Laman

Rabu, Mei 25, 2011

Embriologi genitalia wanita

Sistem genitalia
Diferensiasi sek merupakan proses komplek yang dipengaruhi banyak gen, meliputi beberapa gen autosomal. Kunci untuk perbedaan seksual adalah kromosom Y yang mengandung gen SRY (sex-determining region on Y) terdapat pada lengan pendek (Yp11). Produk protein gen ini adalah faktor transkripsi yang memulai rangkaian rudimentari organ seksual. Protein SRY adalah testis-determining factor; mempengaruhi pembentukan genital laki-laki. Tanpa adanya SRY maka akan terbentuk genitalia wanita.

Gonad
Walaupun sek embrio ditentukan secara genetik pada saat fertilisasi, gonad tidak menunjukkan karakteristik laki-laki maupun perempuan hingga usia tujuh minggu. Gonad pada mulanya berupa sepasang garis longitudinal disebut garis genital atau gonadal (gambar (14.17).



Mereka terbentuk oleh proliferasi epitel dan kondensasi mesenkim. Sel germinal tidak tampak dalam garis genital hingga perkembangan enam minggu. 

Sel germinal primordial pertama kali muncul pada tahap awal perkembangan diantara sel endoderm pada dinding yolk sac dekat dengan allantois (gbr 14.18A). Mereka bermigrasi dengan gerakan ameboid sepanjang bagian dorsal mesenterium hindgut, sampai di gonad primitif pada awal minggu ke lima dan menginvasi garis genital pada minggu keenam (gbr 14.18B).


Jika gagal mencapai garis genital, maka gonad tidak akan terbentuk. Oleh karena itu sel germinal primordial memiliki pengaruh induktif pada perkembangan gonad menjadi ovarium atau testis. Segera sebelum dan selama kedatangan sel germinal primordial, epitel garis genital berproliferasi dan sel epitel melakukan penetrasi mesenkim. Mereka membentuk sejumlah primitive sex cord (gbr 14.19). Pada embrio laki-laki maupun perempuan, primitive sex cord terhubung dengan permukaan epitel dan  sel tersebut tidak mungkin berdiferensiasi menjadi gonad laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu disebut indifferent gonad.

Ovarium
Pada embrio wanita dengan sek kromosom XX dan tanpa kromosom Y, primitive sex cord memisahkan diri menjadi kelompok sel (gbr 14.21 dan 14.22A). Kelompok tersebut, meliputi sel germinal primitif, menempati daerah medular ovarium. Akhirnya mereka menghilang dan diganti oleh stroma vaskular yang membentuk medula ovarium (gbr 14.22).


Permukaan epitel gonad perempuan, tidak seperti pada laki-laki, terus berproliferasi. Pada minggu ke tujuh, primitive sex cord membentuk generasi kedua yaitu cortical cords yang memasuki lapisan dalam mesenkim tetapi masih dekat dengan permukaan (gbr 14.22A). Pada bulan ke empat, cortical cord membelah menjadi kelompok sel terisolasi, yang masing-masing mengelilingi satu atau lebih sel germinal primitif (gbr 14.22B). Sel germinal selanjutnya berkembang menjadi oogonia dan melingkari sel epitel, membentuk sel folikular.


jadi dapat dinyatakan bahwa genetik sek embrio ditentukan pada saat fertilisasi, tergantung apakah spermatosit membawa kromosom X atau Y. Pada embrio dengan kromosom sek XX, jaringan medular gonad mengalami regresi dan jaringan kortikal terbentuk (gbr 14.21 dan 14.22). Pada embrio dengan kromosom sex XY, jaringan medular berkembang menjadi testis sedangkan jaringan kortikal sekunder tidak terbentuk (gbr 14.20 dan 14.21).

Duktus genital
Periode Indifferen
Pada awalnya embrio laki-laki maupun perempuan memiliki dua pasang duktus genital: duktus mesonefrikus (wolffian) dan duktus para mesonefrikus (mullerian). Duktus paramesonefrikus muncul sebagai invaginasi longitudinal epitel diatas permukaan anterolateral daerah urogenital. Pada bagian atas duktus terbuka ke dalam kavum abdomen dengan struktur menyerupai corong. Pada bagian kaudal berjalan disebelah lateral duktus mesonefrikus, kemudian melintasi duktus mesonefrikus dan mengarah ke kaudomedial (gbr 14.23).


Pada garis tengah menempel dengan duktus paramesonefrikus dari bagian samping. Dua duktus pada mulanya dipisahkan oleh septum tetapi kemudian berfusi menjadi saluran uterus (gbr 14.24A). Ujung kaudal mengarah pada dinding belakang sinus urogenital membentuk tuberkel mullerian. Duktus mesonefrikus terbuka ke arah sinus urogenital pada salah satu tuberkel mulerian.


Regulasi molekuler dalam perkembangan duktus genital
SRY adalah gen utama dalam perkembangan testis dan berpengaruh secara langsung pada gonad dan secara tidak langsung pada duktus mesonefrikus. Jadi, SRY memacu testis mengeluarkan faktor kemotaktik yang menyebabkan tubulus dari duktus mesonefrikus menembus  gonad dan memacu perkembangan testikuler lebih lanjut.

Terbukti, tanpa adanya penetrasi oleh tubulus tersebut, diferensiasi testis akan gagal. SRY juga mengatur  faktor steroidogenesis 1 (SF1) yang bekerja melalui faktor transkripsi lain, SOX9 untuk memacu diferensiasi sel sertoli dan leydig. Sel sertoli kemudian memproduksi mullerian inhibiting substance (MIS) atau juga disebut anti mullerian hormone (AMH) yang menyebabkan regresi duktus paramesonefrikus. Sel leydig memproduksi testosteron, yang memasuki jaringan sel target dalam kondisi tetap atau dirubah menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5α reductase.


testosteron dan dihidrotestosteron terikat pada reseptor protein intraseluler dengan afinitas tinggi dan akhirnya komplek hormon-reseptor ini akan terikat pada DNA untuk meregulasi transkripsi gen spesifik dan produk protein mereka (gbr 14.25). Testosteron memacu virilisasi duktus mesonefrikus sedangkan dihidrotestosteron memacu diferensiasi genitalia eksterna laki-laki (gbr 14.26).



diferensiasi seksual pada wanita sebelumnya dianggap karena tidak adanya kromosom Y, tetapi sekarang diketahui terdapat beberapa gen yang memacu perkembangan ovarium. Sebagai contoh, DAX1, golongan reseptor hormon, berlokasi pada lengan pendek kromsom X dan bekerja dengan menurunkan aktifitas SF1, sehingga mencegah diferensiasi sel sertoli dan leydig. Faktor pertumbuhan WNT4 juga berpengaruh pada diferensiasi ovarium dan pada ekspresi awal pada gonad dipelihara pada wanita dan mengalami penurunan pada laki-laki. Dengan tidak adanya produksi MIS oleh sel sertoli, duktus paramesonefrikus distimulasi oleh estrogen dan terbentuk tuba uterina, uterus, servik dan vagina bagian atas. Estrogen juga mempengaruhi pembentukan genitalia eksterna berupa labia mayora, labia minora, klitoris dan vagina bawah (gbr 14.26).


duktus genitalia wanita
duktus paramesonefrikus berkembang menjadi duktus genital utama wanita. Mulanya, tiga bagian dapat dikenali yaitu (a) bagian cranial yang terbuka pada kavum abdomen, (b) bagian horizontal yang melintasi duktus mesonefrikus dan (c) bagian kaudal yang bergabung dengan duktus mesonefrikus dari sisi yang berlawanan (gbr 14.24A). Dengan penurunan ovarium, kedua bagian pertama berkembang menjadi tuba uterina (gbr 14.24B) dan bagian kaudal bergabung membentuk saluran uterus. Saat bagian kedua duktus paramesonefrikus bergerak ke mediokaudal, garis urogenital bertahap mengarah pada bidang transversal (gbr 14.28 A dan B). Setelah duktus berfusi pada garis tengah, lipatan transversal pelvik terbentuk (14.28C). Lipatan ini, yang meluas dari bagian samping duktus paramesonefrikus yang berfusi menuju dinding pelvis adalah ligamentum latum uteri. Tuba uterina terletak pada batas atas dan ovarium terletak pada permukaan belakang. Uterus dan ligamentum latum membagi kavum pelvis menjadi kavum uterorektal dan kavum uterovesikal. Duktus paramesonefrikus yang berfusi membentuk corpus dan servik uteri. Mereka dikelilingi oleh lapisan mesenkim yang membentuk pelindung muskular uterus yaitu miometrium dan lapisan peritoneum yaitu perimetrium.






Vagina
Segera setelah ujung duktus paramesonefrikus mencapai sinus urogenital (gbr 14.29A dan 14.30A), dua evaginasi padat muncul dari bagian pelvis sinus (gbr 14.29B dan 14.30B). Evaginasi tersebut, bulbus sinovaginal berproliferasi dan membentuk lempeng vagina padat. Proliferasi berlanjut pada bagian kranial lempeng vagina, melebarkan jarak antara uterus dan sinus urogenital. Pada bulan ke lima, vagina sudah seluruhnya mengalami kanalisasi. Perluasan vagina menyerupai sayap disekitar uterus disebut fornik vagina berasal dari paramesonefrik (gbr 14.30C). Sehingga vagina memiliki dua pembentuk, bagian atas berasal dari uterus dan bagian bawah dari sinus urogenital. Lumen vagina tetap terpisah dari sinus urogenital oleh selaput tipis yaitu hymen (gbr 14.29C dan 14.30C), yang terdiri dari lapisan epitelial sinus dan lapisan tipis sel vagina. Ini biasanya membentuk lubang kecil selama masa perinatal. Waniita masih menyisakan beberapa jaringan tubulus eksekretorius kaudal dan kranial di mesovariumn, dimana mereka membentuk epoophoron dan paroophoron (14.24B). Duktus mesonefrikus menghilang kecuali sedikit bagian kranialditemukan di epoophoron dan biasanya bagian kecil di kaudal yang ditemukan di dinding uterus atau vagina seperti kista Gartner

Defek uterus dan vagina
Duplikasi uterus diakibatkan oleh tidak adanya fusi duktus para mesonefrikus. Bentuk paling berat adalah uterus didelfis, bentuk yang ringan berupa uterus arkuatus (gambar). Salah satu anomali yang banyak dijumpai adalah uterus bicornis berupa uterus ganda dengan satu vagina. Keadaan ini banyak dijumpai pada mamalia seperti primata. Pasien dengan atresia duktus paramesonefrikus komplit atau parsial, bagian rudimenter menjadi bagian tambahan pada sisi yang berkembang normal. Oleh karena lumen tersebut tidak terdapat hubungan dengan vagina, maka sering dijumpai komplikasi. Kelainan ini dikenal sebagai uterus bikornis unikolis dengan bagian rudimenter. Jika atresia terjadi pada kedua sisi, mengakibatkan atresia servik. Jika tabung sinovaginal gagal menyatu akan terjadi vagina ganda, dan jika tidak berkembang semuanya, maka akan terjadi atresia vagina. Pada atresia vagina biasanya dijumpai kantong vagina yang mengelilingi daerah servik. Kantong vagina tersebut berasal dari duktus paramesonefrikus (gbr 14.31).




Genitalia eksterna
Tahap indifferent
Pada perkembangan minggu ketiga, sel mesenkim yang berasal dari regio primitive streak berpindah menuju sekitar membran kloaka membentuk pasangan lipatan cloacal. Bagian kranial lipatan kloakal membentuk tuberkel genital. Lipatan kaudal dibagi menjadi lipatan uretral dan lipatan anal (gbr 14.32). Sementara itu, penonjolan lain berupa genital swelling tampak pada tiap sisi lipatan urethral. Genital swelling akan berubah menjadi scrotal pada laki-laki dan labia mayora pada perempuan. Pada akhir minggu ke enam, masih sulit membedakan jenis kelamin (gbr 14.34).

Perkembangan genitalia eksterna wanita
Estrogen memacu perkembangan genitalia eksterna wanita. Tonjolan genitalia memanjang hanya sedikit dan membentuk klitoris; lipatan urethral tidak menyatu seperti pada laki-laki tetapi berkembang menjadi labia minora. Pembengkakan genital membesar dan membentuk labia mayora. Lekukan urogenital terbuka dan membentuk vestibula. Walaupun tonjolan genital wanita tidak memanjang secara ekstensive, tonjolan tersebut lebih besar dibandingkan pada laki-laki selama masa awal perkembangan (gbr 14.34 dan 14.36). Sehingga penggunaan panjang tonjolan sebagai kriteria penentuan jenis kelamin pada usg menghasilkan kesalahan identifikasi selama bulan ketiga dan keempat kehamilan.


korelasi klinis
Gangguan diferensiasi sex
Sindroma klinefelter dengan kariotipe 47, XXY (atau variasi lain XXXY) merupakan abnormalitas diferensiasi seksual mayor yang sering dijumpai dengan frekuensi 1/500 pria. Pada pasien mengalami infertil, ginekomastia, gangguan maturasi seksual yang bervariasi dan beberapa kasus dengan androgenisasi rendah. Nondisjunction pada homolog XX merupakan penyebab utama. Pada disgenesis gonad tidak dijumpai oosit dan ovarium tampak sebagai gonad streak. Individu secara fenotip perempuan tetapi memiliki variasi komplemen kromosom termasuk XY. Swyer syndrome (Disgenesis gonad perempuan XY) akibat mutasi atau delesi gen SRY. Individu tampak sebagai perempuan normal tetapi tidak menstruasi dan tidak mengalami perkembangan seksual sekunder saat pubertas. Pasien dengan Turner syndrome juga memiliki disgenesis gonad. Mereka memiliki kariotipe 45,X dan postur tubuh pendek, lengkungan palatum tinggi, webbed neck, dada seperti papan, anomali jantung dan ginjal serta puting inversi (gbr 14.37). Tidak adanya oosit pada 45,X diakibatkan oleh tingginya kehilangan oosit dan bukan karena abnormalitas sel germinal.

Oleh karena perkembangan seksual laki-laki dan perempuan dimulai dalam cara yang sama, tidak mengherankan jika abnormalitas dalam diferensiasi dan determinasi sek terjadi. Pada beberapa kasus abnormalitas tersebut mengakibatkan individu dengan karakteristik sex ganda, dikenal sebagai hermafrodit. Hermafrodit murni memiliki jaringan testiskular dan ovarium, biasanya bergabung sebagai ovotestis. Dalam 70% kasus memiliki kariotipe 46,XX dan memiliki uterus. Genitalia eksterna ambigu atau cenderung perempuan dan kebanyakan individu tumbuh sebagai perempuan.
Pada pseudohermafrodit, genotip dikaburkan dengan fenotip jenis kelamin lain. jika seorang pseudohermafrodit memiliki testis, pasien tersebut disebut sebagai pseudohermafrodit pria, jika memiliki ovarium disebut pseudohermafrodit wanita. Pseudohermafrodit wanita kebanyakan disebabkan oleh Congenital Adrenal Hiperplasia (syndrom adrenogenital). Abnormalitas biokimia pada kelenjar adrenal mengakibatkan penurunan produksi hormon steroid dan peningkatan produksi hormon adrenocortikotropik (ACTH). Kebanyakan kasus, 21-hidroxylation terhambat, seperti 17-hydroxyprogesterone (17-OHP) tidak dirubah menjadi 11-deoxycortisol. Kadar ACTH meningkat sebagai respon terhadap produksi kortisol yang rendah, yang memscu peningkatan 17-OHP. Akibatnya terjadi produksi androgen berlebih. Pasien memiliki kromosom 46,XX, kromatin dan ovarium tetapi produksi androgen yang berlebih mengakibatkan maskulinisasi genitalia eksterna. Maskulinisasi ini bervariasi dari pembesaran klitoris dan genitalia pria.  Umumnya terjadi hipertrofi klitoris dan fusi parsial labia mayora sehingga tampak seperti skrotum serta sinus urogenital kecil persisten (gbr 14.38).


























Pseudohermafrodit pria memiliki kromosom 46,XY dan sel mereka umumnya tidak berkromatin. Penurunan produksi hormon androgenik dan MIS mengakibatkan kondisi ini. Karakteristik internal dan eksternal bervariasi, tergantung pada derajat perkembangan genitalia ekstrena dan adanya derivat paramesonefrikus.
Androgen insensitivity syndrome (testicular feminization) terjadi pada pasien dengan kromosom 46,XY tetapi dengan genitalia eksterna perempuan (gbr 14.39). Kelainan ini akibat gangguan reseptor androgen atau kegagalan respon komplek reseptor-dihidrotestosteron. Akibatnya, produksi androgen testis tidak efektif memacu diferensiasi genitalia pria. Oleh karena pasien tersebut memiliki testis dan MIS, sistem paramesonefrik tertekan dan tuba uterina dan uterus tidak ada. Vagina pendek dan buntu. Testis berada di inguinal atau labial, tetapi tidak terjadi spermatogenesis. Terdapat peningkatan risiko sekitar 33% terbentuknya tumor testis pada umur 50 tahun. Sindrom ini terkait x-linked recessive yang terjadi pada 1/20.000 kelahiran hidup.

Sistem urinaria dan genitalia keduanya berasal dari jaringan mesodermal

Genitalia terdiri dari (a) gonad atau kelenjar sek primitif; (b) duktus genitalis dan (c) genitalia eksterna. Ketiga komponen tersebut mengalami fase indifferent yang membentuk menjadi laki-laki atau perempuan. Gen SRY pada kromosom Y menghasilkan testes-determining factor dan mengatur pembentukan kelamin laki-laki. Ekspresi gen SRY mengakibatkan (a) pembentukan testis (b) pembentukan tunika albuginea dan (c) kegagalan pembentukan ovarium. Tidak adanya gen SRY,  maka adanya kombinasi antara DAX1 yang menurunkan SF1 dan berjalannya ekspresi WNT4 pada gonad menyebabkan pembentukan ovarium dengan (a) terbentuknya kortikal, (b) hilangnya kelenjar medular (testis) dan kegagalan terbentuknya tunika albuginea (gbr 14.21). 
Jika sel germinal primordial gagal mencapai gonad indiferent, gonad akan tetap indifferent atau tidak ada. Sistem duktus indeferent dan genitalia eksterna berkembang dibawah pengaruh hormon. Testosteron menghasilkan sel Leydig pada testis memacu perkembangan duktus mesonefrikus (vas deferens epididymis), sedangkan MIS yang dihasilkan sel sertoli testis menyebabkan regresi duktus paramesonefrikus (sistem duktus wanita). Dihydrotestosterone menstimulasi pembentukan genitalia eksterna, penis, skrotum dan prostat. Estrogen mempengaruhi perkembangan sistem paramesonefrikus wanita, meliputi tuba uterina, uterus, servik dan bagian atas vagina. Mereka juga memacu diferensiasi genitalia eksterna, mencakup klitoris, labia dan bagian bawah vagina (gbr 14.26). Gangguan produksi atau gangguan sensitivitas terhadap hormon testis mengakibatkan pembentukan karakteristik wanita dibawah pengaruh estrogen maternal dan plasenta.

1 komentar: