Laman

Rabu, November 30, 2011

Miomektomi saat seksio sesaria

clip_image004Miomektomi adalah prosedur bedah yang biasa tidak dilakukan selama seksio sesaria. Penyebabnya adalah risiko terjadinya perdarahan sampai kemungkinan histerektomi dan tingkat kesulitan mengatasi hemostasis.2 Jumlah perdarahan biasanya meningkat sesuai dengan ukuran dan suplai darah pada myoma yang meningkat selama kehamilan. Pada sebagian besar kasus dilakukan managemen menunda miomektomi sampai uterus telah mengalami involusi komplet, lebih kurang selama 6 bulan, terkecuali myoma pedunculated yang lebih mudah diambil.3
 
Sementara itu uterus pada masa post partum akan beradaptasi lebih baik secara fisiologis untuk mengatasi perdarahan. Seiring dengan kontraksi dan retraksi otot yang timbul maka pembuluh darah akan tertutup dan juga perubahan vaskular pembentukan pembekuan di plasental bed akan membantu menghentikan perdarahan. Alasan-alasan di atas adalah keuntungan mengapa miomektomi dilakukan selama operasi sesar. Pada beberapa operasi sesaria didapatkan myoma pada segmen bawah rahim, direkomendasikan untuk melakukan irisan SBR tranversal melewati myoma.3
Didapatkan tiga sumber jurnal yang melakukan miomektomi selama operasi sesar. Jurnal yang pertama melakukan sesarian miomektomi pada 14 pasien dari 2016 kasus seksio sesaria dalam kurun waktu 7 tahun selama periode januari 1998 sampai Desember 2004. Sembilan kasus diantaranya sudah terdeteksi selama ANC dengan USG, sedang lima sisanya terdiagnosis selama seksio sesaria. Semua myoma terletak di anterior. Myoma yang terletak dekat cornu tidak diambil karena ditakutkan mengganggu patensi dan anatomi dari tuba falopii. Jika myoma terletak di SBR dan menutupi jalan lahir maka dilakukan miomektomi terlebih dahulu. Segmen Bawah Rahim dijahit dua lapis dengan vicryl 1/0.2 Analisis dibuat berdasarkan usia, paritas, jumlah myoma, lokasi dan ukuran, lama operasi, jumlah perdarahan, periode post operatif dan follow up setelah 6 minggu. Mayoritas adalah primigravida berusia 25-35 tahun, hanya satu kasus yang merupakan subserous pedunculated myoma, enam kasus dengan myoma terletak pada SBR dan lima kasus dilakukan miomektomi terlebih dahulu sebelum melahirkan bayi dikarenakan letaknya yang berada di bawah garis irisan. Ukuran terbesar myoma yang didapatkan adalah 20x28cm dengan berat 2 kg, terdapat satu kasus multipel myoma (enam buah) dengan ukuran 2-6cm, empat diantaranya terletak di segmen atas, sedang 2 di segmen bawah. Semua dienukleasi setelah bayi lahir. Lima kasus lainnya dengan myoma terdapat di segmen atas dan dilakukan miomektomi setelah bayi lahir. Waktu rata-rata yang diperlukan adalah 54,14 ±3,84 menit, sedang rerata seksio pada center tersebut 35±3,28 menit. Rerata perdarahan adalah 472 ml, hanya pada kasus myoma dengan berat 2 kg jumlah perdarahan 600 ml. Ini satu-satunya kasus yang memerlukan tranfusi. Pada follow up setelah 6 minggu, semua uterus sudah mengalami involusi kecuali pada kasus dengan berat myoma 2 kg dimana besar uterus masih sesuai 12 minggu.2
clip_image002
Jurnal yang kedua melakukan sesarian miomektomi pada sembilan pasien yang sudah terdiagnosis myoma dengan ultrasound selama ANC. Selama ANC dilakukan observasi lokasi, jumlah, ukuran, posisi myoma. Dilakukan inform concent untuk kemungkinan perdarahan post partum dan kemungkinan histerektomi. Diberikan tetesan oksitosin setelah bayi lahir dan dilanjutkan selama 12-24 jam kemudian. Sembilan sesarian miomektomi dilakukan selama periode Mei 2003 sampai Juli 2005. Rentang usia pasien antara 24-36 tahun dengan rerata 30,4 tahun. Satu kasus dengan myoma submukosa multipel, tujuh kasus dengan myoma intramural pada dinding depan uterus dan satu kasus dengan myoma submukosa yang besar pada dinding posterior yang menonjol keluar setelah bayi lahir. Myoma terbesar dengan berat 350 gr dan terkecil dengan berat 68 gr. Rerata beratnya adalah 175 gr. Waktu yang diperlukan untuk operasi bervariasi antara 40-60 menit. Tidak ada pasien yang memerlukan tranfusi darah selama operasi, setelah post operasi terdapat 4 pasien yang mendapat tranfusi 1 kantong. Kadar Hb preoperasi bervariasi antara 9-13,1g/dl dengan rerata 10,25g/dl. Rerata penurunan kadar Hb sebesar 1,04g/dl. Tidak ada yang memerlukan histerektomi. Setelah enam minggu uterus telah berinvolusi dan pada pemeriksaan ultrasound tidak didapatkan massa myoma. Tiga dari responden hamil lagi pada tahun pertama post operasi, dua diantaranya diberikan opsi terminasi sebelum usia kehamilan 7 minggu dan menerimanya, sedangkan yang satu kasus mengalami seksio sesaria elektif.3

Jurnal yang ketiga melakukan sesarian miomektomi pada 25 wanita yang menjalani baik emergensi ataupun seksio sesaria elektif. Luaran yang diamati adalah jumlah perdarahan, perlu tidaknya tranfusi darah, komplikasi intra dan post operasi, dan masa rawat inap. Semua pasien telah mengetahui mempunyai myoma pada kehamilannya dan telah diberikan inform concent kemungkinan dilakukannya sesarian miomektomi setelah bayi lahir. Selama operasi diberikan 30 IU oksitosin dalam 500 ml dextrosa diberikan dengan dosis 60-90 munit/menit. Kemudian dilakukan miomektomi pada semua myoma yang terdapat di dinding anterior, baik pada fundus, corpus maupun servikal myoma. Semua irisan uterus dijahit minimal 2 lapis. Setelah operasi, tetesan oksitosin dilanjutkan selama 12-24 jam (pararel dengan infus saline)4
Sebanyak 19 pasien menjalani seksio sesaria emergensi, sedang enam lainnya menjalani seksio sesaria elektif. Usia pasien bervariasi antara 25-39 tahun dengan rerata 30,8± 3,8 tahun, dan 52% dari pasien adalan nullipara. Usia kehamilan bervariasi antara 29-42 minggu dengan rerata 36,9±3,1 minggu. Indikasi yang paling banyak adalah karena disproporsi kepala panggul (20,7%), riwayat seksio sebelumnya (20,7%), kehamilan dengan hipertensi (17,2%), dan presbo dengan komplikasi lain (17,2%). Sebagian besar pasien dengan satu atau dua myoma, tetapi terdapat satu pasien yang mempunyai 22 myoma dengan berat paling besar 1 kg, paling banyak berukuran 2-4 cm dan beberapa dengan ukuran lebih dari 10 cm. Sebagian besar jenis myoma pada jurnal ini adalah intramural (57,1%), berikutnya adalah subserosa (35,7%), sebanyak 72% memerlukan dua irisan uterus. Perdarahan yang terjadi bervariasi antara 400-1700 ml dengan rerata 876±312 ml. Terdapat empat pasien yang mengalami perdarahan lebih dari 1000 ml yang mendapatkan tranfusi 2 kantong. Tidak ada pasien yang harus di histerektomi sebagai akibat dari perdarahan berat. Masa rawat inap pasian rerata 7,4± 2,2 hari. Anemia adalah bentuk morbiditas yang paling banyak (60%). Fertilitas setelah operasi tidak dapat diketahui sepenuhnya oleh karena banyak yang lost follow up, tetapi terdapat 3 pasien yang hamil lagi dan dua diantaranya lahir pervaginal pada usia kehamilan 37 dan 38 minggu. Pada pasien ini tadinya terdapat dua myoma subserosa anterior (ukuran 6 cm x 5 cm dan 4,5 cm x 5 cm) diambil dengan dua irisan. Sedangkan pada pasien yang satunya terdapat myoma intramural anterior (ukuran 6 cm x 7 cm), subserosa myoma di fundus (ukuran 3cm x 4cm) dan dua buah pada segmen bawah dengan ukuran 2 cm x 3 cm yang semuanya diambil dengan tiga irisan uterus. Pasien yang ketiga menjalani re-seksio sesaria karena riwayat seksio dua kali, dimana indikasi seksio yang pertama karena ada massa myoma pada segmen bawah yang kemudian diambil pada seksio yang kedua.4
clip_image006
clip_image008
Saat ini myoma uteri mendapat perhatian khusus dikarenakan sebagian besar wanita menunda mempunyai anak sampai usia tigapuluhan, yang merupakan waktu yang paling banyak timbulnya myoma. Penggunaan ultrasonografi juga meningkatkan kemampuan diagnostik mendeteksi myoma dalam ukuran yang kecil. Selain kemungkinan perdarahan hebat, tidak ada kontraindikasi absolut lain dilakukannya miomektomi saat seksio sesaria.2 Untuk myoma yang berukuran kecil (<2-3cm) sesaran miomektomi tidak diindikasikan terutama jika asimptomatik.4 Masa rawat inap setelah operasi rata-rata 7 hari, hal ini sama dengan rata-rata masa rawat inap setelah seksio sesaria karena jahitan akan diambil saat perawatan hari ke 5 dan ke 7. Jumlah perdarahan pada beberapa jurnal di atas tidak menunjukkan hal yang dikhawatirkan sebagian ahli obstetri dan ginekologi untuk tidak melakukan sesarian miomektomi. Oksitosin dosis tinggi digunakan untuk menjaga kontraksi uterus selama operasi dan sampai 24 jam setelah operasi. Sesarian miomektomi dapat dilakukan pada kasus tertentu, diantaranya pada myoma yang terletak di anterior, terletak pada segmen bawah dan terutama pada daerah irisan. Meskipun miomektomi selama seksio sesaria tidak dianjurkan, tetapi hal itu dapat dilakukan karena masa post partum, uterus akan secara fisologis beradaptasi lebih baik untuk mencegah perdarahan. Waktu yang diperlukan untuk operasi sesarian miomektomi lebih lama walaupun secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan
  1. Meskipun miomektomi selama seksio sesaria tidak dianjurkan, tetapi hal itu dapat dilakukan.
  2. Sesarian miomektomi dilakukan tergantung pada lokasi, besar, dan jenis myoma tersebut.
  3. Perdarahan yang terjadi dapat diantisipasi dengan oksitosin dosis tinggi yang digunakan untuk menjaga kontraksi uterus selama operasi dan sampai 24 jam setelah operasi
  4. Diperlukan penelitian Randomized Clinical Trial untuk mengatasi kontroversi pada sesarian miomektomi
Daftar Pustaka
  1. Holschneider, Christine H. MD Surgical Diseases & Disorders in Pregnancy, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, Ninth Edition:, 2003 ,The McGraw-Hill Companies, Inc.
  2. Sudhir, Ahikari., Sebanti Goswami., Cesarean myomectomy – A study of 14 cases, J Obstet Gynecol India Vol. 56, No. 6 : November/December 2006 Pg 486-488
  3. Anita, Kant., Seema, Manuja., Richa, Pandey., Cesarean myomectomy, J Obstet Gynecol India Vol. 57, No. 2 : March/April 2007 Pg 128-130
  4. Ehigiegbaa, A.E., Andea, A.B, Ojobob, S.I., Myomectomy during cesarean section, International Journal of Gynecology & Obstetrics 75(2001).21-25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar