Senin, September 14, 2009

Kehamilan Lewat Waktu

Pada setiap kehamilan diperlukan pengetahuan yang tepat mengenai batas usia gestasional janin. Pengetahuan ini menjadi sangat penting jika kehamilan mengalami komplikasi. Sayangnya dengan berbagai alasan usia gestasional sering tidak diketahui, bahkan mungkin keliru. Ini dapat terjadi bila ibu hamil tidak mengikuti perawatan antenatal yang cukup lama sehingga semua kejadian yang penting untuk mengenali usia gestasional tersebut sudah berlalu atau terlupakan. Dengan tidak diketahuinya usia gestasional yang akurat, ketepatan pertumbuhan janin tidak dapat ditentukan dan akan menyebabkan kekeliruan yang serius dalam penatalaksanaan pasien.
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan post term adalah meningkatnya resiko kesakitan dan kematian perinatal. Resiko kematian perinatal meningkat 3 kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Di samping itu ada pula komplikasi yang sering menyertai seperti : letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan perdarahan post partum.

Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung lebih 40 minggu dihitung menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Bayinya disebut serotinus, partusnya disebut partus serotinus.

Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui. Beberapa teori yang dikemukakan:
1. Penurunan kadar estrogen
Pada kehamilan normal kadar estrogen umumnya tinggi,dan dengan usia kehamilan yang makin bertambah menyebabkan membran janin khususnya menjadi kaya akan dua jenis glikofosdfolipid yaitu fosfatililinosipol dan fosfatililetinolamin, yang keduanya mengandung arakidonat pada posisi-sn-2. Janin manusia tampaknya memicu persalinan melalui mekanisme tertentu yang belum dipahami dengan jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari kedua senyawa glikofosfolipid ini , dengan demikian arakidonat tersedia untuk konversi menjadi PGE-2 dan PGE-2 yang selanjutnya akan menstimulasi penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang menjadi ciri khas persalinan normal.
2. Kadar Progesteron yang tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga uterus kurang peka terhadap oksitosin.
3. Faktor stress
Nwosu dkk. menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol dalam darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan terhadap steress merupakan faktor tidak timbulnya his selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.

Diagnosa
A. Pemeriksaan Umur Kehamilan
1. Bila hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosa tidak sukar.
2. Bila wanita hamil tidak tahu, lupa, atau sejak melahirkan yang lalu tidak mendapat haid lalu hamil, maka akan sukar memastikannya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri secara serial dalam sentimeter, mulainya gerkan janin, besarnya janin, pemeriksaan berat badan ibu (kapan berkurang), dan lingkaran perut ibu apakah berkurang.
3. Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, os. kuboid, dan diameter biparietal > 9,8 cm.
4. USG
Dapat diketahui diameter biparietal, panjang femur.
5. Sitologik air ketuban
Air ketuban diambil dengan amniosentesis transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur dengan lemak dari sel-sel kulit yan dilepaskan janin setelah kehamilan >36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan Sulfat Biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga, jumlahnya 10 % pada usia kehamilan  36 minggu dan 50% pada usia kehamilan 39 minggu.
B. Pemeriksaan Fungsi Plasenta/Keadaan Janin
1. Secara klinis : anamnesa dan gerakan janin, pertambahan berat badan dan lingkar perut ibu.
2. Amnioskopi : warna dan kekeruhan air ketuban, verniks kaseosa hilang.
3. USG : evaluasi air ketuban secara serial, gerakan janin dan keadaan plasenta.
4. Kardiotokografi : mengawasi detak jantung janin.
5. Uji Oksitosin
Dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik maka ini menunjukan janin bahaya dalam kandungan.
C. Laboratorium
Pemeriksaan kadar estriol urine dan darah, HPL dan HSAP.

Penatalaksanaan
1. Pada post datisme prinsipnya harus dilakukan terminasi kehamilan
2. Diusahakan kehamilan jangan lewat 10 hari dari tanggal perkiraan persalinan.
3. Kalau kehamilan pasti lebih dari 40 minggu dilakukan induksi partus dan terminasi.
4. Pada primitua, terminasi kehamilan dilakukan pada tanggal perkiraan persalinan
5. Setelah kehamilan lebih dari 40 minggu sanpai dengan 42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya, dengan cara :
a. Non Stress Test (test tanpa tekanan)
Bila memperoleh hasil non reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukan kemungkinan besar janin baik. Bila diteruskan dengan test tekanan dengan hasil positif, hal ini menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin. Terminasi dilakukan dengan sectio caesarea.
b. Gerakan janin
Secara subjektif normal rata-rata adalah 7 kali per 20 menit. Secara objektif dengan kardiotokografi normal rata-rata adalah 10 kali per 20 menit. Jika dengan kardiotokografi terdapat deselerasi berulang, variabilitas abnormal maka terminasi dilakukan dengan sectio caesarea.
6. Amnioskopi
Jika air ketuban jernih berarti janin dalam keadaan baik. Jika air ketuban sedikit dan mengandung mekoneum berarti janin mengalami asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan untuk mengambil keputusan :
Ø Menunda terminasi 1 minggu dengan menilai gerak janin dan test tanpa tekanan 3 hari lagi.
Ø Melakukan induksi partus.
7. Jika tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan yang ketat lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kematangan serviks, kalau sudah boleh dilakukan induksi persalian dengan atau tanpa amniotomi.
8. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan:
a. Bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi.
b. Bahwa janin post term kadang-kadang besar, kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.
c. Bahwa janin post term lebih peka terhadap sedatif dan narkosa, oleh karena itu anestasi konduktif paling baik.
d. Bahwa perawatan neonatus post term perlu pengawasan dokter anak.
9. Tindakan operasi SC dapat dipertimbangkan pada indikasi:
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
b. Pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan tanda – tanda gawat janin.
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsi, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
Tanda-tanda Bayi Post Term
1. Biasanya lebih berat dari bayi aterm
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi aterm.
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
4. Verniks kaseosa di badan kurang .
5. Kuku panjang.
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.

Komplikasi
A. Terhadap Ibu
Persalinan post term dapat menyebabkan distosia karena :
1. Aksi uterus tidak terkoordinir
2. Janin besar
3. Moulding/ moulage kepala kurang
Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan post partum.
B. Terhadap Janin, akibat penurunan fungsi plasenta terjadi :
1. Pertumbuhan terhambat dan penurunan berat
2. Hipoksia dan aspirasi mekoneum
3. Fetal distress dan trauma

Kesimpulan
1. Untuk kesehatan ibu dan janin dan keperlian diagnosa serta penatalaksanaan kehamilan dan persalinan yang tepat diperlukan penentuan usia kehamilan yang tepat.
2. Penentuan usia kehamilan dapat dilakukan dengan baik bila ibu melakukan pemeriksaan ante natal yang teratur, selain itu juga dapat diperoleh dari pemeriksaan radiologi, USG dan pemeriksaan air ketuban.
3. Pada kehamilan post term yang perlu diperhatikan adalah pemantauan keadaan janin, dimana keadaan gawat janin merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi segera baik dengan induksi persalianan pervaginam maupun operatif.



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...