Laman

Senin, November 14, 2011

Gangguan Kesuburan akibat penyakit trofoblas ganas

Chiba University Hospital di Jepang telah melakukan penelitian mengenai luaran kehamilan pada pasien-pasien dengan PTG yang telah mendapatkan kemoterapi dari tahun 1974–1999. The New England Tropoblastic Center (NETDC) sejak tahun 1965 juga telah mengumpulkan data tentang kehamilan berikutnya yang diambil meliputi kehamilan mola dan PTG persisten. Data yang diambil meliputi kehamilan berikutnya, masalah selama kehamilan, infertilitas dan outcome kehamilannya. Selain itu dipelajari juga mengenai kualitas hidup dan efek psikososial pada pasien yang didiagnosis dan mendapatkan terapi untuk PTG. Belum ada bukti efek PTG dan kemoterapinya bagi kehamilan dan persalinan. Woolas dkk. (1998) tidak menemukan perbedaan pada angka kehamilan dan keluaran kehamilan antara pasien yang mendapatkan kemoterapi tunggal dengan mendapatkan kemoterapi kombinasi.
Bagaimanapun juga pasien harus diberitahu mengenai kemungkinan timbulnya tumor sekunder seperti leukemia akut, yang berkaitan dengan pemberian etopusid. Kemoterapi secara umum juga mengakibatkan menopouse dini, maka pasien disarankan untuk melengkapi keluarganya terlebih dahulu sebelum umur 45 tahun. Folikulogenesis merupakan proses yang berlangsung cukup lama pada wanita normal. Gougeon melaporkan bahwa waktu pertumbuhan dari folikel primer menjadi folikel De Graaf adalah sekitar 6–12 bulan. Jika obat anti kanker berefek pada masa preantral folikel, ovum yang berkembang dalam waktu singkat setelah kemoterapi mungkin bisa menjadi subyek kerusakan genetik yang diakibatkan oleh obat anti kanker (Matsui dkk., 2002). Meirow dkk. melaporkan bahwa fertilisasi dalam waktu yang berdekatan dengan kemoterapi Siklofosfamid dapat mengakibatkan kegagalan kehamilan dan meningkatkan risiko malformasi pada tikus percobaan. Pada kehamilan berikutnya, ultrasonografi dilakukan seawal mungkin pada trimester pertama untuk mengetahui bila ada kelainan hasil konsepsi. Serum hCG juga harus diperiksa selama 6 minggu setelah tegak diagnosa kehamilan, untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit tropoblas yang tersembunyi. 

Chiba Unversity Hospital di Jepang, antara tahun 1974-1999 telah melakukan penelitian terhadap 378 pasien dengan PTG yang mendapatkan kemoterapi (83 pasien risiko tinggi dan 295 pasien risiko rendah). Semua pasien dimonitor sekurang-kurangnya 1 tahun, medianya adalah 14,8±6,9 tahun. Kategori kesembuhan apabila terdapat tiga kali angka normal hCG berturut-turut tiap minggunya atau tambahan siklus sekali atau dua kali pada risiko rendah PTG dan tujuh siklus pada risiko tinggi. Monitoring hCG dilakukan tiap bulan selama 6 bulan berikutnya, kemudian setiap 3–4 bulan setahun berikutnya. Pasien sangat dianjurkan untuk tidak hamil sekurang-kurangnya setahun setelah mendapat kemoterapi. 

Di antara 315 pasien, 108 (34,3%) dilakukan histerektomi karena resisten obat dan pasien tidak menginginkan kehamilan lagi. Sisanya 207 pasien (65,7%) sembuh hanya dengan kemoterapi. Dari pasien-pasien ini 133 (64,3%) menginginkan hamil lagi dan 129 pasien mendapatkan 243 kehamilan berikutnya. Keluaran dari 243 kehamilan yaitu hidup 169 (69,5%) meliputi 2 kasus kembar, stilbirth 2 kasus (0,8%), lahir prematur 5 (2,1%). Angka stilbirth, kelahiran prematur dan abortus spontan sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kelainan kongenital mayor dan minor (down sindrome, anomali jantung dan clubfoot) diketemukan pada waktu persalinan dan perawatan sebanyak 3 (1,7%) (Matsui dkk., 2002).

Di antara 243 konsepsi yang terjadi, 129 kehamilan yang pertama di dapat 102 (79,1%) lahir hidup, 1 (0,8%) stilbirth, 1 (0,8%) lahir prematur, 12 (9,3%) abortus spontan, 9 (7%) abortus medisinalis dan 4 (3,1%) mola berulang. Meskipun pasien sudah dianjurkan dengan sangat untuk tidak hamil sekurang-kurangnya 1 tahun setelah kemoterapi komplit, 19 pasien hamil antara 6 – 12 bulan, 15 pasien hamil dalam 6 bulan setelah kemoterapi lengkap. Di antara 34 kehamilan ini 24 (70,6%) lahir hidup, 1 (2,9%) stilbirth, 6 (17,6%) abortus spontan dan 3 (8,8%) abortus medisinalis. Angka kejadian abortus spontan sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pasien-pasien yang mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan setelah kemoterapi, meskipun tidak bermakna secara signifikan. Bagaimanapun juga angka abortus spontan pada pasien yang mendapatkan kehamilan dalam 6 bulan (5/13:33%) bermakna signifikan daripada pasien yang mendapatkan kehamilan lebih dari 12 bulan setelah kemoterapi komplit (6/95:6,3%) (p:0,0069; Fisher exact test). Tiga pasien yang mendapatkan kehamilan kurang dari 6 bulan setelah menyelesaikan kemoterapi, dilakukan abortus medisinalis karena risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayi akibat efek obat anti kanker. 

Pasien yang menjalani kemoterapi PTG di NETDC antara tanggal 1 Juni 1965 – 20 November 2001, terdapat 581 yang mendapatkan kehamilan 393 (67,6%) lahir hidup dan aterm, 35 (6%) lahir hidup preterm, 99 (17%) abortus spontan, 28 (4,8%) abortus terapeutik dan 7 (1,2%) kehamilan ektopik. Operasi cesar dilakukan pada 68 (20,3%) dari 335 kelahiran antara tahun 1979–2001. Kelainan kongenital mayor dan minor diketemukan pada 10 (2,3%) kasus, dan stilbirth terdapat 9 (1,2%) kasus, hal ini melebihi perkiraan semula. Woolas dkk. juga melaporkan peningkatan stilbirth pada pasien yang menjalani kemoterapi karena PTG persisten. Pada penelitian yang dilakukan pusat penelitian yang lain, pada 2657 pasien hamil post kemoterapi GTN: 2038 (76,7%) lahir hidup, 976 (71,9%) lahir aterm, 34 (1,3%) stilbirth, 378 (14,2%) abortus spontan, dan 37 (1,8%) anomali (Garner dkk., 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar