Laman

Kamis, November 24, 2011

Kanker Ovarium Epitelial: Kemoterapi Lini Kedua dan Ketiga

FotoSketcher - kemoterapi
Dari semua tumor padat, kanker ovarium merupakan satu yang paling sensitif terhadap kemoterapi, dengan respon berkisar antara 60-80% pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Selain terapi bedah yang agresif dan kemoterapi, lebih dari 80% pasien akan kambuh dan kemudian akan diterapi dengan kemoterapi lini kedua dengan respon objektif sekitar 20% dan bahkan mempunyai persentase yang lebih rendah terhadap respon komplit. Inilah sebabnya mengapa tujuan utama kemoterapi lini kedua dan ketiga adalah hanya perawatan paliatif dengan tujuan untuk memperpanjang waktu untuk terjadinya progresifitas dan untuk memperbaiki kualitas hidup.
Lamanya interval bebas-progresifitas terapi berbasis-cisplatin merupakan faktor yang paling penting untuk memprediksi respon terhadap kemoterapi lini kedua. Bahkan, mempertimbangkan durasi terapi sejak pemberian inisiasi kemoterapi (yang terdiri dari cisplatin), pasien kanker ovarium rekuren dibagi menjadi resisten-platinum (didefinisikan sebagai rekuren selama terapi atau dalam 6 bulan terapi inisial komplit) dan potensial sensitif-platinum (rekuren terjadi setelah 6 bulan terapi inisial komplit. (Tabel I). Faktor prognosis lain yang harus dipertimbangkan adalah jumlah dan dimensi lesi dan histologinya. Pada sebuah studi retrospektif melibatkan 82 pasien, Markman dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara durasi terapi dari kemoterapi inisial yang mengandung platinum dan kemungkinan respon positif terhadap perawatan terapi ulang dengan regimen yang sama. Kenyataannya, terjadi perbaikan persentase respon kemoterapi lini kedua ketika jaraknya lebih dari 24 bulan, berkisar antara 33 sampai 59% (Gambar. 1).
Tabel I. Distribusi pasien kanker ovarium relaps berdasarkan sensitif platinum
clip_image002
clip_image004
Gambar 1. Interval bebas-platinum pada terapi dengan platinum
KLINIS
Kanker ovarium rekuren terdapat pada 55-70% kasus sebagai kenaikan asimtomatik dari serum CA-125 yang menjadi simtomatik dalam 3 bulan. Pada 30-40% kasus, relaps menjadi simtomatik dan terlokalisasi: pada abdomen (30.6%), pada pelvis (35.6%), pada abdomen dan pelvis (14%), pada limfonodi (6.5%); dimana pada 22.7% kasus, penyakit rekuren dengan metastase jauh (seringnya metastase hepar)
clip_image006
Tabel II. Tipe relaps
Pertanyaan seputar survival dan waktu optimal dari intervensi dengan kemoterapi lini kedua masih kontroversi. Walaupun peningkatan progresif serum CA-125 sering menandakan relaps, marker ini bukan merupakan marker tumor yang spesifik dan mungkin juga dapat meningkat pada kasus inflamasi mesothelium kronis tanpa gejala klinis atau bukti nyata dari rekuren tumor. Di lain pihak, tergantung pada penyebaran penyakit dan keagresifannya, beberapa bulan dapat terlampaui, antara peningkatan pertama serum CA-125 dan berkembangnya gejala atau bukti klinis dari penyakit. Monitoring agresif CA-125 dan kemoterapi yang lebih awal tidak kuratif atau tidak lebih baik daripada terapi konvensional, sebaliknya seringnya monitoring marker menimbulkan dampak negatif pada kualitas hidup khususnya pada pasien yang asimtomatik, berdasarkan kegelisahan dan ketakutan akan rekurensi. Hal ini merupakan alasan mengapa banyak peneliti tidak menyarankan monitoring CA-125 selama follow-up. Bagaimanapun, jika terdeteksi peningkatan kadar CA-125 pada pasien yang asimtomatik, terapi tidak seharusnya dimulai sampai bukti klinis dari progresi penyakit.
Pada kasus dengan bukti klinis yang jelas menunjukkan rekurensi tumor, kemoterapi berbasis-platinum (atau derivat platinum) dapat diberikan hanya pada pasien yang potensial sensitif-platinum, dimana pasien yang resisten-platinum harus dilibatkan dalam penelitian klinis untuk menemukan regimen baru. Bahkan, saat ini banyak regimen baru yang telah menunjukkan dapat bekerja aktif terhadap kanker ovarium rekuren. Regimen ini seharusnya digunakan pada terapi pasien rekuren dalam 2 tahun kedepan setelah terapi lini pertama dengan platinum atau regimen berbahan dasar platinum. Interval bebas-platinum yang panjang dengan agen kemoterapi yang lain, dapat menyebabkan pemanjangan interval bebas-platinum dengan agen kemoterapi yang berbeda, dimungkinkan mengikuti respon terapi berbasis-platinum yang berturutan. Hal ini dapat dijelaskan dengan reversi parsial dari resistensi obat akuisita terhadap regimen yang mengandung platinum. Pada tabel III, dilaporkan beberapa regimen yang digunakan sebagai agen tunggal pada trial fase II pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan cisplatin, yang menunjukkan respon objektif berkisar dari 10-50%.
Sehingga , mempertimbangkan jumlah yang besar dan keragaman agen aktif yang tersedia saat ini untuk terapi lini kedua pada kanker ovarium, penggunaan kemoterapi lain pada pasien dengan status perkembangan yang baik adalah lebih sering. Bagaimanapun, banyak faktor yang memegang peranan dalam memilih terapi, seperti kepatuhan pasien, toksisitas terapi sebelumnya, dan biaya perawatan. Karena tidak terdapat kriteria untuk memprediksi respon regimen yang akan digunakan, hal ini beralasan untuk memilih agen tunggal dengan mekanisme aksi yang berbeda dan profil toksisitas yang berbeda daripada yang telah dipakai pada terapi sebelumnya, dan khususnya jika pasien telah diterapi dalam waktu yang lama, kemoterapi agen tunggal lebih direkomendasikan. Respon seharusnya dievaluasi setelah 2 atau 3 siklus, dan bahkan pada kasus penyakit yang stabil, jika toksisitas telah teratasi, terapi harus dilanjutkan. Saat ini tidak terdapat parameter untuk memprediksi respon kemoterapi lini kedua. Bagaimanapun, telah ditunjukkan terdapat hubungan yang erat antara respon kemoterapi lini kedua dan ketiga dengan durasi survival bebas-penyakit atau survival bebas-progesifitas setelah terapi lini pertama.
clip_image008
Tabel III. Aktivitas agen tunggal pada pasien yang sebelumnya diterapi platinum
Paclitaxel
Beberapa penelitian telah mengevaluasi efikasi paclitaxel pada terapi lini kedua pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan platinum. Dengan dosis 175-200 mg/m2 angka respon berkisar dari 13 sampai 38% dan survival median dari 9.6 sampai 13.2 bulan. Fase III penelitian random pada pasien kanker ovarium rekuren mengevaluasi peranan intensitas dosis (135 vs. 175 dan 175 vs. 250 mg/m2) dan durasi infus (3 vs. 24 jam), tanpa menunjukkan adanya manfaat yang jelas baik dosis yang lebih tinggi maupun infus yang lebih lama. Dosis terbaik yang dapat ditoleransi untuk paclitaxel adalah 175 mg/m2 sebagai 3-jam infusan, karena hal ini menghasilkan insiden neuropenia yang lebih rendah.
Baru-baru ini, peneliti dari Swedia dan Finlandia membawa penelitian random multisentris dengan 208 pasien yang sebelumnya diterapi dengan kemoterapi lini pertama berbasis-platinum. Penelitian ini membandingkan efikasi pemberian paclitaxel mingguan (67 mg/m2) sampai 3 minggu pemberian pada dosis 200 mg/m2; menghasilkan efikasi yang serupa pada keduanya (35 vs. 37%; p=0.89). Waktu untuk progresivitas adalah 6.1 vs. 8.1 bulan (p=0.85), dan survival keseluruhan 13.6 vs. 14.7 bulan (p=0.98). Bagaimanapun, pemberian secara mingguan lebih bisa ditoleransi terutama terhadap neurotoksisitasnya (G3: 11 vs. 29%), neutropenia (G3: 18 vs. 45%) dan alopecia (G3: 46
vs. 79%). Belison dkk. mengkonfirmasi efikasi paclitaxel pada lini kedua juga terhadap 34 pasien yang sebelumnya diterapi dengan platinum-paclitaxel; mereka melaporkan 44% respon objektif dan waktu untuk progresivitas (berkisar 3-13) adalah 8,6 bulan. Agen tunggal paclitaxel mungkin merupakan pilihan terapi yang baik untuk lini kedua, juga karena tingkat toksisitas kumulatif yang rendah. Namun tetap, kesimpulan definitif tidak dapat ditegakkan karena diperoleh dari dasar dan jumlah pasien yang sedikit.
Topotecan
Setelah platinum dan paclitaxel, topotecan adalah agen yang paling sering digunakan untuk pengetesan untuk melihat peranan terapi lini kedua untuk kanker ovarium rekuren. Topotecan adalah analog semi-syntetic dari camptotecin. Cara kerjanya menghambat enzim topoisomerasi I nukleus, yang mengkatalisasi proses breakage dan rejoining rantai DNA yang normalnya terjadi selama replikasi DNA. Topotecan merupakan agen yang menarik karena bukan hanya tidak menunjukkan resistensi silang, tapi juga karena menunjukkan efek kerja yang sinergis dengan cisplatin in vitro. Bahkan, topotecan dapat menghambat repair DNA dengan cara memperkuat efek sitotosik cisplatin (chemo-sensitivity) khususnya ketika diberikan setelah cisplatin dan tidak sebelumnya, kemungkinan karena penurunan kliren ginjal yang diinduksi oleh platinum, yang memberikan paparan yang lebih lama terhadap topotecan dan menambah aktivitasnya. Neutropenia dan thrombocytopenia adalah merupakan efek utama. Bagaimanapun, thrombocytopenia sepertinya sering terjadi selama siklus pertama dan secara spontan menurun pada siklus berikutnya walaupun tanpa penurunan dosis. Respon berkisar dari 16.3 sampai 32.6% pada kanker ovarium yang sebelumnya diterapi dengan platinum, dengan median survival berkisar dari 47 sampai 61 minggu. Trial fase III terbaru mengindikasikan bahwa topotecan sama efektif dengan paclitaxel pada pasien platinum-refractory. Angka respon topotecan dan paclitaxel adalah 20 dan 13% (p=0.138) dan waktu median untuk progresifitas adalah 23 dan 14 minggu (p=0.002).
Trial non-random fase II dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas topotecan yang diberikan setelah kegagalan platinum dan paclitaxel. Respon objektif ditemukan pada 19/139 pasien (13.7%) dengan angka respon yang sedikit lebih tinggi sebesar 19% (5/26) pada pasien dengan penyakit yang sensitif-platinum. Aktivitas ini menunjukkan kurangnya resistensi silang antara topotecan dengan kombinasi paclitaxel-platinum. Penelitian terbaru menunjukkan bioaviabilitas yang bagus dan efikasi pada pemberian oral topotecan dibandingkan dengan pemberian infus intravena. Bahkan, formulasi oral memberikan paparan yang lebih lama, dalam arti aktivitas antitumor yang lebih baik, spesifik pada fase sitotosik. Pada trial random fase II pada pemberian oral, respon objektif ditemukan pada 18.1% dari 116 pasien resisten platinum. Pemberian yang lebih singkat (terapi 3 harian atau 24 jam infus kontinyu) sedang diteliti saat ini. Dengan kombinasi topotecan dan paclitaxel, angka respon 46% (20% respon komplit) dilaporkan pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan platinum, tapi tidak dengan taxanes; neutropenia dilaporkan pada 57% kasus.
Antracyclines
Penggunaan antracyclines sebagai kemoterapi lini pertama pada kanker ovarium telah menunjukkan dampak survival yang kecil pada sebuah penelitian meta-analisis yang meneliti pasien dengan jumlah yang banyak. Meskipun demikian, perbaikan diamati sampai 12 tahun. Pada pasien yang telah diterapi sebelumnya, epirubicin menunjukkan respon yang obyektif sebanyak 20-27%. Kombinasi dengan paclitaxel, didapatkan respon obyektif sebesar 34.2% dibandingkan 17.1% hanya paclitaxel saja dengan 2-year survival rates adalah 10 dan 18%. Liposomial doxorubicin (doxil) adalah regimen yang diformulasikan yang berkarakteristik waktu sirkulasi yang lebih lama, dan volume distribusi yang kecil, dan juga memberikan level doxorubicin yang tinggi pada jaringan tumor.
Pada penelitian random multisentris yang dilakukan oleh Gordon dkk pada 237 pasien dengan kanker ovarium rekuren, yang sebelumnya diterapi dengan cisplatin, doxil dibandingkan dengan topotecan dengan angka respon 20.3 dan 16.8%. Perbaikan yang signifikan pada survival keseluruhan ditunjukkan hanya pada pasien yang diterapi dengan doxil. Perbaikan yang signifikan pada survival keseluruhan ditunjukkan hanya pada pasien sensitif-platinum yangh diterapi dengan doxil (median 86.1 vs. 63.3 minggu; p=0.012), sebaliknya pada kelompok resisten-platinum (117 pasien) tidak didapatkan perbaikan pada survival dengan angka respon objektif 12.1 dan 6.8% pada pasien yang diterapi dengan doxil dan topotecan. Doxil menunjukkan toleransi hematologi yang lebih baik, seperti neutropenia (12.1 vs. 71%), thrombocytopenia (1 vs. 35%) dan anaemia (5 vs. 33%) dan juga ditunjukkan kepatuhan yang lebih baik pada jadwal pemberian, membuktikan bahwa hal ini dapat menjadi pilihan yang tepat untuk terapi lini kedua pada kanker ovarium.
Gemcitabine
Gemcitabine telah menunjukkan dapat menjadi agen lini kedua yang aktif pada kanker ovarium lanjut yang resisten terhadap platinum dan taxan. Pada monoterapi pasien resisten-platinum, respon keseluruhan (respon parsial dan komplit) adalah 19%; respon komplit kurang dari 5% dan median durasi respon adalah 8.1 bulan. Penelitian pada gemcitabine dengan kombinasi regimen lain menunjukkan angka respon yang berkisar dari 18 sampai 100% dengan toksisitas yang teratasi. Penelitian pada kombinasi gemcitabine dengan cisplatin dan carboplatin merupakan hal yang menarik (Tabel IV) karena kemampuan gemcitabine untuk menghambat repair DNA yang diinduksi oleh platinum. Penelitian oleh Kunkel melaporkan pada pasien yang resisten-platinum, yang sebelumnya diterapi dengan beberapa lini kemoterapi, respon keseluruhan sekitar 53% dan toksisitas yang teratasi. Geertsen dkk melaporkan respon objektif sebesar 100%, dengan 7 Respon komplit (37%), pada 19 pasien dengan resisten-platinum, kanker ovarium rekuren yang tidak diterapi dengan paclitaxel lini pertama; mereka menggunakan terapi dengan cisplatin atau carboplatin, paclitaxel dan gemcitabine. Penelitian fase II mengkonfirmasi efek sinergisme antara gemcitabine dan paclitaxel, seperti yang telah dianjurkan pada penelitian preklinis. Pasien resisten-platinum yang sebelumnya diterapi dengan taxan, dilibatkan untuk menerima kombinasi gemcitabine dan pacitaxel mingguan; respon objektif sebesar 42%, median survival adalah 31 minggu dan toksisitas dapat teratasi.
clip_image010
Tabel IV. Kanker ovarium relaps trial fase II kombinasi gemcitabine
Oxaliplatin
Oxaliplatin adalah platinum-diaminocycloexane; hal ini telah menunjukan efek sinergisme dan efek additif dengan cisplatin dan carboplatin dan tanpa resistensi silang. Regimen ini tidak memberikan toksistas terhadap ginjal dan auditoria dan hanya myelotoksik ringan. Efek samping utama adalah toksisitas neurosensorial kumulatif. Pada penelitian multisentris fase II, dilaporkan respon objektif sebesar 26% pada pasien yang resisten-platinum. Piccart dkk baru-baru ini membandingkan oxaliplatin dengan paclitaxel pada penelitian random multisentris, melaporkan angka respon keseluruhan yang hampir sama (16 dan 17%). Bagaimapaun, pada 63 pasien resisten-platinum , terdapat perbedaan signifikan pada kedua kelompok (6% pada oxaliplatin vs. 16% pada paclitaxel). Dilain pihak, pada kelompok pasien sensitif-platinum, angka respon sebesar 38% dan 20% pada oxaliplatin dan paclitaxel. Bagaimanapun, dengan sedikitnya jumlah pasien yang diterapi menjadikan penelitian ini tidak dapat mengambil kesimpulan yang definitif. Penelitian untuk regimen platinum yang baru difokuskan pada identifikasi komposisi regimen yang mempunyai profil toleransi yang baik, dan dapat menghambat mekanisme resisten-platinum. Regimen platinum baru yang saat ini sedang diteliti pada kanker ovarium selain oxaliplatin adalah nedaplatin, satraplatin, BBR3464 dand ZDO473
Regimen lain
Etoposide mempunyai aktivitas yang terbatas pada kanker ovarium, tetapi pada setting lini kedua, pasien kanker ovarium resisten-platinum, prolonged pemberian oral (50 mg/m2/day) menghasilkan respon objektif sebesar 27%. Pada penelitian yang sedang berlangsung mengevaluasi efikasi etoposide ketika diberikan berurutan pada infusan kontinyu 120 jam setelah topotecan.
Ifosfamide menunjukan dapat menjadi regimen yang aktif pada pasien kanker ovarium mengikuti terapi inisisal berbasis-platinum dan cyclofosfamide, dengan respon berkisar dari 10 sampai 20%. Aktivitas lini kedua dari ifosfamide diharapkan meningkat sebagai konsekuensi pengurangan penggunaann cyclosphamide selama terapi inisial kanker ovarium, tetapi pada penelitian terbaru, pada pasien yang refrakter terhadap platinum dan taxan, melaporkan angka respon hanya 15%.
Penggunaan kombinasi cyclophosphamide dan topotecan pada setting lini kedua tidak menunjukkan hasil yang mendukung pada penelitian fase II yang baru saja diterbitkan (respon keseluruhan 22% pada 86 pasien).
Vinorelbine, ketika diberikan pada pasien yang refrakter-platinum, menghasilkan respon objektif berkisar dari 15 sampai 30% pada penelitian klinis dengan jadwal mingguan pada dosis 25 atau 30 mg/m2 atau pada dosis 20 mg/m2 selama 3 hari pada pemberian 3 mingguan. Dengan tipe pasien yang sama, docetaxel menghasilkan respon objektif berkisar dari 20 sampai 35%, mirip dengan pasien yang mendapat paclitaxel. Data dasar menganjurkan bahwa pasien refrakter terhadap paclitaxel mungkin memberikan respon tehadap terapi lanjutan dengan docetaxel dan oleh sebab itu penelitian klinis sedang dalam progres untuk memverifikasi hasil tersebut.
Penelitian klinis, diterbitkan sebelum pengenalan paclitaxel pada terapi kanker ovarium, menunjukkan aktivitas moderat antineoplastik dari tamoxifen pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan platinum, dengan respon objektif sebesar 15%. Aktivitas obat ini pada pasien yang resisten-platinum dan paclitaxel belum diketahui. Aktivitas antineoplastik ini mungkin sama dengan regimen lain dengan toksisitas yang rendah. Analisis retrospektif oleh Markman dkk pada 102 pasien yang sebelumnya diterapi dengan cisplatin (77 pasien resisten platinum): kondisi stabil, dilaporkan pada 38% kasus (durasi median SD-3 bulan sampai maksimum 8 bulan). Tidak ada bukti adanya korelasi antara penggunaan tamoxifen dan kejadian kondisi yang stabil. Bagaimanapun, profil toksisitas yang baik pada pengobatan ini bisa membenarkan penggunaanya pada situasi klinis tertentu, sebagai contoh pada pasien yang tak respon dengan beberapa lini kemoterapi atau yang mempunyai penampilan klinis yang sangat jelek. Lebih lagi, baik peran tamoxifen pada terapi pemeliharaan pasien dengan respon komplit setelah kemoterapi primer ataupun penggunaanya sebagai kemoterapi alternatif pada kasus kenaikan kadar serum CA-125 yang asimtomatik.
Beberapa penelitian sedang mengevaluasi aktivitas penghambat angiogenesis yang telah menunjukkan efek anti neoplasia dan aktivitas antiangiogenetik pada tumor lain. Diantaranya adalah Matriks Metalloproteinase (MMPR)-inhibitor enzim yang bertanggung jawab dalam proses degradasi dan reorganisasi matriks ekstraseluler, yang dapat mencegah digesti matriks dan metastase tumor dan angiogenesis.
Obat lain yang layak digunakan pada terapi kanker ovarium adalah ionidamine, yang menunjukkan kemampuannya dalam mengembalikan sensitivitas platinum dan peningkatan aktivitas platinum.
Kemoterapi Intraperitoneal
Selama dua dekade, para peneliti telah mengeksplorasi peran kemoterapi yang diberikan secara langsung ke cavum peritoneal pada pasien dengan kanker ovarium. Tujuan dasar dari pendekatan ini adalah untuk mengekspos tumor didalam cavum peritoneum dengan konsentrasi regimen yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dari yang seharusnya pada pemberian intravena. Setelah pemberian intraperitoneal, paparan cavum peritoneal terhadap cisplatin atau carboplatin kurang lebih 10 sampai 20 kali lebih besar daripada pemberian sistemik, sedangkan keuntungan pemberian paclitaxel regional setidaknya 1000 kali. Prosedur ini secara umum aman, umumnya pada pengguna yang sudah berpengalaman dan paling aktif pada pasien dengan sensitif obat dan jumlah kecil.
Sebuah penelitian klinis fase II, menggunakan baik regimen tunggal cisplatin atau kombinasi regimen berbasis-cisplatin, telah menunjukkan bahwa sepertiga pasien dengan residu penyakit yang sedikit setelah diberikan terapi basis-cisplatin intravena akan memberikan respon objektif terhadap kemoterapi intraperitoneal. Pasien dengan nodul tumor terbesar diameter <0.5 cm akan memberikan respon keseluruhan sebesar 40 sampai 50%, dibandingkan dengan 10 sampai 15% pasien dengan bulky tumor yang besar. Penemuan ini tidak mengejutkan dilihat dari data preklinis yang ada, mengungkapkan bahwa dalamnya penetrasi sitotoksik obat secara langsung kedalam jaringan normal atau maligna mengikuti pemberian regional adalah kurang dari 1-2 mm dari permukaan peritoneal. Peneliti dari Memorial Sloan-Kettering memeriksa pengaruh respon sebelumnya terhadap cisplatin sistemik pada aktivitas antineoplastik yang diamati pada cisplatin intraperitoneal lini kedua pada dua penelitian retrospektif fase II pada pasien kanker ovarium rekuren atau persisten dan menyimpulkan bahwa respon sebelumnya terhadap cisplatin sistemik memberikan pengaruh yang kuat terhadap aktivitas antineoplastik cisplatin intraperitoneal lini kedua pada kanker ovarium.
Terdapat kekurangan data terbaru untuk membuat rekomendasi definitif peran terapi intraperitoneal pada managemen kanker ovarium, bagaimanapun kemoterapi intraperitoneal merupakan pilihan terapi rasional pada terapi lini kedua pasien kanker ovarium lanjut yang menunjukkan respon yang baik terhadap terapi sistemik inisial basis-platinum, tetapi ditemukan tetap terdapat mikroskopis atau sejumlah kecil makroskopik (residu diameter nodul tumor terbesar <0.5 cm) pada operasi kedua laparoscopy-laparotomy.
Kemoterapi dosis tinggi
Beberapa mekanisme mungkin menjelaskan kedaruratan resistensi, seperti intensitas dosis yang tidak adekuat selama terapi inisial menghasilkan seleksi sel yang resisten. Sebuah analisis retrospektif telah menunjukkan bahwa respon tumor dan survival berhubungan dengan intensitas dosis obat. Penelitian prospektif random secara umum tidak mendukung pandangan ini, kemungkinan karena peningkatan dosis kecil dan biasanya pasien menerima sekitar dua kali dari dosis standar. Pada saat ini, kita tidak mengetahui adanya penelitian klinik random yang mendukung penggunaan dosis yang lebih tinggi dari standar.
Meskipun angka respon objektif cukup tinggi (pada hampir separuh pasien yang diterapi), toksisitas sumsum tulang pada terapi dengan dosis tinggi carboplatin (800 mg/m2) tidak dapat teratasi. Pemberian cisplatin mingguan (70 mg/m2) pada kombinasi dengan etoposide atau paclitaxel menghasilkan angka respon 34% pada pasien resisten-platinum. Bagaimanapun, angka respon secara signifikan sangat bervariasi ketika mempertimbangkan interval bebas-penyakit yang mengikuti respon terhadap terapi pertama yang mengandung platinum; bahkan ketika interval ini lebih lama dari 6 bulan, angka respon menjadi dua kali lipat. Pemberian dosis tinggi menjadi lebih dapat diatasi karena pengenalan metode baru, seperti ABMT (autologous bone marrow transplantation) dan PSCT (autologous peripheral blood stem cell transplantation), bagaimanapun hasilnya tidak mendukung. Stiff dkk menyimpulkan bahwa kemoterapi dosis tinggi tidak seharusnya diberikan kepada pasien selain pasien yang sedang dalam remisi atau pasien yang sensitif-obat. Pandangan ini juga dikemukakan oleh Ledermann dkk yang juga tidak menemukan adanya peran dalam penggabungan terapi dosis tinggi pada pasien yang tidak dalam remisi setelah kemoterapi standar. Lebih lagi, mereka mengkonfirmasi bahwa hasil dari terapi dosis tinggi pasien pada keadaan remisi atau dengan bulky setelah kemoterapi menunjukkan hasil yang lebih baik daripada setelah terapi standar.
Bagaimanapun, pada penelitian retrospektif ini, data berdasarkan laporan register, seleksi pasien lebih heterogen dan oleh karena itu hanya pasien dengan prognosis yang baik yang diseleksi. Data tentang toksisitas menunjukkan persentase prosedur yang berkaitan denga kematian (7%) dan hasil pada survival serupa dengan rekuren kemo-sensitif yang dilaporkan oleh Rose dkk (median survival bebas-progresi: 9 bulan) menggunakan dosis standart paclitaxel/carboplatin.
Operasi
Peran operasi pada kanker ovarium rekuren masih kontroversial. Penelitian klinis menunjukkan bahwa operasi debulking tidak berguna dan lebih lagi hal ini memperbaiki survival hanya pada pasien dengan residual yang sedikit setelah operasi yang pertama. Durasi interval bebas-penyakit setelah induksi kemoterapi secara langsung berhubungan dengan survival, juga setelah operasi debulking kedua: angka survival bervariasi dari 25 sampai 56 bulan ketika interval bebas-penyakit berkisar dari 6/12 bulan sampai 36 bulan
Kesimpulan
Sampai beberapa tahun yang lalu, tidak ada alternatif untuk pasien dengan kanker ovarium. Saat ini, kita mempunyai kisaran yang luas dari regimen-regimen baru dengan berbagai mekanisme aksi dan kemoterapi lini yang berbeda tanpa perlu adanya cisplatin. Kanker ovarium rekuren tetap menjadi tantangan bagi para onkolog. Waktu yang optimal untuk intervensi, obat mana yang dipilih dan pilihan untuk monoterapi atau kombinasi masih kontroversial. Interval bebas-penyakit, kemosensitif, jumlah lokasi yang terlibat dan penampakan klinis adalah semua faktor yang mempunyai dampak pada respon terhadap kemoterapi lini kedua atau ketiga. Regimen dosis tinggi masih dalam fase eksperimental dan terapi kombinasi tidak secara signifikan memperbaiki survival. Oleh karena itu, pasien harus berpartisipasi dalam penelitian klinis atau harus diterapi dengan agen tunggal. Pada pasien dengan potensial sensitif-platinum, terapi seharusnya mengandung paclitaxel, atau derivat platinum. Bagaimanapun, agen kemoterapi baru harus digunakan untuk memperpanjang interval bebas-platinum, ketika hal ini lebih pendek daripada 24 bulan, dalam rangka untuk meningkatkan kemungkinan respon sekunder terhadap platinum. Pada pasien resisten-platinum, terapi bersifat paliatif; polikemoterapi memberikan hasil angka respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan monoterapi tetapi tidak didapatkan perbaikan survival yang signifikan yang ditunjukkan dan hal ini mempunyai dampak negatif pada kualitas hidup pasien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar