Laman

Minggu, Oktober 30, 2011

MANAJEMEN DISCHARGE VAGINA MENGGUNAKAN DOSIS TUNGGAL FLUKONAZOL, KLOTRIMAZOLE, DAN METRONIDAZOLE

Discharge vagina adalah keluhan yang paling sering ditemukan pada wanita yang datang berkonsultasi untuk masalah penyakit kandungan. Discharge vagina dapat dibedakan menjadi fisiologis dan patologis. Dalam hal ini dapat dilihat dari warna, bau, bentuk, jumlah dan gejala yang menyertainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi discharge vagina adalah umur, hormon dan faktor lokal yaitu menstruasi, keganasan, kebersihan dan kebiasaan.

Penyebab discharge vagina patologis paling sering adalah vaginosis bakterial, trikomonas vaginalis vaginitis, kandidiasis vulvovaginal atau kombinasi beberapa penyebab. Agen yang biasa menyebabkan servisitis adalah Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis hanya didapatkan 5-10% pada wanita bukan pekerja seks komersial (PSK) yang diterapi karena discharge vagina dan agen penyebab yang baru–baru ini teridentifikasi adalah Mycoplasma genitalium.
            Obat generik telah membantu menurunkan secara signifikan biaya terapi penyakit menular seksual (PMS) walaupun hanya dengan menggunakan dosis tunggal. Terdapat penelitian random kontrol membandingkan keefektifan dosis tunggal tinidazole/flukonazole dengan terapi menggunakan metronidazole selama 7 hari, ditambah klotrimazole krim intravagina selama 3 hari di negara afrika yang memiliki prevalensi HIV tinggi..

METODE
Tempat dan Data
            Penelitian ini dikembangkan di 9 fasilitas kesehatan di 4 negara bagian Afrika timur, dilakukan dalam kondisi yang sama dengan rutinitas pelayanan pada fasilitas kesehatan tersebut. Data dikumpulkan antara Januari 2004 sampai 2005. Data diambil dari wanita yang konsultasi di fasilitas kesehatan tersebut dengan keluhan discharge vagina tanpa memperhatikan status HIV atau keterlibatan PMS. Wanita tersebut tinggal di daerah sekitar dan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Tidak termasuk untuk kriteria penelitian ini adalah PSK yang ditemukan aktif saat screening PMS, wanita hamil, wanita dengan keluhan nyeri perut bagian bawah, alergi terhadap salah satu obat yang diteliti, wanita yang dirawat dengan prosedur rutin di klinik tersebut.
            Pada kunjungan awal digunakan kuisioner untuk memperoleh informasi mengenai demografi dan kebiasaan khusus, keluhan sekarang, penggunaan antibiotika terakhir. Kemudian dilakukan pemeriksaan ginekologi untuk mengetahui adanya radang vulva, ciri-ciri discharge vagina dan tanda-tanda servisitis, misalnya adanya  discharge vagina mukopurulen, pus pada apusan vaginal, perdarahan servik.
            Diambil dua sampel dari sekresi pada fornik vagina dan dua sampel dari endoservik. Sampel I disimpan dalam media transport amplicor (roche, USA) yang akan digunakan untuk deteksi Trikomonas vaginalis, dites dengan polymerase-chain reaction (PCR) untuk menemukan adanya Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis dan Mychoplasma genitalium. Juga dilakukan serologi HIV dari darah kapiler. Sampel II digunakan untuk menyimpan sekret pada sebuah slide yang dicat gram untuk mendeteksi adanya vaginosis bakterial dan atau Candida albikans dengan mengukur angka leukosit per lapang pandang besar (LPB).

Randomisasi
            Pertama disusun berdasarkan apakah wanita tersebut PSK atau bukan dengan memberi tanda khusus, kemudian secara acak ditunjuk menjadi satu kelompok yang masing-masing memperoleh terapi menggunakan tinidazole 2 gr sebagai dosis tunggal, flukonazole 150 mg sebagai dosis tunggal, atau metronidazole 500 mg 2 kali per hari selama 7 hari dan klotrimazole krim intravagina selama 3 hari.
            Wanita yang terdapat paling tidak satu tanda servisitis diberikan ciprofloxacin 500 mg sebagai dosis tunggal dan azithromycin 1 gr sebagai dosis tunggal, yang didapatkan ulkus genital diberikan ciprofloxacin 500 mg 2 kali per hari selama 3 hari dan bensathine penicillin 2,4 M unit intramuskuler sebagai dosis tunggal. Pasien yang mendapat terapi menggunakan flukonazole, tinidazole, ciprofloxacin dan azithromycin obat diminum dengan pengawasan langsung petugas kesehatan. Pasien yang mendapat terapi menggunakan metronidazole dan klotrimazole menggunakan obat tersebut di rumah.
            Karena tujuan penelitian ini adalah untuk memastikan keefektifan obat generik yang digunakan di Afrika timur maka tidak dilakukan penggunaan placebo.
Follow Up
            Partisipan diminta untuk datang follow up pada hari ke-14 dan mengisi kuisioner yang akan menunjukan respon subyektif pada terapi, yang merupakan hasil primer. Kemudian dilakukan pemeriksaan klinik untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda obyektif dari discharge vagina, yang merupakan hasil sekunder. Sampel vagina dan servik dicat gram, kemudian dilihat hilangnya Candida albikans dan tanda-tanda vaginosis bakterial yang merupakan hasil sekunder juga.
            Partisipan yang tetap mengeluhkan adanya discharge vagina setelah terapi menggunakan metronidazole 500 mg dua kali per hari, oral, selama tujuh hari dan klotrimazole intravagina selama tiga hari diminta untuk datang kembali pada hari ke 28.

Ukuran sampel dan Analisa statistik
            Bertujuan untuk mendapatkan ketelitian 90% dengan alpha 0,05. didapatkan 50% partisipan menderita vaginosis bakterial. 25% dari seluruh partisipan tidak datang follow-up. Keefektifan terapi menggunakan metronidazole selama tujuh hari pada wanita dengan vaginosis bakterial adalah 90%. Membutuhkan 381 partisipan dengan vaginosis bakterial pada tiap kelompok untuk menunjukan perbedaan keefektifan diantara metronidazole dan tinidazole adalah kurang dari 10%. Penelitian ini akan mengikutsertakan 1524 partisipan.
            Data di analisis dengan software Stata 8.0 variabel kategori dibandingkan X2 atau Fisher’s test. Regresi logistik digunakan untuk analisis multivarian.


Diagram manajemen discharge vagina oleh WHO:




HASIL
            811 partisipan yang secara random ditandai telah menerima terapi dengan tinidazole/flukonazole dan 759 menerima terapi dengan metronidazole/ klotrimazole.

Tabel 1. Karakteristik dasar dari dua kelompok terapi

Metronidazole +klotrimazole
(%)
(n=759)
Tinidazole + flukonazole
(%)
(n=811)
Negara
Ghana
Guinea
Mali
Togo

352 (46)
124 (16)
 74 (10)
209 (28)

350 (43)
141 (17)
  89 (11)
231 (28)
Usia (Tahun)
11-20
21-30
>30

192 (25)
391 (52)
176 (23)

216 (27)
404 (50)
191 (24)
PSK
Ya
Tidak

281 (37)
478 (63)

304 (37)
507 (63)
Jumlah pasangan seksual 3 bulan terakhir (hanya bukan PSK)
Tidak ada
Satu
≥ 2


 68 (14)
                    388 (82)
   20 (4)


  87 (17)
406 (80)
    13 (3)
Lama discharge vagina (hari)
≤ 7
8-14
≥ 15

314 (41)
169 (22)
274 (36)

323 (40)
173 (21)
312 (39)
Gejala lain
Nyeri perut bagian bawah
Dispareunia
Disuria
Pruritus vulva

258 (34)
242 (32)
121 (16)
625 (82)

297 (37)
248 (31)
140 (17)
685 (84)
Terapi pertama discharge vagina
224 (30)
233 (29)
Tanda servisitis pada pemeriksaan
Discharge servik
Pus pada apusan servik
Perdarahan servik setelah sampling
Inflamasi servik
Nyeri tekan servik

228 (30)
206 (27)
98 (15)
127 (17)
164 (22)

223 (27)
198 (24)
96 (14)
153 (19)
195 (24)

Pemberian Ciprofloxacin + azithromycin untuk servisitis
408 (54)
414 (51)
Pemberian Ciprofloxacin + benzathine penicillin untuk ulkus genital
    34 (4)
    46 (6)
Leukosit pada sekret servik (Per LPB)
< 10
10-29
≥ 30

540 (71)
131 (17)
  85 (11)

602 (74)
130 (16)
  77 (10)
Adanya patogen pada PSK
Vaginosis pada pewarnaan gram
Jamur pada pewarnaan gram
Trikomonas vaginalis
Chlamydia Trachomatis (CT)
Neisseria gonorrhoeae (NG)
Mycoplasma genitalium (MG)
CT, NG or MG
HIV

234 (49)
168 (35)
   30 (6)
     6 (1)
     8 (2)
   11 (2)
   24 (5)
    33 (8)

224 (44)
172 (34)
    32 (6)
    13 (3)
      6 (1)
    12 (2)
    29 (6)
    35 (8)
PSK
Vaginosis pada pewarnaan gram
Jamur pada pewarnaan gram
Trikomonas vaginalis
Chlamydia Trachomatis (CT)
Neisseria gonorrhoeae (NG)
Mycoplasma genitalium (MG)
CT, NG or MG
HIV

135 (48)
67 (24)
46 (16)
23 (8)
25 (9)
27 (10)
60 (21)
77 (28)

136 (45)
74 (24)
49 (16)
19 (6)
28 (9)
29 (10)
64 (21)
75 (25)

Prosedur randomisasi tidak selalu ditaati, meskipun kelompok telah diseimbangkan dengan baik dan tidak ada perbedaan bermakna pada partisipan dalam hal umur, PSK, lamanya discharge, perawatan awal, adanya gejala lain, tanda-tanda servisitis atau adanya bermacam-macam patogen termasuk HIV. Seperti yang diperkirakan bahwa prevalensi Mycoplasma genitalium, Chlamydia Trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, Trikomonas vaginalis dan HIV didapatkan lebih tinggi pada PSK dibandingkan yang bukan PSK dan kandidiasis paling sedikit didapatkan.
Pada kedua kelompok baik PSK maupun bukan PSK, prevalensi HIV bermacam-macam mulai 3.6 % di Ghana (13/359), 9.6 % di Guinem (13/135) dan 10.7 % di Togo (42/394).
Hubungan antara Mycoplasma genitalium dengan servisitis menjadi relatif baru, dimana awalnya diuji untuk hubungannya dengan servicitis. Servisitis digambarkan dengan angka leukosit pada sekret servikal ≥ 10/LPB. Pada analisis regresi logistik yang diatur untuk umur dan adanya patogen lain, adanya Mycoplasma genitalium yang dihubungkan dengan servicitis (addjusted odds ratio (AOR): 2.0, 95% convidence interval (CI): 1.3-3.2, P: 0.004) seperti Neisseria gonorrhoeae (AOR: 2.2, 95%. CI: 1.3-3.6, P: 0.003) dan Chlamydia trachomatis (AOR: 1.7, 95%. CI: 1.0-3.0, P: 0.05). Analisis berikutnya dipertimbangkan dimana pada wanita tersebut terdapat tiga patogen masing-masing atau kombinasi, seperti menderita infeksi servikal. Yang menarik menggunakan point cut-off yang lebih tinggi ( ≥ 30 leukosit/LPB) untuk menentukan servisitis. Neisseria gonorrhoeae (AOR: 2.4, 95%. CI: 1.3-4.6, P: 0.007) dan Mycoplasma genitalium (AOR: 2.0, 95%.  CI: 1.1-3.7, P: 0.02) tetap diubungkan dengan servisitis tapi bukan Chlamydia trachomatis (AOR: 1.2, 95%. CI: 0.5-2.7, P: 0.66). Partisipan diantara yang mengidap paling tidak satu agen penyebab servisitis paling sering ditemukan juga adanya vaginosis bakterial dan trichomoniasis vaginalis vaginitis dibanding partisipan yang tanpa infeksi servikal.

Tabel 2. Hubungan antara infeksi servikal dan vaginal pada hari ke-0


Hasil pada hari ke-0
Vaginosis bakterial/total (%)
Kandidiasis/total (%)
Trikomanas vaginalis/total (%)
Berbagai penyebab vaginitis
(%)
Adanya  NGa, CTb, MGc
   Ya(n=179)
   Tidak(n=1406) Nilai p


111(62)
626(45)
0.001


43(24)
439(31)
0.06


42(23)
118(8)
<0.001


138(77)
912(65)
0.001
a NG        = Neisseria gonorrhoeae 
b CT         = Clamydia trachomatis
c MG       = Mycoplasma genitalium

4/5 dari partisipan mengikuti follow-up pada hari ke 14 (metronidazole/ klotrimazole: 591/759, 78 % ; tinidazole/flukonazole: 653/811, 81 %).

Profil percobaan.

Perbandingan partisipan yang melaporkan kesembuhan total dari discharge vagina atau yang hanya kesembuhan sebagian pada hari ke 14 adalah sama pada kedua kelompok terapi.

Tabel 3. Respon subyektif pada terapi yang diterima pada hari ke-0 yang berhubungan dengan terapi kelompok dan adanya berbagai macam patogen pada hari ke-0
Kelompok terapi
Respon gejala pada hari ke-14
Nilai P
Sembuh total
 (%)
Sembuh sebagian (%)
Tidak ada perkembangan (%)
Semua
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Adanya kandidiasis pada hari ke-0
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Adanya vaginosis bakterial pada hari ke- 0
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Adanya T. Vaginalis pada hari ke-0
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Adanya NGa, CTb and MGc pada hari ke-0
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

HIV seronegatif
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Terinfeksi HIV
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Ghana
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Guinea
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Mali
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

Togo
  Metronidazole/Klotrimazole
  Tinidazole/flukonazole

377 (64)
432 (66)


110 (57)
120 (58)



179 (62)
188 (63)


  37 (62)
  43 (66)


 
47 (77)
  50 (70)


304 (65)
350 (68)


  55 (72)
  59 (71)


154 (73)
165 (77)


  88 (75)
  92 (68)


  40 (55)
  54 (61)


  95 (50)
121 (57)

203 (34)
215 (33)


  78 (40)
  85 (41)



101 (35)
110 (37)


  22 (37)
  21 (32)



 14 (23)
  20 (28)


154 (33)
164 (32)


  19 (25)
  23 (28)


  51 (24)
  48 (22)


  29 (25)
  44 (32)


  32 (44)
  33 (37)


 91 (48)
  90 (42)

10 (2)
  5 (1)


  5 (3)
1 (0.5)


 
7 (2)
1 (0.5)


  1 (2)
  1 (2)



 0 (0)
  1 (1)


  8 (2)
  3 (1)


  2 (3)
  1 (1)


  5 (2)
1 (0.5)


  0 (0)
  0 (0)


  1 (1)
  2 (2)


  4 (2)
  2 (1)


0.26



0.23




0.09



0.87



0.50




0.20


0.76



0.21



0.24



0.65



0.29
a NG        = Neisseria gonorrhoeae 
b CT         = Clamydia trachomatis
c MG       = Mycoplasma genitalium

Kedua terapi mempunyai keefektifan yang sama ketika analisis dibatasi pada subkelompok: wanita dengan vaginosis bakterial dan kandidiasis atau trikomoniasis dan wanita dengan infeksi servikal (Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia Trachomatis, dan atau Mycoplasma genitalium). Kedua terapi mempunyai keefektifan yang sama pada partisipan yang terinfeksi HIV dan yang seronegatif. Adanya discharge vagina yang nampak pada hari ke 14 sangat berhubungan dengan anggapan partisipan masing-masing pada respon dari terapi: 93 % (14/15) dari wanita melaporkan tidak ada penyembuhan pada discharge yang ada pada hari ke 14, dan 86 % (358/418) melaporkan penyembuhan sebagian, dibandingkan dengan 15 % (116/759) melaporkan adanya penyembuhan total (P < 0.001). Tidak ada perbedaan diantara kelompok terapi dalam hal adanya discharge vagina saat pemeriksaan pada hari ke-14, tidak juga terdapat perbedaan saat pemeriksaan pada subkelompok yang dijelaskan di atas. (data tidak ditunjukkan).
Pada wanita dengan vaginitis, diperiksa adanya hasil pemerikasaan yang abnormal pada hari ke-14 dan hubungannya dengan penyembuhan subyektif dan obyektif dari discharge vagina. Pada wanita dengan vaginosis bakterial pada pendataan yang tampak pada hari ke 14, 165/542 (30%) masih terdapat score Nugent ≥ 7, tapi ini sama seringnya pada penyembuhan total dari discharge vagina (90/319, 28%) seperti pada penyembuhan sebagian atau tanpa perkembangan (72/215,33%) (P: 0.23). Sama seperti ada discharge yang nampak (75/240, 31%) atau tidak ada (86/293, 29%) (P:0.70). Bagaimanapun diantara wanita dengan kandidiasis pada pendataan, jamur lebih sering ditemukan pada hari ke 14 diantara perkembangan sebagian maupun tanpa perkembangan dari gejala (81/166, 49%) dibandingkan dengan pada penyembuhan total dari gejala (48/193, 25%) (P < 0.001), dan juga lebih sering terjadi pada wanita dengan discharge yang nampak (88/189, 47%) dibanding dengan yang tanpa discharge (40/169, 24%) (P < 0.001). Diambil sebagai hasil sekunder, adanya jamur pada hari ke-14, tidak ada perbedaan antara kelompok dengan HIV seronegatif atau yang terinfeksi HIV. (data tidak ditunjukkan).
Dari 433 wanita yang tanpa penyembuhan total pada hari ke 14 dimana kemudian dirawat dengan metronidazole/klotrimazole, 358 (83%) diikutkan pada kunjungan follow-up lebih jauh pada hari ke-28. Lebih dari 80% dari wanita tersebut melaporkan penyembuhan total dari discharge vagina pada hari ke-28, tidak memandang terapi yang diterima pada hari ke-0 dan tidak memandang adanya tanda obyektif dari vaginosis atau kandidiasis pada hari ke-14.

Tabel 4.              Respon subyektif pada terapi kedua (terapi dengan metronidazole and Klotrimazole pada hari ke-14) yang didapatkan pada hari ke-28 yang berhubungan dengan berbagai macam karakteristik.
Terapi
Respon gejala pada hari ke-28
Nilai P
Sembuh total
 (%)
Sembuh sebagian (%)
Tidak ada perkembangan (%)
Terapi pada hari ke-0
   Metronidazole/klotrimazole
   Tinidazole/flukonazole

Vaginosis bacterial pada hari ke-14
   Tidak ada
   Ada

Jamur pada hari ke-14
   Tidak ada
   Ada

HIV
   Negatif
   Positif

142 (81)
148 (81)


210 (80)
  72 (84)


176 (79)
106 (83)


243 (84)
  33 (80)


31 (18)
33 (18)


51 (19)
13 (15)


42 (19)
22 (17)


44 (15)
  7 (14)

2 (1)
2 (1)


3 (1)
1 (1)


4 (1)
0 (0)


3 (1)
1 (2)


1.00



0.68



0.28



0.70

Akhirnya, diperiksa apakah terdapat tanda-tanda servisitis pada pemeriksaan yang berhubungan dengan infeksi servikal (Tabel 5). Tanda-tanda servisitis tidak berhubungan dengan adanya Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia Trachomatis, dan atau Mycoplasma genitalium.Walaupun pada PSK adanya Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia Trachomatis, dan atau Mycoplasma genitalium berhubungan dengan angka leukosit pada sekret serviks, prevalensi lebih tinggi tampak segera sehubungan dengan angka leukosit > 3/LPB. Adanya spermatozoa pada pewarnaan gram pada sekret vagina berhubungan dengan adanya Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia Trachomatis, dan atau Mycoplasma genitalium. Diperiksa pelaksanaan indikasi keputusan untuk memberikan terapi pada infeksi servikal berdasarkan adanya angka leukosit ≥ 4/LPB. Pada PSK pendekatan ini mempunyai sensitifitas 64% (79/123) dan nilai prediksi positif 30% (79/264). Pada yang bukan PSK sensitifitas 53% (28/53) dan nilai prediksi positif hanya 7% (28/413).


DISKUSI
            Kombinasi dari dosis tunggal tinidazole/flukonazole sama efektif seperti terapi standar yang lebih lama dengan metronidazole (7 hari)/klotrimazole (3 hari)  pada wanita yang menderita discharge vagina di puskesmas di empat negara Afrika timur. Keefektifan kedua terapi ini adalah sama saat memeriksa semua partisipan, juga pada subkelompok yang dipilih sehubungan dengan adanya berbagai macam agen penyebab. Yang penting, kedua terapi tersebut sama efektif pada wanita yang terinfeksi HIV.
            Vaginosis bakterial adalah penyebab paling sering dari discharge vagina, baik pada PSK dan bukan PSK. Terapi standar dari vaginosis bakterial adalah 7 hari terapi dengan metronidazole, dosis tunggal metronidazole sedikit kurang efektif. Keefektifan dari dosis tunggal metronidazole pada wanita dengan vaginosis bakterial lebih rendah pada wanita dengan HIV seropositif dibanding dengan yang seronegatif. Vaginosis bakterial adalah infeksi yang ditandai dengan sering berulang setelah perkembangan awal, dimana terdapat batas langkah dalam keseluruhan penatalaksanaan discharge vagina dengan dosis tunggal terapi. Diberikan lebih lama waktu paruh (12-14 jam vs 6-7 jam dengan metronidazole), tinidazole diharapkan akan lebih efektif pada dosis tunggal terapi. Ini lebih baik dibanding dengan metronidazole dan sangat murah (harga penjualan dosis 2gr = 0,07 dollar US). Penelitian tinidazole dosis tunggal pada wanita dengan vaginosis bakterial menunjukan rentang yang lebar pada keefektifan (51%-97%). Kesepakatan lebih lanjut bahwa tujuan dari terapi trikomonas vaginalis adalah penyembuhan dari gejala, dalam hal ini tinidazole dosis tunggal sebanding dengan terapi metronidazole selama 1 minggu, bahkan pada wanita yang terinfeksi HIV.
            Untuk merawat infeksi trikomonas vaginalis WHO dan yang lain merekomendasikan sebagai pilihan pertama metronidazole (2gr) dosis tunggal, yang mempunyai keefektifan sebanding dengan terapi metronidazole selama 5-7 hari. Tinidazole dibandingkan dengan metronidazole pada percobaan randomisasi awal, analisis-meta pada percobaan ini menunjukan bahwa, dosis tunggal tinidazole lebih kuat dari pada dosis tunggal metronidazole. Ditunjukkan bahwa tinidazole dosis tunggal efektif untuk melawan trikomonas vaginalis sama seperti metronidazole selama 7 hari
            Sebelumnya, terapi dari kandidiasis vagina mengandalkan nistatin dengan hasil yang tidak memuaskan. Nistatin telah digantikan dengan krim yang mengandung azole dengan hasil yang lebih baik. Klotrimazole krim vagina generik hanya sedikit digunakan. Dosis tunggal flukonazole oral menawarkan pilihan yang menarik, selama ini dapat dikombinasikan dengan  dosis tunggal tinidazole dan diberikan dibawah pengawasan langsung. Flukonazole generik lebih murah  dari pada klotrimazole krim vagina. Apakah kandidiasis vulvo-vaginalis lebih sering terjadi atau lebih sering berulang pada wanita dengan infeksi HIV, masih kontroversi dan hanya sedikit informasi mengenai keefektifan dari dosis tunggal flukonazole pada wanita dengan infeksi HIV. Kami menemukan tidak ada perbedaan dalam keefektifan di antara flukonazole dan klotrimazole pada peserta yang terinfeksi HIV dan tidak ada perbedaan dalam respon di antara wanita dengan kandidiasis yang terifeksi HIV dan yang HIV negatif.
            Tanda-tanda servisitis pada pemeriksaan bukan prediksi yang dapat diandalkan dari infeksi serviks. Dari 560 wanita bukan PSK dengan kurang lebih satu tanda servisitis diberikan ciprofloxacin/azithromycin, hanya 30 (5,4%) yang mengidap infeksi serviks, kebanyakan wanita dengan infeksi serviks juga menderita vaginitis, karena berhubungan dengan aktivitas seksual mereka, vaginosis bakterial dan trikomonas vaginalis lebih sering terjadi pada wanita dengan infeksi serviks. Hanya 53 (5,4%) dari yang bukan PSK terinfeksi dengan Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis dan atau Mycoplasma genitalium, dari ini hanya 18 dan 28 mempunyai ≥10 dan ≥4 leukosit/LPB, berturut-turut. Pada keterangan tersebut prevalensi rendah dicoba untuk mengenali yang bukan PSK dengan infeksi serviks tampaknya tidak berarti.
            Cross-sectional dan study cohort telah memeriksa hubungan antara HIV dan vaginitis. Estimasi meta-analisis menerangkan bahwa resiko terjadinya HIV meningkat 1.4-2.2 untuk vaginalis bakteriosis, trikomonas vaginalis dan kandidiasis. Walaupun tidak ada keterangan bahwa terapi adekuat dari vaginosis bakterial menurunkan resiko terjadinya HIV, prevalensi tinggi dari terjadinya vaginosis bakterial memberi kesan bahwa discharge vagina lebih tinggi pada wanita dengan kandidiasis dan diturunkan oleh perawatan kandidiasis dan vaginalis bakteriosis.

Tabel 5. Hubungan antara berbagai karakteristik dan adanya infeksi servikal dengan Neisseria gonorrhoeae (NG), Chlamydia trachomatis (CT), dan Mycoplasma genitalium (MG).
Hasil pada hari ke-0
PSK
Bukan PSK
Adanya  NG,CT atau MG/total
 (%)
Adanya  NG, CT atau MG/total
(%)
Discharge serviks
  Tidak ada
  Ada
Pus pada apusan serviks
  Tidak ada
  Ada
Perdarahan Serviks setelah
sampling
  Tidak ada
  Ada
Inflamasi serviks
  Tidak ada
   Ada
Nyeri tekan serviks
  Tidak ada
   Ada
Leukosit pada secret serviks
( per LPB)
  0 – 3
  4 – 9
  10 – 29
  ≥ 30
Spermatozoa
  Tidak ada
   Ada
Pemberian ciprofloxacin +
Azithromycin
  Tidak
  Ya

88/421 (21)
36/164 (22)

85/408 (21)
39/177 (22)


82/400 (21)
  15/48 (31)

96/446 (22)
28/139 (20)

94/443 (21)
30/142 (21)


44/318 (14)
  24/97 (25)
30/105 (29)
   25/62 (40)a

              108/534 (20)
  16/51 (31)


66/322 (20)
58/262 (22)


36/698 (5)
17/287 (6)

37/757 (5)
16/227 (7)


39/747 (5)
10/146 (7)

47/843 (6)
  6/141 (4)

44/767 (6)
  9/217 (4)


25/570 (4)
10/157 (6)
12/156 (8)
  6/100 (6)

47/940 (5)
   6/37 (14)b


23/420 (5)
30/560 (5)



p < 0.05
b p < 0.001


SIMPULAN
            Diantara non PSK dengan resiko rendah HIV dengan tujuan untuk mengurangi gejala maka dosis tunggal tinidazole/flukonazole dapat digunakan sebagai terapi awal discharge vagina, karena memiliki toleransi yang baik dan harga yang murah. Kebanyakan wanita yang tidak respon terhadap tinidazole/flukonazole akan sembuh saat diberikan perawatan kedua sebagai terapi standar menggunakan metronidazole/klotrimazole. Pada PSK dalam hal untuk mengurangi gejala, kunjungan ke petugas medis sebaiknya digunakan sebagai kesempatan untuk mempromosikan penggunaan kondom dan screening untuk infeksi serviks.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Pepin et. all. The syndromic management of vaginal discharge using single dose treatments: a randomized controlled trial in West Africa. Buletin of the world health organization 2006; 84 (9); 729 – 738.
2.      Mitchell H. Vaginal Discharge-Causes, Diagnosis and Treatment. BMJ 2004; 328; 1306-1308.
3.      Anonymus. Introductory Obstetrics and Gynaecology: Vaginal Discharge. Medical Education Division. www.obgyn.ufl.edu/obgyn101/text/discharge.
4.      Patel V, Padnekar S, Weiss H, Rodrigues M. Why do women complain of vaginal discharge? A Popultion survey of infectious pyschososial risk in a South Asian community. International Journal of Epidemiology 2005; 34: 862-863.
5.      Indarti J. Vaginal Discharge. www.fkuii.org.
6.      Redman C. Obstetrics and Gynaecology an evidence-based text for MRCOG: Benign Vulval Problems. 2004, Chapter 64; 705-703.
7.      Anonymous. Knowing the Difference Normal Discharge and Infections. Mckinley Health Center. 2005. www.mckinley.uiuc.edu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar