tension-free Vaginal Tape (TVT) for Surgical Treatment of Stress Urinary Incontinence. Int Urogynecol J, 1998; 9:210-13.
9. Andrew JW, Cheryl B Iglesia, Surgical Management of Stress Urinary Incontinence: Consideration for an Algorithmic Approch, Current Women’s Health Report, 2002, 2:291-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar