Laman

Rabu, November 16, 2011

Peran Anti mullerian Hormone (AMH) pada folikulogenesis


Pemeriksaan Anti Mullerian Hormone (AMH)  merupakan salah satu jenis pemeriksaan untuk mengukur cadangan ovarium yang berperan penting dalam menentukan prognosis kemampuan reproduksi wanita. Dalam hal ini, dengan adanya AMH dapat memprediksi respon ovarium dalam program IVF khususnya. Salah satu kelebihan dari AMH dibanding FSH, estradiol,dan inhibin B  adalah AMH tidak berpengaruh signifikan pada siklus menstruasi. AMH dipercaya sebagai hormon penanda lebih dini dan tercepat dalam mengukur cadangan ovarium pada pertambahan usia wanita. Pengukuran AMH dapat menggantikan FSH dalam menentukan pemeriksaan awal cadangan ovarium.

Menurut penelitian yang dilakukan Fanchin et al (2003b) , kadar AMH mencerminkan status folikuler ovarium. Kadar AMH berhubungan kuat dengan jumlah folikel antral dibandingkan dengan inhibin B, estradiol, FSH, dan LH. Hubungan AMH terhadap respon ovarium sebanding dengan jumlah folikel antral, oleh karena itu jumlah folikel antral dan AMH dapat memprediksi respon ovarium terutama dalam program IVF. Penurunan jumlah folikel antral seiring bertambahnya usia berhubungan dengan adanya penurunan cadangan ovarium.
Pemeriksaan AMH berhubungan lebih baik dengan jumlah oosit jika dibandingkan dengan FSH, LH, inhibin B, dan estradiol. 
AMH  merupakan anggota dari kelompok TGF-β  (Transforming Growth Factor Beta). AMH merupakan homodimerik disulfida yang berikatan dengan glikoprotein dengan berat molekul 140 kDa. Gen tersebut berlokasi di lengan pendek kromosom 19. AMH dikenal efeknya dalam diferensiasi kelamin. AMH bertugas hanya pada organ reproduksi. Efek AMH menginduksi regresi duktus mullerian. Tidak adanya AMH, duktus mullerian berkembang menjadi uterus, tuba falopi, dan bagian atas dari vagina. AMH pertama kali diekspresikan dari sel granulosa folikel primordial. Ekspresi AMH pada ovarium muncul sejak usia kehamilan 36 minggu. Sel granulosa dari folikel primer menunjukkan ekspresi AMH yang homogen. Pada folikel yang besar,  AMH diproduksi pada sel dekat oosit dan beberapa sel sekitar antrum. AMH berlanjut diekspresikan oleh folikel yang berkembang pada ovarium sampai mencapai ukuran tahap seleksi dominan oleh aksi FSH. Oosit dari preantral dini, preantral akhir dan preovulatori mengatur AMH pada sel granulosa, yang hal ini bergantung pada tahap perkembangan oosit. Pengaturan oosit dari ekspresi gen sel granulosa terjadi selama perkembangan folikel dan pengaturan oosit dari ekspresi AMH memiliki peranan untuk koordinasi intra dan interfolikel dari perkembangan folikel (Marca et al,.2006). AMH berperan penting dalam pengaturan dan seleksi jumlah folikel yang berkembang. AMH memiliki efek menghambat rekrutmen folikel primordial, dan hal ini menurunkan sensitifitas dari folikel terhadap FSH untuk seleksi dominan.
AMH berperan pada 2 kompartemen dari perkembangan normal folikel ovarium yaitu pada sel granulosa dan oosit. AMH diproduksi oleh folikel preantral kecil, besar, dan antral kecil. Rekrutmen awal berlanjut sebagai proses yang berkelanjutan dimana secara siklik dikendalikan oleh peningkatan FSH. Efek penghambat dari AMH yang ditunjukkan pada gambar  di bawah ini (a) pada rekrutmen awal folikel primer dan (b) pada sensitifitas folikel antral terhadap FSH (Broekmans,et al.2008).
AMH mempunyai peranan penting pada fungsi ovarium terutama dalam perkembangan dan seleksi folikel. Serum AMH menurun seiring dengan bertambahnya usia wanita, dan AMH tidak terdeteksi setelah menopause. Peranan utama AMH terbatas dalam penghambatan pada stadium awal perkembangan folikel. Dari uraian tersebut, pengukuran AMH merupakan tes yang ideal untuk mengetahui cadangan ovarium dimana pengukuran dapat dilakukan pada saat kapanpun selama siklus menstruasi (Marca et al, 2006).
Dari beberapa penelitian menyebutkan peranan AMH sebagai penanda respon ovarium terhadap stimulasi ovarium telah menunjukkan bahwa kadar AMH menurun selama pemberian gonadotropin. Penurunan ini disebabkan oleh efek negatif FSH terhadap produksi AMH oleh folikel kecil yang berkembang. FSH menyebabkan pembesaran folikel yang mana selanjutnya menghilangkan ekspresi AMH. FSH memicu produksi estradiol yang mana menurunkan produksi AMH pda ovarium. Oleh karena itu, pengukuran AMH seharusnya dilakukan sebelum mulai pemberian gonadotropin ( Fouany, et al. 2010). AMH merupakan penanda yang lebih baik untuk memprediksi respon dari stimulasi gonadotropin daripada FSH, estradiol, dan inhibin B. 
Kadar AMH ≤ 1,26 ng/ml disebutkan sebagai respon buruk dengan sensitivitas 97%. Respon normal jika kadar AMH > 1,26 ng/ml. Sedangkan kadar < 0,5 ng/ml disebutkan sebgai respon yang sangat buruk (Gnoth,et al.2008). Kadar AMH > 3,5 ng/ml menggambarkan adanya hiperrespon dan atau terjadi sindrom hiperstimulasi ovarium (Kwee et al.,2007).
Penelitian baru ini menyebutkan peranan AMH pada seleksi embrio pada terapi IVF. Tingkat kehamilan dan implantasi embrio cenderung lebih tinggi jika diperoleh oosit dari folikel dengan cairan folikel yang memiliki konsentrasi AMH yang tinggi (Takahashi,et al.2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar